Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pengalaman Meneliti Kurikulum Merdeka di Sekolah Korea Selatan

7 Desember 2024   15:12 Diperbarui: 9 Desember 2024   11:25 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika mengajar budaya Indonesia di sekolah Korea Selatan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

Mengajar di sekolah luar negeri sambil jadi peneliti, mengapa tidak? Inilah yang saya lakoni di sela-sela menjalankan Program Pertukaran Guru Asia Pasifik tahun 2024 di Pulau Jeju, Korea Selatan. 

Topik penelitian saya adalah implementasi kurikulum merdeka di Jejuseo Middle School. Mengapa topik ini menarik saya teliti?

Sejak hari pertama kedatangan saya di sekolah terbaik Korea Selatan bidang penerapan kurikulum, saya langsung tertarik dengan konsep pendidikan yang menyerupai teori kurikulum merdeka di Indonesia. 

Ketertarikan saya makin meningkat ketika kepala sekolah bertanya setelah saya menyelesaikan observasi pembelajaran selama 2 hari.

Saya menyimpulkan bahwa sekolah menerapkan kurikulum merdeka atau kurikulum independen. Alasan utama saya mengatakan demikian adalah hampir semua kelas yang saya observasi menyajikan materi pelajaran yang disederhanakan. 

Selanjutnya, saya merancang alur penelitian seputar penerapan kurikulum merdeka. Metode penelitian yang saya terapkan adalah kualitatif melalui observasi.

Data berupa dokumen, foto dan praktik langsung menjadi sasaran observasi saya.

Sambil mengajar, saya menyisipkan waktu untuk menjalankan konsep dan metode penelitian. Pada beberapa kali kesempatan, saya melakukan wawancara kepada siswa dan guru.

Data penerapan kurikulum merdeka saya observasi lewat website sekolah. Di sana, selalu ter-update informasi kegiatan sekolah. 

Untuk mendapatkan dokumen kurikulum, saya melakukan wawancara kepada guru sambil meneliti dokumen kurikulumnya. Ternyata, kurikulum guru-guru di sana sangat sederhana. Sangat kontras dengan dokumen kurikulum di Indonesia. 

Dari hasil wawancara, dapat saya simpulan bahwa guru-guru di Jejuseo Middle School memiliki kemerdekaan penuh untuk merancang dan menentukan materi pokok yang akan mereka ajarkan dalam setahun.

Tak ada standar kompetensi lulusan atau kompetensi dasar baku yang menjadi pedoman utama. Mereka lebih cenderung mengajarkan topik materi yang paling dibutuhkan siswa. 

Contoh sederhana, pada pelajaran Matematika, siswa belajar tentang bangun ruang. Ternyata ada sejumlah siswa berkebutuhan khusus yang tak tertarik sama sekali. Mereka lebih memilih tidur dari pada harus belajar Matematika. 

Maka materi Matematika mereka pun disederhanakan ke dalam konsep Matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka. Guru menawarkan topik yang unik. Siswa diminta membuat daftar barang yang mereka beli setiap minggu. Selanjutnya, siswa diminta menuliskan harga setiap barang belanjaan. 

Dari penyederhanaan materi tersebut, ternyata siswa sangat senang belajar. Di sini terhambar kemerdekaan belajar, yakni guru mampu membaca situasi dan menyesuaikan kknsep dengan pengalaman siswa. 

Salah satu tantangan utama saya menjalani penelitian adalah kendala bahasa. Guru dan siswa dominan berbahasa Korea. Jika dipersentasi, sekitar 85% guru dan siswa belum fasih berbahasa Inggris. 

Pada sesi wawancara dengan guru, saya menyederhanakan dan menerjemahkan pertanyaan bahasa Inggris menggunakan aplikasi Papago. Demikian pula jawaban dalam bahasa Korea. Selebihnya, saya menggunakan gesture. 

Khusus kuesioner, pertanyaan dan pernyataan tertuang dalam bahasa Inggris dan bahasa Korea. Siswa lebih mudah merespon. 

Setiap hari kerja di sekolah, saya menjalankan observasi untuk mendapatkan data riol. Sesekali saya bertanya pada warga sekitar tentang pendidikan ketika kami bertemu di jalur hiking. Jawaban singkat dari mereka turut mendukung hasil penelitian. 

Berbicara soal biaya, boleh dikatakan tak ada pengeluaran. Sumber data tersedia di sekolah.

Dari hasil observasi, penerapan kurikulum independen di sekolah Korea Selatan sangat sederhana. Sementara kurikulum merdeka di Indonesia sedikit kompleks dengan banyaknya rujukan istilah. 

Metode penelitian kualitatif membuat saya lebih dominan dalam menyusun pernyataan deskriptif untuk menggambarkan hasil penelitian. 

Satu waktu saya perlu mencoba cara sedikit ekstrim untuk mendapatkan data valid ketika mencoba mendapatkan informasi tentang etika di media sosial. Dari pengalaman mendapatkan "warning", saya tak perlu mengadakan wawancara karena saya sudah mengalaminya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun