Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Urgensi Disiplin Memilah Sampah di Sekolah

1 November 2024   05:23 Diperbarui: 6 November 2024   13:32 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petunjuk pemilahan sampah di dalam ruang kelas Home Mechanic & Technology di Jejuseo Middle School. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sampah adalah limbah sisa aktivitas manusia berupa makanan, kertas, plastik, kardus, botol, pakaian dan beragam limbah rumah tangga lainnya. 

Kepedulian akan sampah ini sebenarnya masih sangat minim. Bagi negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan Singapura, misalnya; mereka telah mampu mengelola dan memberdayakan sampah. 

Kondisi kontras terjadi di negara miskin dan sedang berkembang. Termasuk di Indonesia yang saat ini masih sedang bertumbuh sebagai negara berkembang. Sampah masih menjadi pemandangan utama di mana-mana. 

Beberapa kebijakan provinsi dan kabupaten/kota terkait penanganan dan pengelolaan sampah memang telah diterbitkan lewat peraturan gubernur dan peraturan bupati. 

Kendalanya adalah kebijakan dan aturan hanya melintas lewat dokumen ke tengah masyarakat. Sangat minim pemerintah daerah yang benar-benar konsisten menangani sampah. 

Melihat kondisi demikian, cara sederhana untuk memulainya adalah melalui praktik baik pendidikan di sekolah. Siswa sudah seharusnya memiliki kedisiplinan membuang, memilah dan mengelola sampah. 

Sikap abai terhadap sampah sepertinya masih menjadi bagian dari budaya tidak sehat di berbagai tempat. Sehingga budaya buruk ini perlu digerus secara perlahan menjadi budaya membuang sampah dengan tepat.

Hanya lewat pendidikan di sekolah program mendisiplinkan warga membuang sampah bisa terwujud. Tentunya dengan komitmen pemerintah melalui pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk tanpa lelah menuntun siswa di seluruh penjuru negara untuk disiplin membuang, memilah dan mengelolanya. 

Jika ini bisa terwujud, maka Indonesia bisa menjadi negara yang berperan aktif dalam mewujudkan keselamatan bumi di masa sekarang dan masa akan darang melalui dukungan terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) yang selama ini telah digaungkan oleh PBB. 

Konsep pengolahan sampah di sekolah-sekolah Indonesia telah ada. Tempat sampah pun sudah ada di tiap kelas dan lingkungan sekolah. Hambatannya adalah kurangnya ajakan untuk mendisiplinkan siswa membuang sampah. Akibatnya, warna dan tulisan untuk memilah jenis sampah pada tong sampah jarang dipatuhi. Semua sampah menyatu dalam satu tempat.

Ketika pemulung datang, sampah yang tadinya tersimpan baik, justru berantakan. Makin parah ketika kucing dan anjing liar mengais sampah. Kondisi sampah berantakan dan berserakan di mana-mana.

Siswa membuang sampah berupa tissu ke dalam plastik sampah. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Siswa membuang sampah berupa tissu ke dalam plastik sampah. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Inilah praktik baik yang saya dapatkan dan lihat langsung di sekolah Korea Selatan yang ada di Kota Jeju. Setiap hari, siswa di Jejuseo Middle School mengelola sampah dengan penuh kedisiplinan. 

Dimulai dengan mengurangi barang bawaan dari rumah yang bisa menimbulkan sampah, seperti permen, snack dan air kemasan. Mereka membawa tumbler sendiri sebagai wadah minum. Sementara untuk makan siang, disediakan gratis di sekolah. 

Di masa makan siang, siswa dengan telaten dan secara sadar mengumpulkan sisa makanan mereka pada tong sampah yang telah disediakan.

Sementara untuk jenis sampah plastik, kertas dan sampah yang tak mudah terurai, mereka pilah dengan baik dan menempatkannya pada kantong-kantong plastik yang telah disediakan. 

Ketika saya memandu siswa membuat bread pudding di kelas Home Mechanic & Technology minggu ini, siswa secara aktif membuang dan memilah sampah langsung setelah kelas selesai. Sendok plastik, tempat margarine dan botol air mineral disatukan dalam wadah tersendiri.

Demikian pula dengan sisa bread pudding dan kotak susu, dibuang ke wadah sesuai jenis sampahnya.

Lalu, sampah jenis kemasan plastik dari coklat, tissu makan, sarung tangan plastik dan muffin ditempatkan sebagai sampah umum. 

Sisa bread pudding dan margarine yang tak terpakai disatukan untuk dibuang di tempat pembuangan sampah umum. Sementara sampah lainnya yang telah dipilah akan ditempatkan pada boks-boks sampah yang sesuai fungsinya. Sampah umum akan langsung ke pabrik pengolahan sampah sementara sampah yang masih bisa didaur ulang dikumpulkan tersendiri.

Pemilahan ini memudahkan petugas kebersihan sekolah untuk menanganinya setelah pembelajaran berakhir.

Aksi nyata yang sama juga dilakukan siswa di lingkungan sekolah dan di dalam kelas mereka masing-masing. 

Sebelum kembali ke rumah, siswa mengangkut semua sampah yang telah dipilah ke tempat pengumpulan sampah sekolah. Secara tidak langsung, ada simbiosis mutualisme antara kedisiplinan membuang dan memilah sampah dengan ketepatan pengelolaan sampah. 

Pemanfaatan waktu untuk memindahkan sampah dari lingkungan sekolah sangat singkat. Terhitung 42 kelas ditambah ruang guru, ruang kelas inklusif, ruang bimbingan, laboratorium dan ruang praktikum siswa setiap hari mengumpulkan sampah. Tak pernah terlihat sampah menumpuk di halaman sekolah. Semua sampah telah dipaketkan dalam kantong plastik menurut jenisnya. Keren kan! 

Pelajaran berharga dari pengalaman saya mengajar di sekolah Korea Selatan ini adalah perlu ada pembiasaan sejak dini, mulai dari TK, SD, SMP dan seterusnya. Anak yang telah terbiasa disiplin membuang dan memilah sampah, ternyata membawa dampak baik ketika ia bertumbuh. 

Saya pun banyak mendapati siswa yang mengantongi sampah bungkus permen dan snack. Mereka baru mengeluarkannya ketika bertemu tempat sampah.

Ketika anak telah terbiasa, maka sekolah dan guru tak perlu repot teriak-teriak setiap hari memerintahkan siswa membuang sampah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun