Lonely marriage, jangan dianggap sepele. Kondisi ini kerap menimpa kehidupan berumah tangga. Tak mengenal usia perkawinan, lonely marriage mengintip personal pasangan suami-istri.Â
Entah disadari atau tidak, lonely marriage jika dibiarkan bisa bermuara pada keretakan rumah tangga yang berujung perpisahan/perceraian. Jika masih berdua tanpa anak, tak banyak yang dirugikan.
Kondisi berbeda jika buah hati telah ada di tengah keluarga. Perpisahan akan mengorbankan anak yang nantinya berdampak buruk untuk kehidupan sosial emosionalnya.Â
Beberapa kasus dan kondisi kehidupan berumah tangga bisa menjadi pemicu lonely marriage.
Pertama, tidak adanya saling pengertian antara pasangan suami istri, khususnya sifat pribadi masing-masing. Pacaran atau sudah sebelum memasuki perkawinan tidak menjamin bahwa chemistry antara sepasang pasutri telah saling mengenal.
Kedua, adanya ego yang dominan dari salah satu pihak. Kondisi yang mirip cerita drama-drama Cina ini kadang membuat salah satu dari suami dan istri merasa tertekan, terabaikan dan tak punya teman bicara.Â
Ketiga, adanya faktor kesenjangan kesejahteraan secara materi. Meskipun kadangkala, pasangan hidup dan keluarganya tidak mempermasalahkan tentang latar belakang dan penghasilan bulanan, tetapi tetap menjadi beban pikiran dari salah satu pasutri.Â
Keempat, munculnya faktor bosan setelah perkawinan berlangsung bertahun-tahun. Meskipun ada anak di tengah keluarga, kadang muncul kebesaran dalam keluarga karena setiap hari bertemu. Karakter sudah salah mengetahui.
Terlebih jika salah satu pasutri tergolong orang yang sibuk. Sudah bertemu setiap hari, tetapi komunikasi terhambat karena kesibukan.Â
Kadang beban pikiran terkait pekerjaan sudah menumpuk dan tak ada tempat curhat di rumah karena masing-masing sibuk dengan urusan.Â