Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Peran Manajemen Sampah dalam Mendukung Sustainable Development Goals

26 Oktober 2024   21:04 Diperbarui: 28 Oktober 2024   00:32 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selimut dan pakaian yang ditempatkan sesuai dengan jenisnya. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sampah adalah limbah hasil aktifitas manusia yang hadir setiap saat. Sampah bisa berupa sisa makanan, pakaian, selimut, barang elektronik, dsbnya. 

Di berbagai tempat, sampah dibuang dan dibiarkan begitu saja. Ada yang menumpuk di tikungan jalan, pasar, sudut perumahan, pinggir jalan, pantai, sungai, selokan, jembatan, dll.

Sampah yang menumpuk rentan mengundang penyakit dan tentu saja berdampak serius pada kerusakan lingkungan.

Jika sampah tak dikelola dengan semestinya, maka dalam jangka panjang sampah bisa menjadi sumber bencana. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya materi tetapi yang paling menakutkan adalah hilangnya nyawa manusia.

Melalui manajemen sampah yang baik, maka Sustainable Development Goals (SDGs) bisa terwujud secara bertahap. Sampah yang terkelola akan berpengaruh positif pada 8 dari 17 tujuan SDGs.

Ke-8 tujuan yang bisa terdampak manajemen sampah adalah (3) Kehidupan sehat dan sejahtera, (6) Air bersih dan sanitasi layak, (7) Energi bersih dan terjangkau, (9) Industri, inovasi dan infrastruktur, (11) Kota dan komunitas berkelanjutan, (13) Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, (13) Penanganan perubahan iklim, dan (14) Ekosistem laut.

Terkait dengan praktik baik manajemen sampah, bisa mencontoh negara Korea Selatan. Sampah di Negeri Ginseng boleh dikata memiliki kedudukan istimewa. 

Sampah menjadi salah satu aspek mendisiplinkan warga Korea Selatan. Disiplin buang sampah dan menghasilkan kualitas lingkungan yang mendorong pula terwujudnya kesehatan yang berkualitas.

Selimut dan pakaian yang ditempatkan sesuai dengan jenisnya. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Selimut dan pakaian yang ditempatkan sesuai dengan jenisnya. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kesadaran warga sangat tinggi untuk tidak membuang sampah ke sungai. Semua sungai yang saya jumpai di Pulau Jeju, bebas sampah. Kalaupun ada selembar dua lembar sampah di sungai, itu akibat terlalu angin. 

Sungai yang bebas sampah tentunya akan berdampak pada ekosistem laut. Melihat kondisi pantai dan air laut di Pulau Jeju yang bersih dari sampah, maka bisa disimpulkan bahwa peran penting manajemen sampah telah membawa dampak positif.

Laut yang minim sampah bisa menyediakan sumber energi melimpah untuk warga. Tidak mengherankan hasil laut di Pulau Jeju termasuk yang terbaik di Korea Selatan. Oleh karena melimpahnya hasil laut, maka kuliner bertema ikan dan seafood tergolong murah di Pulau Jeju.

Di samping itu, setiap hari saya selalu mendapati aneka ragam pakaian bekas dan sepatu yang dibuang oleh warga. Pakaian dan sepatu tersebut sebenarnya masih sangat layak pakai, bahkan ada yang masih tampak baru. 

Sering saya berpikir, mungkinkah dari pakaian bekas yang dibuang ke tempat sampah di Korea Selatan inilah yang menjadi cikal bakal pakaian bekas di Indonesia.

Pakaian bekas ditempatkan sesuai jenisnya di tempat pembuangan sampah. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pakaian bekas ditempatkan sesuai jenisnya di tempat pembuangan sampah. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bisa jadi ya, bisa juga tidak. Tetapi jika dilihat dari merek pakaian bekas di Indonesia dan modalnya, persis sama dengan yang ada di tempat-tempat sampah, secara khusus di Kota Jeju. Ada mereka baju kaos Uniglo, Top Ten, Village, dll yang biasa ditemukan pada lapak pakaian bekas di Indonesia.

Tapi ini hanya pemikiran saya saja. Memperkirakan. Kira-kira demikian.

Nah, terlepas dari ke mana pakaian bekas, sepatu, selimut, kasur, lemari kulkas dan aneka ragam sampah layak pakai lainnya berakhir, aaya belum mendapatkan informasinya. Sejauh ini, saya hanya mengamati pengelolaan sampah yang tempatnya tersebar di berbagai penjuru kota Jeju. 

Setiap sampah dikelompokkan setelah diambil dari TPA. Jenis sampah ya g paling mendapatkan perlakuan khusus adalah jenis botol plastik. 

Sampah sisa makanan yang terkenal rentan menimbulkan bau kurang sedap, mendapatkan perlakuan istimewa di Korea Selatan. Membuang sampah sisa makanan harus dibayar. Ada tarif yang dikenakan di TPA untuk berat sampah sisa makanan ini.

Sehingga, warga Korea Selatan pun diajak disiplin untuk mengonsumsi makanan selayaknya dan tidak meninggalkan sampah. Ada sisa makanan artinya membuang uang ke tempat sampah.

Sebuah prinsip manajemen sampah yang layak untuk ditiru. Bukan karena nominal tarifnya, tetapi pesan yang dibawanya bahwa sangat penting untuk mendukung konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun