Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Makna di Balik Tradisi Mantanan Pare

19 Oktober 2024   05:59 Diperbarui: 19 Oktober 2024   13:40 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertani dan bercocok tanam adalah salah satu karakter kuat kehidupan warga Indonesia. Bertani secara tradisional pun masih sering dijumpai di berbagai pelosok Tanah Air. 

Memang teknologi canggih telah membawa alat-alat pertanian menjangkau perkampungan dan pelosok, termasuk di Kabupaten Tana Toraja. Hanya saja, fakta yang terlihat adalah warga lokal lebih memilih bertani manual. 

Hanya mesin traktor tangan yang terpakai secara umum. Itu pun terbatas. Traktor hanya berfungsi di lahan persawahan yang agak luas dan medan rata. Sisanya, warga mencangkul secara manual atau memanfaatkan kerbau untuk membajak. 

Khusus di wilayah pelosok, sawah di Toraja memiliki lebar yang unik. Mulai dari 30 cm hingga 1 meter. Hal ini dikendalikan oleh topografi wilayah yang berupa perbukitan.

Maka, kekuatan tradisi bertani secara tradisionallah yang menempati tanding pertama pilihan warga. Satu konsep bertani tradisional yang masih terpelihara sampai detik ini adalah mantanan pare. 

Semua wilayah di Kabupaten Tana Toraja masih mempertahankan tradisi mantanan pare secara bergotong-royong. Meskipun lokasi persawahan ada di sekitar kota Makale, kerumunan warga mantanan pare akan selalu ditemui setiap masa tanam padi.

Dalam bahasa Toraja, mantanan artinya menanam dan pare artinya padi. Mantanan pare = menanam padi. 

Mantanan Pare bukan sekedar aktifitas menanam padi di sawah dan selesai. Ini adalah tradisi suku Toraja yang masih mengakar dengan sangat kuat hingga saat ini.

Gotong-royong adalah makna yang terkuat dalam kegiatan mantanan pare. Warga saling membantu untuk menanam padi tanpa imbalan. Secara bergantian, lahan sawah yang siap tanam padi akan "diserbu" oleh para tetangga. 

Tradisi mantanan pare adalah salah satu implementasi praktik baik gotong-royong suku Toraja dalam konsep ma'kombongan. Pekerjaan yang berat sekalipun akan selalu mudah ketika bekerja bersama-sama.

Di wilayah Kecamatan Gandangbatu Sillanan, kami biasa menyebut kegiatan bekerja bersama ini male ma'kombong. 

Jika dalam sehari ada beberapa warga yang juga melakukan kegiatan mantanan pare pada waktu yang sama, maka para tetangga akan membagi diri sesuai dengan jarak terdekat. Pengecualian jika memang memiliki hubungan keberadaan yang terdekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun