Jeju dalam bahasa lokal setempat berarti tempat tanpa pencuri, pengemis dan rumah tanpa pagar terkunci. Dari kata Jeju sudah bisa disimpulkan bagaimana kondisi kehidupan warganya. Tertib dan tenteram.
Pukul 3 dini hari, suara mulai ramai di lorong-lorong apartemen Eco de Paris, Singwang-ro, Yeondong, Kota Jeju. Saya mulai terbiasa dengan suara itu. Bukan suara gaduh karena mabuk dsbnya.
Suara itu adalah dari warga lokal penghuni apartemen yang sedang bersiap-siap menuju tempat kerja mereka masing-masing.
Roda kehidupan di Kota Jeju berlangsung penuh 24 jam. Di luar rumah sakit, kantor polisi, bandara, hotel dan penginapan, banyak toko dan restoran yang buka pelayanan 24 jam.Â
Saya ikut terbawa suasana dengan langsung mengenakan jaket tipis, topi dan sepatu running. Warga Jeju yang keluar dari apartemen sebenarnya bukan hanya untuk pergi kerja.
Mereka sejak jam 3 dini hari terlebih dulu melakukan aktifitas di taman-taman kota terdekat untuk berolahraga, jalan cepat, lari pagi, fitness dll. Intinya, banyak warga Kota Jeju yang singgah dulu di taman kota, seperti di Sammu Park untuk berolahraga sebelum melanjutkan aktifitas di dunia kerja.
Ketika sore dan malam hari pun, mereka akan singgah di taman kota untuk berolahraga ringan sebelum tiba di kediaman. Inilah sisi lain pemandangan dari kedisiplinan hidup warga Kota Jeju.Â
Meskipun porsi kerja tinggi setiap hari, mereka tetap tepat waktu. Olahraga jarang mereka tinggalkan. Bahkan ketika masa hujan pun, masih ada yang tetap berjalan dan berlari mengelilingi Sammu Park mengenakan mantel hujan.
Tubuh yang sehat dan fit karena rutin olahraga ditunjang banyak jalan kaki menjadi penampakan umum pada warga Kota Jeju. Saya salut dengan ibu-ibu dan para lansia. Mereka sangat rajin dan rutin berolahraga, pagi dan sore.
Beberapa wanita dengan usia 5o tahunan bahkan masih lebih cepat langkah dan larinya dari saya.Â
Terjawab sudah rasa penasaran saya. Warga Jeju terkenal dengan porsi makan yang banyak, rutin minum air es, kopi dingin dan sejenisnya tetapi perut mereka tak buncit. Nah, jawabannya ini, disiplin olahraga dan rutin melakukan aktifitas fisik.
Jika saya amati, setiap warga usia sekolah hingga lansia di Kota Jeju, setiap hari memproduksi minimal 10 ribu langkah. Bahkan rata-rata dalam sehari, satu orang dewasa bisa membuat di atas 20 ribu langkah dalam sehari.Â
Usai olahraga keliling taman minimal 4 Â kali di pagi hari, lalu jalan kaki ke bus stop, berpindah dari bus stop ke bus stop lain dan kembali lagi berolahraga. Selaku berputar dan berulang setiap hari.Â
Anak-anak sekolah telah terbiasa menjalani hari-harinya dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Mereka jalan kaki hingga di atas 2 km dari kediaman ke sekolah. Selebihnya naik bus umum atau diantar orang tua menggunakan kendaraan pribadi.
Sepeda manual, sepeda listrik dan skuter listrik ada di mana-mana. Siswa tinggal mengaktifkan kuncinya menggunakan aplikasi Kakao atau aplikasi lainnya yang sistemnya terintegrasi dengan NIK.
Fasilitas trotoar yang lapang, nyaman dan bersih sangat membantu mobilitas siswa menuju dan pulang sekolah. Mereka bisa jalan kaki dengan enteng tanpa perlu khawatir ditabrak kendaraan atau bersinggungan dengan sesama pengguna trotoar.
Pejalan kaki seperti dewa di Kota Jeju. Pengendara pasti akan berhenti dan mempersilahkan pejalan kaki berlalu lebih dulu.Â
Tak ada kebut-kebutan apalagi upaya menerobos lampu merah. Semua berjalan dengan teratur. Pejalan kaki bersabar menunggu kode hijau demikian pula bagi pengendara.
Teknologi canggih pun terpasang di mobil. Jika lampu merah akan menyala di depan, alarm layar aplikasi pada dashboard mobil akan memberikan kode merah untuk segera melaju dengan lambat.
Satu lagi, warga memarkir kendaraannya dengan sangat tertib. Tak ada tumpukan kendaraan, meskipun di lorong sekalipun. Pertemuan mobil di lorong yang sempit pun, tak menimbulkan kesalahpahaman. Saling pengertian satu sama lain.
Apakah ada perokok di Kota Jeju? Ya, ada. Tetapi mereka disiplin mematuhi aturan bahwa dilarang merokok dalam ruangan dan fasilitas publik.Â
Para perokok menghabiskan sebatang dua batang rokoknya di ruang terbuka. Misalnya di pinggir jalan, di taman atau di tempat-tempat khusus yang memang disediakan buat mengepulkan asap dari mulut.
Semakin jauh menjelajahi sudut Kota Jeju dan Pulau Jeju, saya semakin mengerti alasan para pelancong menjadikan wilayah di bagian selatan Korea Selatan ini sebagai tujuan perjalanan. Bukan hanya karena keindahan pantai, pesona alam pegunungan dan kehidupan kota di malam hari.
Kota Jeju lebih dari pada itu. Kehidupan di sini mengajarkan bagaimana menghargai hidup, sesama, waktu dan kesehatan. Kolaborasi dari keempat elemen inilah yang mendorong tenteramnya menjalani hidup di Kota Jeju dan Pulau Jeju secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H