Melihat bentangan alam Korea Selatan, ditemukan banyak hutan pinus. Pohon dengan karakteristik daun menyerupai jarum ini bahkan mendominasi pepohonan di Negeri Ginseng.Â
Pohon pinus sebagai bagian dari genus pohon konifer dalam famili Pinaceae adalah pohon nasional dan aset nasional Korea Selatan. Pohon ini tidak hanya tumbuh subur di hutang dan pegunungan.Â
Di taman-taman kota, halaman hotel, apartemen, sekolah, hingga rooftop bangunan banyak tumbuh pohon pinus.
Misalnya di kota Jeju, perawatan pohon pinus sangat diperhatikan. Cabang dan ranting tua dipangkas dengan gergaji. Lalu ditumpuk dengan rapi untuk kemudian keropos dan menjadi pupuk alamiah kembali.
Pohon pinus muda yang baru ditanya dirawat seperti bunga. Di beberapa tempat, pohon pinus dipangkas sehingga tumbuh ke samping, berdaun timbun dan akhirnya menjadi pohon pelindung di halaman kantor, rumah dan sekolah.
Pendapat yang berlaku di Indonesia bahwa pohon pinus menghilangkan air tanah, terbantahkan selama saya berada di Korea Selatan. Di mana ada pohon pinus tumbuh subur, justru tanahnya gembur dan selalu basah.Â
Air bersih pun tersedia di mana-mana. Di semua objek wisata alam dengan tema pohon pinus, air bersih siap minum dari kran tersedia gratis.
Pohon pinus memang mendapat tempat istimewa di hati warga Korea Selatan. Selama beberapa kali saya menjelajah kota dan perkampungan, pohon yang sering dijadikan pohon Natal ini selalu tumbuh subur memberi kesejukan bagi pelintas di bawahnya.
Tak ada tangan-tangan jahil yang merusak atau melukai bagian-bagian dari pohon pinus.Â
Jika di Indonesia, banyak ditemukan kegiatan penyadapan getah pinus, di Korea Selatan, pinus dibiarkan tumbuh subur.Â
Hasil olahan dari kayu pinus banyak ditemukan pada kursi-kursi taman dan restoran.
Oleh karena perlakuan istimewa warga Korea Selatan, maka setiap memasuki musim gugur, seperti saat ini, kerimbunan pohon pinus akan memberikan jamur musiman. Jamur yang khusus tumbuh dan dipanen di musim gugur.
Dengan demikian, ada hubungan emosional yang erat antara pohon pinus dengan warga lokal. Mereka sayang hutan dan diberikan sumber bahan konsumsi gratis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H