Di Osulloc Tea Museum, sebenarnya tersedia banyak tempat santai dan menikmati makanan berupa cake. Tetapi harganya tak bersahabat dengan isi dompet. Maklum, kami adalah rombongan guru Indonesia dengan status turis backpaker menjelajahi Pulau Jeju.
Rekan kami, ibu Fitrah yang sedikit fasih berbahasa Korea dan mahir memanfaatkan aplikasi Papago, menjadi tour guide dadakan kami untuk tiba di Noraba ini. Berbekal informasi dari postingan di Instagram, website dan Naver Map.Â
Rencana makan siang di Noraba Ramen ini tak ada dalam list itenary kami.Â
Kami memesan menu makanan berdasarkan kemampuan budget di dompet. Tentu saja, Noraba Ramen terkenal karena harga murah dan makanan berkualitas. Untuk satu kuali ramen berisi tiram, kerang, kepiting, udang, gurita, sawi putih dilengkapi kuah pedas hanya dihargai 10.000 Krw atau sekitar Rp 120.000. Ini sudah termasuk semangkuk nasi pulen hangat.Â
Rekan-rekan yang lain memesan olahan makanan dengan dominasi nasi, telur mata sapi, kimchi, dll seharga 5.800 Krw.
Semua olahan seafood sangat segar. Sensasi makin lengkap karena dimakan langsung dari kuali yang masih panas.
Saya yang terbiasa makan banyak, justru tak mampu menghabiskan satu porsi seafood di Noraba. Jujur, saya kali ini menyerah. Level pedas makanan Korea pun baru saya temukan di sini. Ditambah kuah yang panas dalam panci yang langsung diangkat dari kompor, wah makin sempurnalah sensasi "hot" di Noraba Ramen.
Sebenarnya, Noraba Ramen ini sangat kecil jika ditinjau dari ukuran dua bangunan mini sebagai restorannya. Di setiap bangunan, hanya ada sekitar 6 meja makan. Lorong-lorongnya pun cukup sempit. Kami sesekali harus berdesakan dengan pengunjung lain hanya untuk mengambil sumpit, sendok, acar lobak dan air minum.
Namun, suasana inilah barangkali yang turut memberikan sensasi makan di Noraba Ramen.Â