Perjalanan sebagai guru asing di Korea Selatan telah memberikan banyak pengalaman baru, berharga dan akan terkenang sepanjang masih ada nafas di dunia. Ditempatkan di Jejuseo Middle School, kota Jeju, Pulau Jeju oleh APCEIU-UNESCO dalam rangka Asia Pacific Teacher Exchange tahun 2024 telah membuat langkah kaki saya terus bergerak meniti setiap sudut pulau di bagian selatan Korea Selatan tersebut.
Pulau Jeju tak hanya menyajikan keindahan pantai, gedung pencakar langit, kuliner, belanja, gemerlap kehidupan kota di malam hari dan eksotisme kawasan Hallasan National Park. Di pulau dengan status daerah istimewa ini menyimpan ribuan pesona wisata lainnya. Salah satunya, pasar tradisional.Â
Pada minggu pertama kedatangan saya di kota Jeju, saya pernah mengunjungi pasar tradisional bernama Jeju City 5 Day Traditional Market. Lokasinya sekitar 1,2 km dari Grand Hyatt Tower di pusat kota Jeju dan 1,4 km dari tempat tinggal saya di Eco de Paris Residence.
Nah, memasuki minggu ketiga tinggal di kota Jeju, tanggal 14 September 2024, tanpa perencanaan sebelumnya, saya kembali mengunjungi pasar tradisional lainnya. Kali ini saya berkunjung ke Dongmun Market. Ms Lee Ah-hyun selaku mentor teacher dari Jejuseo Middle School dan tunangannya, Mr. Dave dengan senang hati mengajak untuk menjelajahi sisi lain kehidupan warga kota Jeju di Dongmun Market. Kami berangkat ke Dongmun Market usai tengah hari dan menuntaskan makan pasta di kota Jeju. Menyusuri pantai jalanan pantai Iho Tewoo Beach menuju sisi barat bandara internasional Jeju hingga tiba di salah satu lokasi eksotis pulau Jeju tersebut.Â
Dongmun Market terletak di pusat kota tua Jeju, tepatnya di 9 Dongmun-ro 4-gil, Jeju-si, Jeju-do. Ini adalah pasar tradisional yang sudah permanen. Untuk menjangkau pasar ini, bisa dengan berjalan kaki sejauh 4,4 km atau naik bus/taksi selama kurang lebih 30 menit dari pusat kota Jeju.Â
Tak ubahnya seperti pasar tradisional pada umumnya, Dongmun Market menyediakan kebutuhan harian berupa sembako, hasil bumi, pakaian, jajanan kaki lima , dsbnya.Â
Memasuki gerbang utama pasar, mata langsung disuguhi dengan puluhan lapak kaki lima penjual jeruk khas dan andalan Pulau Jeju, yakni jeruk Jeju. Ms Lee Ah-hyun sempat mengambilkan jeruk ini untuk saya coba. Rasanya benar-benar manis dan tak ada kecutnya sama sekali.
Berkeliling Dongmun Market, bisa sambil ngemil gratis. Banyak olahan makanan, kue dan buah yang menyediakan beberapa contoh hidangan untuk dicicipi. Saya pun beberapa kali mengambilnya. Mirip dengan yang dilakukan para penjaga gerai di Lotte Mart Jeju. Saya kira, penyajian contoh makanan untuk dicoba pengunjung pasar adalah salah satu trik penjual untuk menggaet pembeli. Keren!
Seperti pasar tradisional Korea Selatan lainnya, Dongmun Market sangat bersih, asri dan tertata dengan sangat baik. Tak ada tumpukan sampah apalagi aroma klasik sampah. Tak ada pula pengamen atau pengemis di jalanan pasar. Satu lagi, tak ada kendaraan lalu-lalang dalam lorong-lorong pasar. Penjual tidak tumpah-ruah menutupi jalanan di seluruh bagian pasar ini. Benar-benar memudahkan pengunjung pasar untuk menjelajahi kios-kios dan lapak kaki lima.
Dongmun Market banyak dikunjungi oleh para wisatawan. Beberapa kali saya berpapasan dengan wisatawan mancanegara.Â
Menjelajahi pasar tradisional Dongmun Market seolah masuk pasar modern dan semi supermarket. Banyak hasil bumi dari kebun dan ladang warga sekitar kota tua Jeju yang diperjualbelikan. Semua barang dagangan ditata dan diatur sedemikian rupa. Lengkap pula dengan tulisan harga.
Beberapa lapak yang menarik perhatian saya adalah lapak penjual salah satu produk andalan Korea Selatan, ginseng. Di Dongmun market inilah untuk pertama kalinya saya bisa melihat langsung akar ginseng.
Terdapat beberapa macam ukuran ginseng ini. Ada yang sangat kecil, sedang dan ada pula yang seukuran batang tebu dewasa. Sebuah pengalaman yang tak akan saya lupakan. Akhirnya melihat ginseng yang dipercaya banyak orang sebagai obat/jamu penambah stamina.
Menurut Ms Lee Ah-hyun, ginseng harganya mahal. Saya belum sempat menawarnya. Namun, sebelum kembali ke Indonesia, saya akan membeli ginseng asli yang belum diolah jadi minyak ginseng. Dengan catatan bahwa ginseng adalah produk atau hasil bumi yang diizinkan dibawa keluar dari Korea Selatan nantinya.
Lapak berikutnya yang menarik perhatian saya adalah penjual jajanan kaki lima di tengah kompleks pasar tradisional Dongmun. Jajanan menyerupai sate tahu banyak pembelinya. Masih ada beberapa lapak makanan kaki lima lainnya yang sedap dan lezat dipandang mata.
Lalu tiba-tiba saya dikejutkan pada satu lapak. Seorang koki udang bakar melakukan atraksi pemanggangan yang menakjubkan. Koki wanita muda memainkan api dari pancaran gaas memanggang beberapa tusuk udang dan lobster. Mr. Dave sempat menawari untuk mencobanya. Tapi, entah kenapa, saya tidak tertarik makan saat itu.Â
Pasar tradisional seolah sayur tanpa garam tanpa kehadiran lapak-lapak penjual ikan kering. Nah, Dongnum Market juga punya. Beberapa puluh nampan besar dari plastik memamerkan ikan kering hasil laut Pulau Jeju.Â
Tapi, berbicara soal harga, mahal. Sejauh mata mengamati harga satu tumpukan ikan kering, yang termurah adalah 60.000 Won atau Rp 699.000 (kurs 1 Won per hari ini: Rp 11,65) dan harga termahal 100.000 Won (Rp 1.165.000).
Meskipun terdapat penjual ikan dan jajanan makanan lainnya, tetapi tidak ada lalat berkerumun seperti pemandangan di lapak ikan pada umumnya. Barangkali karena pengarush cuaca, ataukah ada alat pengusir lalat di pasar atau karena memang pasarnya yang bersih sehingga lalat enggan berseliweran di Dongmun Market ini.
Jeruk asli Pulau Jeju adalah lapak yang paling mendominasi. Menempati lokasi di sekitar pintu masuk dan memanjakan mata sepanjang sisi kanan-kiri jalan masuk pasar. Jeruk-jeruknya sangar segar. Diatur dengan rapi dalam wadah yang rapi dan menjaga mutu jeruknya. Tapi, sekali lagi, harganya sedikit menggoyang isi dompet.Â
Terakhir, tanpa mengesampingkan ratusan lapak tradisional lainnya, lapak penjual pakaian, kosmetik, cafe dan kios peralatan rumah tangga, lapak penjual aneka ragam merchandise khas Pulau Jeju banyak menyapa di Dongmun Market. Gantungan kunci, jepit rambut, bonek, topi, kacamata dan masih banyak lagi seolah meronta untuk kami beli.
Harga terjangkau banyak tersedia. Tetapi, wajib selektif memilih barang, terutama membaca statu barang, apakah buatan asli Korea atau buatan Cina, Vietnam, Thailand dan negara lainnya. Bagaimana pun, barang-barang produk Negeri Tirai Bambu banyak tersebar di pulau Jeju.
Puas menjelajahi pasar traditional Dongmun Market, salah satu ikon kota tua Jeju City, tanpa membeli satu item pun sudah cukup memuaskan saya. Meskipun hanya berstatur window shopping di pasar Dongmun, tetapi banyak hal yang saya pelajari. Budaya jalan kaki, menenteng tas/keranjang belanja oleh para pria adalah hal lumrah di sini.
Dongmun traditional market di pusat kota tua Jeju City ini adalah salah satu tempat yang wajib dikunjungi ketika berada di Pulau Jeju. Dijamin tidak akan kelelahan berkeliling pasar. Mata akan dimanjakan oleh ribuan item dagangan menarik dan budaya warga lokalnya. Setiap penjual sangat sopan menawarkan barang dagangannya. Meskipun saya sendiri tidak paham bahasa mereka, tetapi sebenarnya mereka mengajak pengunjung untuk melihat barang dagangan.
Penataan pasar adalah hal yang luar biasa di sini. Cara pemerintah dan warga Korea Selatan, khususnya di Pulau Jeju ini perlu dicontoh oleh pelaku-pelaku pasar tradisional di Indonesia. Jalanan pasar yang lebar, bersih, asri dan tertib. Suasana pasar yang padat pengunjung pun tak membuat gerah karena tersedianya pipa-pipa pemacar uap pendingin jalanan pasar.Â
Pengelolaan limbah pasar berupa saluran air pun sangat modern di pasar Dongmun, tak ada bau menyengat sama sekali. Tak kalah penting, pengelolaan sampah di dalam dan di luar kompleks pasar. Ketika suasana pasar nyaman bagi pengunjung dan pedagang, maka akan banyak mengundang calon pembeli.Â
Mungkin inilah beberapa alasan sederhana sehingga Dongmun Market ini menjadi sasaran para pelancong yang datang ke Pulau Jeju.Â
Tak terasa, di akhir pekan tersebut, data di smartphone memberikan laporam bahwa saya telah berjalan kaki sejauh 14, 184 kilometer dan membuat 20.263 langkah. Lebih 10 ribu langkah ini tak membuat letih badan sama sekali. Total waktu jalan kaki saya adalah 3 jam 12 menit dan 49 detik. Aktifitas jelajah kota tua Jeju City ini berhasil membakar sebanyak 748,3 kcal.Â
Window shopping di pasar tradisional ditambah menjelajahi beberapa tempat sekitarnya telah memberikan dampak positif bagi tubuh saya. Di samping itu, saya kini seolah tak merindukan nyamannya memutar setir mobil, menginjak pedal gas atau menggeber motor seperti yang selama ini menemani saya setiap hari di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Negara baru, masuk budaya baru dan membiasakan diri akan membuat nyaman perjalanan hidup di negeri orang.
Jeju City, 16 September 2024
Yulius Roma Patandean - Peserta Asia Pacific Teacher Exchange - Korea Indonesia Teacher Exchange 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H