Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pendeta Yunus Marthen Baso, Pejuang Ternak Lokal Toraja

16 Agustus 2024   14:56 Diperbarui: 18 Agustus 2024   19:47 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama pendeta Yunus Marthen Baso usai pelayanan ibadah hari Minggu di awal Agustus 2024. Sumber: dokumentasi pribadi.

Yunus Marthen Baso, demikian namanya.  Ia adalah seorang pendeta Gereja Toraja. Tiga tahun menjelang masuk masa purnabakti ia tetap tekun dan terus bergerak pada satu bidang yang selama ini ditekuninya secara otodidak. Uniknya, ia banyak dikenal warga Toraja bahkan warga di luar Toraja bukan karena profesi sebagai pendeta. 

Pendeta dengan ciri khas kumis tipis dan berkacamata ini populer dengan dua panggilan. Panggilan pertama adalah pendeta Baso'. Sementara panggilan kedua adalah yang paling mudah dikenal warga, "pandita bai." Pandita (pendeta) dan bai (babi). Nama beken inilah yang boleh jadi membuat pendeta Baso' telah melanglang buana dari kampung ke kampung untuk menyalurkan keahlian khusus yang dimilikinya terkait ternak, secara khusus ternak babi. 

Virus demam babi Afrika atau yang selama ini populer dengan istilah African Swine Fever (ASF) telah mematikan ratusan ekor babi di berbagai wilayah Indonesia. Tak terkecuali kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Sudah ribuan ternak babi lokal orang Toraja yang turut menjadi korban keganasan virus ASF. 

Serangan virus ASF pun membuat harga babi di Toraja melonjak drastis. Rata-rata harga babi naik antara 20 hingga 90% dari harga normal. 

Tingginya harga babi ini diakibatkan oleh keterbatasan jumlah babi yang beredar di tengah masyarakat oleh karena babi dari luar Toraja sudah tidak diizinkan untuk masuk ke Toraja. Hal ini dimaksudkan untuk menekan peredaran virus ASF.

Di tengah kegamangan warga Toraja dalam beternak babi, pendeta Yunus Marthen Baso tiada henti bergerak ke berbagai tempat di Toraja untuk melakukan upaya pencegahan dan pengobatan terhadap babi warga yang sakit. 

Selain menyuntik babi-babi yang kena demam, pendeta Baso juga melakukan edukasi kepada warga yang dikunjunginya. Hal ini ia maksudkan agar warga setempat bisa mandiri dalam melakukan pencegahan, pengobatan dan perawatan ternak. 

Masukan model kandang babi yang baik pun ia lakukan. Ia bahkan mengajak warga dari luar komunitas Gereja Toraja untuk membangun kandang babi pemberdayaan murid Pusat Pengembangan Anak (PPA) di Salubarani.

Gotong-royong warga membuat kandang babi di Salubarani. Sumber: dokumentasi Yunus Marthen Baso.
Gotong-royong warga membuat kandang babi di Salubarani. Sumber: dokumentasi Yunus Marthen Baso.

Jadi, secara umum pendeta Baso tidak menjadikan keahlian khususnya tersebut sebagai profesi untuk menghasilkan pundi rupiah. Ia tidak meminta bayaran dan mematok tarif. Ia melakukan pelayanan pengobatan ternak dengan gratis. Ia hanya terdorong untuk menyelamatkan ternak warga. Kalaupun ada yang memberinya uang lelah menyuntik puluhan babi, ia sekedar meminta biaya pengganti obat yang dibawanya.

Ke mana-mana pendeta Baso pergi melayani, tak lupa ia menyinggung pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat lewat peternakan babi, kerbau, sapi dan kambing. Salah satu tujuan pelayanannya adalah ia ingin warga gereja atau warga kampung bisa mandiri. Caranya, dengan mengedukasi warga untuk beternak.

Saat ini, pendeta baso melayani di Jemaat Bukit Sion Salubarani. Sebuah komunitas Gereja Toraja di tapal batas perwakilan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang. Menjelang 3 tahun memasuki masa purnabakti, semangatnya terus membara. 

Di Salubarani, pendeta Baso sukses mengajak puluhan anggota gereja sukses sebagai peternak babi dan kerbau. Puluhan hingga ratusan ekor babi telah dimiliki satu kepala keluarga. 

Bersama pendeta Yunus Marthen Baso usai pelayanan ibadah hari Minggu di awal Agustus 2024. Sumber: dokumentasi pribadi.
Bersama pendeta Yunus Marthen Baso usai pelayanan ibadah hari Minggu di awal Agustus 2024. Sumber: dokumentasi pribadi.

Ketika serangan virus ASF mengganas, pendeta Baso berhasil melakukan edukasi yang menjadikan babi-babi di Salubarani tidak menderita serangan ASF. Kondisi ini membuat warga gereja menjadi jutawan. Harga babi melonjak drastis. Sementara kebutuhan anak babi dan daging babi makin tinggi karena tingginya permintaan untuk kegiatan adat rambu solo' dan rambu tuka'. Sekali menjual puluhan ekor anak babi dan babi siap potong, nilainya mencapai puluhan juta rupiah.

Dengan demikian, warga gereja sejahtera, maka gereja pun ikut terdampak. Persembahan warga untuk pelayanan dan pembangunan gereja makin tinggi pula.

Selain itu, pendeta Baso juga aktif mengedukasi dan melatih warga cara membuat pakan ternak babi yang sehat dan menggemukkan babi. Dengan cara fermentasi tradisional, babi peliharaan warga gereja di Salubarani bisa dipanen pada usia 3-6 bulan saja dengan kisaran harga 2,7 - 3,5 juta per ekor.

Pendeta Baso sedang menyuntik anak babi warga. Sumber: dok. Yunus Marthen Baso
Pendeta Baso sedang menyuntik anak babi warga. Sumber: dok. Yunus Marthen Baso

Jauh sebelum virus ASF menyerang ternak babi di Indonesia, pendeta Yunus Marthen Baso telah bergerak dalam mengobati ternak warga. Bukan hanya babi saja, ia pun dikenal spesialis menangani kerbau, sapi dan kambing. 

Hampir setiap minggu pendeta Yunus Marthen Baso meninggalkan jemaat tempat ia melayani hanya untuk memenuhi undangan warga dari tempat yang berbeda-beda untuk memberikan pelatihan terkait peternakan babi dan kerbau. 

Berbekal pengalaman pribadi ditambah pengalaman mengikuti berbagai pelatihan terkait budidaya ternak dalam negeri hingga internasional, pendeta Yunus Marthen Baso tiada henti berbagi ilmu yang memberdayakan masyarakat. 

Meskipun memiliki latar belakang pendeta Gereja Toraja, ia tetap dengan senang hati melayani permintaan dari kalangan lainnya, temasuk warga non-Kristen. Ia tak segan dan ringan tangan mendatangi warga non-Kristen yang membutuhkan uluran tangannya dalam menangani penyakit ternak, mengecek kehamilan ternak hingga perawatan berkala ternak.

Tak pernah pendeta Baso menolak ketika ada permintaan warga untuk menangani ternak babi atau kerbau yang mengalami masalah kesehatan. Inilah yang sepadan dengan nama bekennya, pandita bai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun