Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Media Sosial, Mendekatkan Jarak dan Membantu Hadirkan Solusi

29 Juli 2024   16:58 Diperbarui: 29 Juli 2024   21:13 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga dan media sosial. Sumber: digitalwellnesslab.org/ by Eleanor Dong

Media sosial sepertinya telah menjadi salah satu magnet bagi warga untuk menggunakannya. Platform media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, TikTok, Telegram dan X (Twitter). Animo pengguna layanan medsos terus meningkat seiring meningkatnya jumlah pengguna smartphone.

Tambahan pula, layanan jaringan internet dan data makin meluas hingga menyasar pedesaan. 

Berdasarkan data yang dikumpulkan We Are Social, ditemukan bahwa ada sekitar 139 juta pengguna media sosial di Indonesia. Jumlah ini setara dengan 49,9% populasi penduduk secara nasional.

Aplikasi WhatsApp adalah yang paling populer penggunaannya di Indonesia, diikuti Instagram, Facebook,  dan TikTok. Ditinjau dari sisi umur, pengguna aktif internet muali dari usia 16-64 tahun.

Harus diakui bahwa usia di bawah 16 tahun pun sudah aktif mengakses internet. Meskipun aplikasi meminta batasan usia minimal 17 tahun, akan tetapi tahun kelahiran bisa dimodifikasi.

Terlepas dari adanya dampak negatif dari kemudahan penggunaan media sosial ini, tawaran dampak positif tetap tinggi. 

Dalam kehidupan yang serba internet, data dan digital, jarak kini bukanlah tanda bahwa seseorang berjauhan dengan keluarganya. Jarak tempat tinggal yang dipisahkan oleh laut, samudera, pulau dan benua bahkan hanya sejauh telapak tangan di dunia masa kini. 

Minimal dalam satu keluarga kecil mereka menggunakan WhatsApp dan Facebook. Selain personal, WhatsApp cenderung menyediakan layanan grup. Sementara untuk Facebook, selain grup paling moncer saling follow satu sama lain. Facebook makin cemerlang karena aplikasi besutan META ini sudah terkoneksi langsung dengan Instagram. Jadi, penggunanya sekali mendayung dua tiga pulau terlewati.

Konektifitas media sosial dalam lingkup keluarga didominasi oleh penggunaan WhatsApp, Instagram dan Facebook. Saya dan keluarga besar kini memiliki dua grup besar di WhatsApp. Orang tua tinggal di kampung, saya di ibukota kabupaten sementara saudara-saudara yang lain tersebar di berbagai provinsi. Ada yang bermukim di pulau Jawa dan ada pula yang menetap di perkampungan Kalimantan Utara berbatasan dengan Malaysia.

Anggota keluarga kini semakin mudah saling berkenalan satu sama lain. Dari grup yang pada awalnya hanya berisi sepuluh orang, kini mencapai ratusan. Masing-masing saudara memasukkan sanak famili yang mereka kenal di tanah rantau. Mereka kini telah saling berkenalan akan menambahkan anggota keluarga lainnya.

Meskipun tanpa bertatap muka secara sinkronus offline, media sosial mampu mendekatkan jarak.

Selain mendekatkan jarak, media sosial kini sangat banyak membantu dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya di Toraja, ketika ada acara kedukaan, syukuran, pesta perkawinan atau kegiatan adat lainnya di mana banyak anggota keluarga yang tak bisa pulang kampung, maka koordinasi terkait jadwal acara, besara biaya dan konsep acara tinggal dibicarakan dalam grup keluarga. 

Suatu hari ada status kecelakaan di beranda, story atau reels di Facebook yang ikut ter-posting otomatis di Instagram menimpa salah satu anggota keluarga, sebelum petugas tiba di lokasi, biasanya pihak keluarga terkait sudah menerima informasi super cepat lewat video siaran langsung atau video call.  

Walaupun jarak saling berjauhan, tetapi koordinasi di grup sedikit banyak membantu lewat penyampaian informasi. 

Demikian pula ketika ada anggota keluarga yang tertimpa musibah duka, komunikasi di grup akan memudahkan pengumpulan dana.

Sementara, pada sisi kehidupan sosial anak usai sekolah, saling mengetahui akun media sosial di antara anggota keluarga juga turut membantu dalam mendeteksi potensi perundungan pada anak. 

Inilah yang saya dapatkan sepanjang minggu ini. Satu anak dari anggota keluarga terindikasi mengalami bullying dari teman sekelasnya. Hal ini ditandai oleh komentar pada status di Instagram yang nge-tag nama anak. Sekilas komentar-komentar yang muncul terlihat biasa saja. Tetapi komentar tersebut kemudian yang berimbas pada tidak maunya anak pergi ke sekolah. 

Hal tersebut kemudian menjadi kenyataan, karena anak yang kini duduk di bangku kelas 12 SMA tersebut mengalami gejala depresi. Saya bersama wali kelas, kesiswaan dan guru BK pun ditugaskan untuk menuntaskan masalah tersebut. Anak yang mendapatkan kalimat ejekan bercampur candaan di media sosial bahkan meminta untuk dipindahkan sekolahnya. Ia tak mau lagi kembali ke sekolah di mana di sana ada beberapa mantan sahabatya yang mem-bully-nya di media sosial.

Beruntung, ada anggota keluarga yang menyampaikan bahwa ada gejala kurang baik pada postingan di salah satu platform media sosial.

Jika penggunaan media sosial ini dikelola secara positif, tentunya akan membawa kebaikan-kebaikan yang tak bisa didapatkan di dunia tatap muka langsung. Bukan hanya mendekatkan jarak dan membantu penemuan solusi. 

Saling support lewat follow akun media sosial anggota, keluarga berpotensi pula mendukung usaha bisnis online keluarga. Jika beruntung pula, akun medis justru bisa memberikan penghasilan tambahan, misalnya Facebook dan Instagram hingga TikTok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun