Daun sirih banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional di kampung-kampung. Tanaman yang memiliki nama binomal piper betle dalam famili piperaceae ini juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik. Para  wanita pasti sudah tidak lazim dengan sejumlah merek kosmetik pembersih khusus kaum hawa.
Kegiatan yang menyangkut adat dan budaya, juga banyak terkait erat dengan daun sirih, khususnya di daerah yang masih memelihara tradisi setempat.Â
Bagi warga suku Toraja, daun sirih memiliki posisi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Daun sirih yang dibudidayakan secara tradisional di pekarangan rumah banyak dimanfaatkan orang tua suku Toraja untuk campuran ketika mengunyah buah pinang dan kapur serta gulungan tembakau kering. Aktifitas yang disebut ma'pangngan ini setiap hari butuh daun sirih dan buah sirih.Â
Tak kalah pentingnya adalah daun sirih yang dikenal suku Toraja dengan sebutan baulu atau bolu, mengambil peran sakral pada setiap kegiatan adat, baik dalam tradisi rambu solo' (kedukaan) maupun rambu tuka' (syukuran dan perkawinan).Â
Secara khusus dalam tradisi lamaran secara adat, daun sirih atau bolu wajib ada sebagai isi utama paket hantaran yang disebut pangngan.Â
Daun sirih memiliki makna filosofis tinggi dalam pertunangan hingga perkawinan suku Toraja. Oleh karena makna tersebut, makna tidak semua daun sirih bisa digunakan untuk hantaran lamaran. Hanya daun sirih tertentu dengan syarat khusus.Â
Adapun ciri daun sirih yang bisa digunakan adalah yang memiliki tiga pasang urat daun yang mana setiap ujung pangkal uratnya bertemu. Jika pada selembar daun sirih ketiga pasang urat ada yang ujungnya tidak bertemu maka tak bisa digunakan.Â
Dalam rangka menyiapkan daun sirih yang memenuhi syarat, maka perlu dibantu atau dipandu oleh seorang tokoh adat/tokoh masyarakat.Â
Maksud dari ketiga pertemuan pangkal urat daun adalah agar rumah tangga yang akan dibina kelak bisa harmonis dan sejahtera. Jika hanya ujung pangkal urat daun sirih yang bertemu hanya bagian paling bawah, maka dimaknai dengan pemahaman bahwa rumah tangga yang dibina nantinya hanya mementingkan urusan nafsu belaka. Pun demikian jika hanya urat paling atas yang bertemu, pasangan dalam rumah tangga hanya mementingkan ego lewat pikirannya.Â
Daun sirih yang memiliki 3 urat berbanding 4 atau 4 pasang urat tak bisa juga digunakan, apalagi jika hanya  2 pasang urat daun saja.Â
Dalam pelamaran tradisional Toraja di masa lalu, jika urat pada daun sirih tidak sesuai, maka lamaran bisa tertolak. Pihak keluarga perempuan akan mempelajari semua daun sirih yang dibawa keluarga laki-laki.
Intinya, daun sirih yang dibawa oleh keluarga laki-laki memuat gambaran filosofis kehidupan rumah tangga yang akan dibinanya di masa akan datang. Harmonis tidaknya rumah tangga mereka sudah digambarkan oleh daun sirih yang dibawa.
Saking vitalnya daun sirih dengan urat khusus ini, sehingga membuat pihak keluarga laki-laki wajib teliti ketika memetik daun sirih untuk digunakan sebagai bagian pokok pelajaran secara adat.Â
Di masa modernisasi saat ini, sirih mulai jarang ditemukan. Cara tercepat adalah dengan membeli di pasar-pasar tradisional. Sirih yang dijual di pasar, pada setiap paketnya, kadang hanya memuat 2-3 lembar saja yang memiliki pertemuan 3 urat daun. Sehingga, memang betul-betul diteliti.
Seorang laki-laki yang akan melakukan pelamaran secara adat Toraja, menyiapkan 12 ikat daun sirih. Setiap ikatan berisi minimal 3 lembar daun sirih. Pada umumnya, tiap ikatan berisi 3-5 lembar, sesuai kesepakatan dengan keluarga pihak perempuan.
Daun sirih diikat dengan benang dari pelepah pisang kering. Selanjutnya digabungkan dengan 12 biji buah pinang, 12 buah sirih, dan 12 gulungan tembakau kering.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H