Setiap event, turnamen, pertandingan atau kejuaraan di bidang olahraga selalu melibatkan dua elemen penting. Ada panitia dan peserta.
Panitia terdiri atas sejumlah personil yang membidangi masalah teknis. Ada yang menangani run down acara, pembiayaan, juri/wasit, konsumsi, keamanan hingga yang paling penting adalah kesehatan.
Beberapa waktu lalu, dunia olahraga, secara khusus di Indonesia dikejutkan dengan kematian seorang atlet bulutangkis China, Zhang Zhijie. Singkatnya, pebulutangkis junior berusia 17 tahun itu kolaps di lapangan pertandingan. Gejala serangan jantung tentunya menjadi pemicu tumbangnya sang pemain.
Zhijie terjatung dan mengalami kejang-kejang di kala sedang bertanding di babak penyisihan grup BNI Badminton Asia Junior Championships 2024 di Yogyakarta tanggal 30 Juni 2024 yang lalu. Â Gagal jantung menghinggapi Zhijie.
Ada indikasi keterlambatan penanganan dari dokter yang ditugaskan di kejuaraan. Keterlambatan ini disinyalir menjadi biang keladi meninggalnya sang atlet.
Melihat durasi penanganan Zhijie lewat komunikasi pertama dengan permintaan izin ke wasit pertandingan, terbuang waktu sekitar 40 detik. Selanjutnya tim medis membutuhkan waktu 20 detik sebelum mengambil keputusan penanganan.Â
Ketika Zhijie harus dirujuk, butuh waktu lagi sekitar 10 menit untuk menembus jarak 4,7 km menuju rumah sakit terdekat.Â
Henti jantung mendadak membuat atlet China menghembuskan nafas terakhir.Â
Belajar dari kasus tersebut, ada kesenjangan antara penanganan atlet dengan regulasi pertandingan.Â
Lalu, siapakah yang memiliki kelalaian dalam kasus ini? Apakah atlet, official atlet itu sendiri, official pertandingan atau pihak kesehatan pertandingan?
Sudah bukan waktunya saling menyalahkan terkait insiden tersebut. Masalah terlambatnya penanganan pertolongan pertama ketika Zhijie tumbang di lapangan sebaiknya dijadikan pembelajaran untuk penyelenggaraan kegiatan olahraga ke depan. Bukan hanya skala internasional tapi juga skala terkecil selevel turnemen tarkam (antar kampung).
Belajar dari sejumlah kejadian vital, maka sejak awal, sebelum kejuaraan berlangsung, sudah seharusnya ada kesepakatan awal terkait regulasi pertandingan terkait penanganan atlet yang mengalami masalah kesehatan di laur jangkauan pikiran manusia.
Official pertandingan perlu meminta riwayat kesehatan atlet jauh-jauh hari sebelum pertandingan berlangsung. Bukan hanya surat keterangan sehat semata.
Berdasarkan pengalaman mengikuti sejumlah event olahraga, faktor kesehatan biasanya "hot" di masa registrasi. Selebihnya, "cooling down" ketika memasuki pertandingan. Sehingga, seringkali data riwayat kesehatan dianggap sepele.Â
Selanjutnya, panitia pertandingan perlu membuat kebijakan terkait durasi waktu penanganan atlet yang mengalami masalah tiba-tiba di lapangan. Harusnya, dibuat regulasi yang membedakan penanganan indikasi cedera secara fisik dengan kejadian kolaps karena gagal jantung.Â
Minimal pada sesi technical meeting, penanganan ini sudah disepakati oleh panitia dan atlet. Jika perlu, organisasi di mana atlet bertanding sudah memiliki regulasi yang dimaksud.Â
Sangat dianjurkan pula bahwa pada setiap pertandingan ada panitia resmi yang bertugas di lapangan untuk mengambil kebijakan dalam kondisi darurat tanpa harus meminta izin ke wasit. Kalau pun harus ada jejak izin tertulis wasit, maka bisa diatur ketika pertolongan pertama telah dilakukan.Â
Pembekalan terkait kompetensi official pertandingan dalam mendeteksi dan menangani kasus atlet tak terduga dalam kesehatan juga perlu digelar secara rutin. Terutama untuk cabang olahraga yang dominan menguras energi fisik.Â
Dokter spesialis jantung sebaiknya disiapkan di semua jenis kejuaraan olahraga. Kita berharap kasus yang pernah menimpa kapten tim nasional Denmark, Christian Eriksen di Piala Eropa 2020 yang kolaps ketika menghadapi Finlandia bisa terwujud di cabang olahraga lain. Penanganan cepat dan tepat membuat nyawa Eriksen terselamatkan dan aktif kembali merumput di lapangan hijau.
Kolaborasi antara pembuat aturan pertandingan dengan keterbukaan data riwayat kesehatan atlet sekali lagi perlu dikedepankan dan dipertegas. Di samping itu, kompetensi seluruh perangkat pertandingan perlu diasah secara sustainable.Â