Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mengapa Pinggir Jalan Masih Menjadi TPA Primadona?

24 Juni 2024   10:05 Diperbarui: 26 Juni 2024   14:14 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah mengapa sampah selalu menjadi masalah klasik kehidupan. Yang terkena dampaknya adalah manusia sementara penghasil sampah adalah manusia sendiri. Begitu mudahnya sampah terbuang di sekitar kita. Tak kenal tempat sampah apalagi fasilitas umum.

Tempat-tempat sampah biasanya sudah tersedia di berbagai tempat. Ada bak sampah dari dinas kebersihan, perkantoran dan milik rumah tangga. Di mana-mana ada tempat pembuangan sampah. Tetapi, sekali lagi, masih dominan warga yang membuang sampah serampangan begitu saja. 

Selain selokan, parit, sungai, pos ronda, jembatan dan semak-semak, pinggir jalan adalah salah satu lokasi primadona tempat pembuangan sampah. Biasanya, lokasi yang dijadikan TPA dadakan adalah pinggir jalan yang sepi dari rumah warga. 

Awalnya memang menjadi lokasi TPA sampah dadakan. Biasanya yang memulai pembuangan sampah pertama adalah mobil bak-bak terbuka pengangkut ayam, dedak, buah-buahan dan sayuran. Para sopir, kernet atau pemilik kendaraan rutin membuang sampah di tempat yang sama setelah kembali dari tempat tujuan.

Oleh karena menjadi kebiasaan membuang sampah di lokasi tersebut, maka pengendara lain yang melintas pun pada akhirnya melihat ada lokasi pembuangan sampah. Maka, secara berangsur-angsur, bukan hanya pemilik mobil tertentu saja yang membuang sampah. Warga secara umum pun memanfaatkan lokasi TPA di alam terbuka sebagai TPA primadona.

Ya, di sana tentunya aman dari petugas dinas kebersihan kota dan satpol PP. TPA-nya ada di kawasan hutan. Tak ada rasa bersalah dari mereka yang dengan entengnya membuang bungkusan kantong plastik dan karung berisi sampah. 

Sampah berserakan di pinggir jalan. Sumber: dokumentasi pribadi. 
Sampah berserakan di pinggir jalan. Sumber: dokumentasi pribadi. 

Pemandangan akan lokasi pinggir jalan yang diajadikan sebagai TPA pasti banyak ditemui di sepanjang ruas jalan. Jalan nasional, provinsi dan daerah semuanya memiliki pemandangan tersebut.

Tak terkecuali jalan trans Sulawesi poros Kabupaten Toraja Utara menuju Kota Palopo. Sampah menumpuk dan berserakan mulai ditemui setelah keluar dari kampung Nanggala. 

Umumnya sampah berupa bekas air mineral, bungkus makanan dan popok banyak ditemui di lokasi yang dijadikan sebagai rest area oleh pengendara. Di sekitar lokasi tersebut, memang sudah tidak ada lagi kawawan perumahan warga. Yanga ada hanyalah hutan hujan tropis yang menghiasi sepanjang badan jalan.

Tumpukan sampah paling banyak dan menonjol ditemui setelah kurang lebih satu kilometer meninggalkan kawasan perbatasan, Kaleakan. Dari arah Toraja menuju Palopo, TPA alam berada di sebelah kiri jalan. 

Tempat tersebut memang sangat sepi. Mau berhenti pun kita enggan mengingat kabut tebal sering menutupi lokasi. Sesekali bau menyengat kurang sedap tercium oleh pengendara dan penumpang mobil ketika angin berhembus. 

Jika diperhatikan dengan seksama, lokasi tersebut sudah bertahun-tahun menjadi TPA. Uniknya, di sekitar TPA ada papan plang terbuat dari besi bertuliskan "ASSEMBLY POINT." Entah apa maksud dari petunjuk tersebut. Apakah sengaja dipasang karena dulunya dijadikan sebagai tempat penjemputan penumpang ataukah sengaja dipasang sebagai "teguran halus" kepada mereka yang membuang sampah sembarangan.

Mungkinkah pada beberapa waktu yang lalu, lokasi TPA pernah menjadi titik kumpul bagi para pendaki, pecinta alam atau petugas/pekerja tertentu? Tidak ada sumber yang bisa memberikan jawaban. Hanya pepohonan alam dan kabut tebal yang menyimpan rahasia jawaban di sana.

Menurut analisa pemikiran saya, bisa saja itu adalah tanda peringatan dan teguran. Mengapa? Teguran-teguran keras dari pihak Perhutani, pecinta alam, Pemda dan pemerintah desa selama ini banyak terpasang di sepanjang jalan poros Toraja-Palopo. Bahkan pernah ada papan peringatan dengan tulisan jenaka, "Hanya Monyet yang Membuang Sampah Di Sini." Tetapi, tidak mempan, sampah-sampah masih menumpuk.

Jika ditinjau dari posisi bungkusan sampah, maka sampah-sampah yang menumpuk sudah dipastikan dibawa dari arah Toraja Utara. Banyak bekas dedaunan dari sayuran dan buah-buahan. Ada pula bekas jeroan ternak. Sampah limbah rumah tangga banyak pula menumpuk. 

Bahaya jangka panjang sudah mengintip dengan kebiasaan membuang sampah di sepanjang jalan poros Toraja-Palopo ini. Bahu jalan rawan amblas, khususnya yang berbatasan langsung dengan tebing curam. 

Tumpukan sampah yang tak bisa terurai, dalam jangka waktu yang lama juga bisa memicu terjadinya tanah longsor. Apalagi, kontur tanah di sepanjang jalan basah, berbatu dan berpasir. Ketika musim hujan tiba, sangat rentan terkikis air dari tebing. 

Tambahan pula, bencana tanah longsor sering terjadi di sepanjang ruas jalan ini. Sehingga perilaku membuang sampah sembarangan, apalagi sampai menumpuk bertahun-tahun tentunya akan membawa ancaman di masa mendatang. Terputusnya jalan trans Sulawesi ini karena longsor atau jalan amblas, sangat berpotensi mempengaruhi arus perekonomian dari kabupaten dan kota sekitar.

Kawasan hutan yang masuk hutan lindung di sepanjang ruas jalan harus dijaga agar tetap lestari. Jika sampai rusak, bukan tidak mungkin ketersediaan air tanah melimpah yang menjadi penyuplai kebutuhan air menuju kota Palopo suatu hari nanti benar-benat berubah menjadi bencana yang lebih masif lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun