Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ayo, Perkenalkan Cara Bertani Kepada Anak Sejak Dini

22 Juni 2024   06:34 Diperbarui: 23 Juni 2024   06:39 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajak anak mengenal cara bertani. Sumber: dokumentasi pribadi

Dunia anak masa kini sangat kontras dengan masa anak-anak dan remaja dua puluh tahun sebelumnya. Digitalisasi, teknologi dan perkembangan dunia yang sangat cepat membuat anak mengikuti tren hidup masa kini. Pemenuhan kebutuhan serba instan dan pola bermain yang cenderung soliter juga telah menjadi ciri kehidupan harian anak saat ini. 

Kehadiran smartphone dan gadget sejenisnya, suka atau tidak suka, telah banyak mempengaruhi cara bergaul dan cara bermain mereka. Kecenderungan bermain game online atau nonton video TikTok dan YouTube telah mengubah konsep bermain dan bersosialisasi. 

Di wilayah yang tekah terjangkau internet, sudah jarang ditemui saat ini kelompok anak yang memainkan permainan tradisional daerah mereka. Penggantinya adalah kelompok anak-anak yang sedang "mabar" game online. 

Melihat kondisi ini, sebagai orang tua, kita wajib memperkenalkan konsep bermain anak yang lebih dekat dengan lingkungan alaminya. Sambil bermain anak-anak pun secara tidak langsung ikut belajar. 

Inilah yang saya lakukan di masa libur Idul Adha. Anak-anak diajak ke kampung. Selain bertujuan untuk silaturahmi, sejenak anak-anak lupa pada kebiasaan bersenda gurau dengan gadgetnya. 

Tanpa diminta, anak-anak sudah meminta sendiri untuk bermaian di kebun. Di belakang rumah keluarga, terdapat kebun sayur yang luas. Di sana ada lahan seledri, bawang, kol, sawi, tomat, cabe dan labu siam. 

Mereka berlari dan berteriak kegirangan di atas lahan sayur. Secara spontan pun mereka bermain tanah dan ikut memanen bawang, seledri dan cabe. 

Di sela-sela kegiatan mereka, banyak pertanyaan yang mereka ajukan. Dengan sabar saya menjawab setiap pertanyaan.

Anak-anak penasaran dengan model bedengan, parit, pembibitan, pupuk kandang dan banyak lagi. Pembicaraan sambil bermain dan memanen mampu memberikan tambahan pengetahuan kepada mereka tentang bertani dan berkebun. 

Cara mencangkul tanah mereka praktikkan. Memang tak boleh capek merespon pertanyaan anak. Ketika bibit dan tanaman pun mereka cabut atau injak, mereka harus diikuti dengan bekal informasi yang bermanfaat. 

Sangat senang melihat anak-anak belajar mencabut bibit kol dan mencabut batang-batang daun seledri. Celoteh dan tingkah lucu mereka sejenak menghapus penat pekerjaan. 

Sekitar tiga jam lebih anak-anak lupa akan gadgetnya. Mereka terlanjur jatuh cinta dengan suasana di kebun. Mereka paling senang dengan aktifitas menggali tanah, memcabut bawang, dan memanen cabai. 

Tingkah lucu seperti memanen cabai dengan mencabut batangnya pun bagi saya bukanlah sebuah kesalahan. Sambil tertawa, di sanakah saya menuntun cara memanen yang benar. 

Penjelasan akan penggambaran tanah, penggunaan pupuk kandang hingga manfaat dari penyiraman tanaman adalah bekal bagi anak di masa pertumbuhan mereka. Bukan maksudnya memperkenalkan pola hidup orang tuanya di masa lalu. Namun, perkenalan akan bertani dan berkebun juga membantu mereka untuk memfolah pikiran cara bertahan hidup.

Anak-anak usia PAUD hingga SMP bermain tanah hingga kotor dan berlumpur adalah hal lumrah. Saya biarkan saja mereka bermain dengan alamnya. 

Di pinggir kebun ada sekelompok tanaman tebu. Anak-anak ternyata tidak tahu bahwa itu adalah salah satu camilan gratis yang enak dan mengasyikkan. 

Perkenalan dan pembelajaran pun berlanjut. Anak-anak diajar cara memanen tebu, membersihkan dan mengunyah barang tebu. Di sini pula, anak-anak pada akhirnya tahu bahwa bubuk gula halus yang sering mereka makan bersama donat berasal dari tebu. 

Sumber: dokumentasi pribadi. 
Sumber: dokumentasi pribadi. 

Satu pelajaran lagi yang anak-anak dapatkan selama ada di kebun adalah berinteraksi langsung dengan kambing. Di kebun juga ada kandang kambing. Mereka pun belajar cara memberi makan kambing. Banyak pula pertanyaan mereka seputar kambing. Intinya, jawaban untuk pertanyaan mereka terkait dengan susu dan sate. 

Tanpa terasa waktu memasuki maghrib ketika anak-anak terlihat enggan meninggalkan kebun. Mereka masih ingin memanen cabe. Mungkin karena bermainnya ramai-ramai dengan banyak cerita, hingga mereka pun lupa akan waktu. 

Tingkah laku anak-anak sudah mewakili memori puluhan tahun yang lalu ketika kami sebagai orang tuanya banyak menghabiskan waktu di kebun untuk membantu orang tua dan keluarga memenuhi kebutuhan hidup. Dengan cara bertanilah kami bisa menyelesaikan pendidikan. 

Semoga dampak liburan singkat di kampung sambil berkebun ini anak-anak mendapatkan bekal pikiran untuk kebutuhan mereka di masa mendatang. Setidaknya, anak-anak mulai paham peran penting lingkungan, alam dan pertanian dalam tata kelola kehidupan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun