Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pergerakan Ekonomi Lewat Bisnis Hewan Kurban di Toraja

11 Juni 2024   06:30 Diperbarui: 11 Juni 2024   07:55 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seekor hewan kurban yang ditambatkan di sebuah pekarangan warga. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Hari Raya Idul Adha atau yang lebih populer dinamai lebaran haji di Tana Toraja akan dirayakan oleh umat Muslim pada tanggal 17 Juni 2024 mendatang. Toraja pada umumnya mayoritas Kristen, tetapi warga Muslim Toraja tetap merayakan hari besar agama Islam ini setiap tahun.

Berbicara lebaran haji, maka kami di Toraja mengenal hari raya ini dengan ciri khas daging kurban. Karena memang lebaran haji identik dengan daging sapi dan kambing.

Hewan untuk kurban di Toraja biasanya didatangkan dari luar daerah. Secara khusus sapi. Biasanya sapi dari luar diperuntukkan untuk beberapa mesjid yang ada di ibu kota kabupaten. Sapi-sapi tersebut dibeli dari pedagang hewan kurban yang ada di kabupaten tetangga, yakni Enrekang dan Sidrap.

Pada umumnya, sapi-sapi yang didatangkan dari luar ini tak seberapa. Biasanya disumbangkan oleh tokoh masyarakat atau pengusaha hingga tokoh politik. 

Untuk hewan kurban sendiri, warga Muslim Toraja lebih cenderung menggunakan atau membeli sapi dan kambing yang diternakkan secara tradisional oleh warga lokal Toraja. Alasannya sederhana, sapi dan kambing lokal lebih sehat, aman dan terpantau kondisinya. Dagingnya lebih nikmat karena makanannya alami.

Wilayah yang banyak populasi sapi dan kambing di Toraja meliputi Kecamatan Mengkendek, Gandangbatu Sillanan, dan Bonggakaradeng. Ketiga kecamatan ini berisisan langsung dengan perbuatan kabupaten Enrekang yang mayoritas warganya Muslim. 

Teknik beternak sapi di Toraja tidak dikandangkan, melainkan dilepas liarkan di alam terbuka. Khusus di Bonggakaradeng, sebagian besar sapi dilepasliarkan di alam terbuka. Nanti ditangkap jika dibutuhkan. 

Setiap pemilik sapi sudah menandai dan memiliki bahasa sandi tersendiri terhadap sapi-sapi mereka. Sisanya ditambatkan di area terbuka. Inilah yang membuat daging sapi lokal Toraja lebih digemari di hari raya lebaran haji setiap tahun.

Hewan kurban yang dibeli warga Muslim tidak hanya hasil ternak warga Muslim saja, melainkan lebih banyak merupakan ternak warga lokal non Muslim. Setiap tahun, semua peternak tradisional turut meraup rupiah dari hasil penjualan hewan kkurban. Faktor kekerabatan dan hubungan darah turut mempengaruhi kelangsungan jual-beli sapi lokal di Toraja.

Termasuk ibu saya di kampung, setiap tahun seekor sapi jantan peliharaannya rutin dibeli oleh salah satu pengurus masjid. Sejak tahun 2017 ibu saya beternak sapi. Dua kali setahun, indukan sapi melahirkan. Anak sapi inilah yang diternakkan untuk persiapan lebaran haji. Tanpa perantara, sapi terjual. Harga jual sapi selama ini berkisar antara 12-25 juta rupiah. Tergantung dari bobot dan usia sapi.

Untuk pergerakan jual-beli hewan kurban di Toraja, tidak mengenal adanya pasar tumpah hewan kurban atau pembukaan lokasi khusus hewan kurban. Karakter jual-belinya adalah orang yang butuh hewan kurban akan mencari sendiri ke kampung-kampung di sekitar Toraja. Sekali lagi, pembeli hewan kurban biasanya pula sudah mendapatkan informasi sejak lama tentang keberadaan dan kondisi hewan.

Hewan kurban berupa kambing paling jauh didatangkan dari Kecamatan Alla, Baroko, dan Curio di Kabupaten Enrekang. Sisanya dari peternak lokal. Harganya pun masih harga kekeluargaan. Berkisar antara 3-6 juta, tergantung dari jenis kambingnya. Kambing lokal biasanya lebih murah.

Ciri khas sapi dan kambing untuk kurban di Toraja, biasanya sudah diikat atau ditambatkan di halaman rumah warga terdekat dari sebuah masjid. Saat ini, sapi untuk kurban sudah mulai menampakkan diri. 

Seperti yang saya jumpai di sekitar masjid yang ada di jalan akses bandara Toraja di Mengkendek. Sudah ada sapi yang ditambatkan di halaman belakang sekolah. Dari warna kulit yang cerah dan bersih, sapi tersebut berasal dari warga lokal.

Tak ada pemeriksaan hewan kurban yang dibeli dari warga lokal. Pemahaman tradisional bahwa makanan sapi-sapi lokal adalah rumput liar di alam atau rumput yang memang ditanam warga. Tak ada pemberian ampas tahu atau asupan lain. 

Pihak terkait hanya memeriksa beberapa hewan kurban yang masuk dari luar Toraja. Biasanya petugas langsung memeriksa hewan kurban tersebut di halaman masjid.

Di gerbang perbatasan kabupaten pun telah siaga petugas dari dinas kesehatan untuk mengecek hewan kurban yang masuk ke Toraja. Tetapi sejauh ini aman karena hewan tersebut tak seberapa saja. Hanya permintaan orang tertentu. 

Lebaran haji tetap menjadi berkah bagi lokal Toraja, baik yang Muslim maupun non Muslim dari hasil penjualan hewan kurban. Dalam hal perayaan pun, warga non Muslim adalah yang paling banyak hadir. Hal ini dikarenakan oleh masih kuatnya toleransi terhadap pluralisme di Toraja.

Saya yakin, tradisi memanfaatkan sapi dan kambing lokal Toraja masih akan dipertahankan hingga puluhan tahun ke depan selama warga masih aktif mengembangbiakkan sapi dan kambing di perkampungan dengan metode tradisional yang telah turun-temurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun