Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguji Durabilitas Makan Bergizi Gratis

4 Juni 2024   17:54 Diperbarui: 5 Juni 2024   05:52 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makan bergizi. Sumber: Diolah dari bobo.grid.id

Program makan bergizi gratis tengah menjadi isu hangat dalam dunia pendidikan Indonesia. Program yang dimaksudkan untuk menjadi bagian dari upaya mencerdaskan generasi bangsa dan menurunkan stunting ini akan dieksekusi di masa pemerintahan presiden Prabowo Subianto dan Gibran  Rakabuming Raka. 

Kabar makan gratis tentunya membuat banyak orang senang menyambutnya. Gratis karena siswa tak perlu lagi membawa uang jajan ke sekolah. Apalagi jika dikaitkan dengan layanan makanan gratis untuk para siswa dan murid SD di wilayah terpencil. Anak-anak di sana pastinya sangat gembira, termasuk orang tua mereka. Betapa tidak, mereka jarang mengenal istilah jajan di sekolah. Sekarang, mereka akan menerima makan bergizi dan gratis pula.

Pada sudut pandang yang lain, program makan bergizi gratis ini datang pada waktu yang kurang tepat. Timingnya kurang sreg. Mengapa demikian?

Saat ini sedang maraknya pelaksanaan lima hari sekolah, secara khusus di sekolah negeri. Otomatis, para siswa sudah bawa bekal dari rumah. Memang sih, jika ada nanti program makan gratis, siswa tak perlu lagi bawa bekal.

Lalu, kantin-kantin sekolah akan kena dampak dari program ini. Seperti diketahui, rata-rata pengelola kantin sekolah adalah warga sekitar sekolah. Dengan adanya program makan bergizi gratis, penghasilan mereka otomatis terganggu.

Kemudian, sanggupkah pemerintah benar-benar melayani kebutuhan makan bergizi gratis ini hingga ke pelosok negeri. Saya kuatirnya, program ini lebih dominan menyasar sekolah-sekolah mapan. Sementara sekolah pinggiran tidak maksimal. Apalagi jika harus menyiapkan makan untuk sekolah yang harus ditempuh jalan kaki hingga berjam-jam untuk tiba di sekolah. 

Berbicara tentang bahan baku olahan makanan bergizi untuk siswa, sejauh mana efektifitasnya? Satu bulan pertama, bahan baku masih bisa diperoleh dengan mudah. Tetapi, seiring berjalannya waktu, bahan baku cenderung mengalami kenaikan. Sementara porsi makan setiap siswa tetap normal.

Nah, terkait dengan biaya makan ini, sampai sekarang belum jelas bagi kami di daerah tentang asal muasal sumbernya. Sejauh ini, baru anggota TNI yang telah mengecek lokasi sebagai dapur umum untuk melayani puluhan sekolah. Di Kabupaten Tana Toraja, TNI telah meninjau lokasi gedung guru PGRI untuk disewa sebagai dapur umum pengadaan makan bergizi gratis ini. Artinya, jika anggota TNI yang jadi juru masak dan membagikan makanan setiap hari, sudah jelas bahwa dananya dari TNI.

Lalu, berapa lama ketahanan TNI untuk menyisihkan anggaran kesatuan mereka untuk membiayai makan anak-anak sekolah yang jumlahnya bisa mencapai ribuan anak dalam satu kelurahan/desa? 

Tantangan berikutnya adalah sejauh mana ketahanan siswa untuk tetap menyukai menu makanan yang disajikan nantinya? Mungkinkah mereka tidak akan bosan? 

Jika anggaran makan bergizi gratis dibebankan kepada dana BOS, maka sudah pasti operasional sekolah akan terdampak. Bisa dibayangkan jika sekali makan sehari, anggaran makan tiap anak minimal Rp 20.000 dikalikan  400 anak, maka jebollah anggaran dana BOS. Gaji guru honor justru bisa benar-benar gratis nantinya.

Pemberian makan bergizi gratis belum tentu akan membuat anak sejahtera batin dan mandiri. Justru, sikap manja akan mulai menggoda mereka karena terbiasa dengan pemberian gratis di masa pertumbuhan dan perkembangannya. Kemandirian  mereka tak teruji. Makan gratis ini bisa dikatakan penyederhanaan  bansos dan raskin. 

Sehingga durabilitas program ini masih meragukan untuk bisa bertahan lama. Sebaiknya pemerintah menata ulang program ini dan mencari alternatif yang lebih mendidik dan melatih kemandirian siswa. 

Hal yang paling saya soroti adalah sejauh mana pelayanan makan bergizi gratis ini di sekolah pelosok tanpa akses jalan dan pasar yang memadai. Apalagi jika makannya sekali setiap hari. 

Lebih elegan jika pemerintah bisa menekan harga komoditi kebutuhan sehari-hari warga. Semua bisa menikmati. Jika makan bergizi gratis, sebenarnya hanya menguntungkan pihak tertentu. Misalnya, pemberian susu kotak sekali setiap hari kepada setiap anak, produk susu tersebut kan milik salah satu pengusaha nasional. Maka, perusahaan tertentulah yang merupakan untung karena produknya dijadikan salah satu bahan baku utama pemberian makan bergizi gratis.

Saya lebih cenderung pemerintah tidak langsung menerapkan program ini meskipun presiden Jokowi telah menyusun anggaran untuk pelaksanaan tahun 2025. Pemerintah sebaiknya lebih mendorong warga untuk terbiasa hidup sehat dari makanan bergizi di sekitar mereka. 

Infrastruktur jalan masih banyak yang terbengkalai dan tak layak pakai. Mobilitas pengadaan bahan baku makanan dan pengantaran paket makanan gratis ini bisa tidak maksimal jika akses jalan masih rusak.

Tak ada salahnya kembali menggalakkan pemanfaatan pekarangan sebagai lahan tanam sayur dan kebutuhan dapur. Khusus di sekolah, kantin-kantin dianjurkan untuk menjual makanan sehat dan bergizi dengan porsi yang terjangkau oleh isi kantong anak-anak.

Jika pun wajib diterapkan, maka makan bergizi gratis di sekolah sebaiknya dikelola langsung oleh sekolah. Adantiga opsi yang bisa diterapkan.

Pertama, pemerintah memberikan anggaran tersendiri yang dipaketkan menyerupai dana BOS. Jumlah anggaran tiap sekolah disesuikan dengan jumlah siswa yang ada dikalikan dengan biaya sekali makan. Transfer anggaran dilakukan setiap bulan setelah pihak sekolah melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan. LPJ wajib dilakukan oleh sekolah untuk menghindari penyalahgunaan anggaran. 

Kedua, anggaran makan gratis ditambahkan ke dalam dana BOS dengan laporan pertanggungjawaban mengikuti dana BOS. Hanya saja, jika opsi ini dijalankan, maka pihak sekolah harus kerja sama dengan warung atau kantin tertentu untuk "ngutang" terlebih dulu.

Ketiga, pemerintah mengubah makan bergizi gratis dengan pemberian asupan berupa vitamin. Ini lebih fleksibel dan produk bisa bertahan lama. 

Makan gratis belum tentu bergizi dan makan bergizi belum tentu gratis. Setiap kebijakan memiliki konsekuensi yang lambat laun akan dirasakan. Jadi, mari membangun insan cendekia negara ini dengan lebih arif dan bijaksana meskipun tanpa makan bergizi yang gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun