Saya yang segera tersadar akan kondisi yang sebenarnya sudah sakit perut menahan tawa. Dengan sedikit membungkuk saya pun berpindah perlahan ke ujung jembatan di mana Robert berada.Â
Tak lama berselang, sang bapak meminta pamit untuk berjalan duluan pulang. Adapun jalur yang kami lalui nantinya di Belau tidak sama.
Ternyata,  karung yang dibuka dan diambil kuenya oleh Robert adalah milik bapak yang menemani kami. Balasan sang bapak yang mengatakan "Iya, kurre sumanga'. Anna sepu'ku tu, ya to na bawa to ma'motor ina'." ; jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya "Iya, terima kasih. Karung itu adalah milik saya yang dibawa juga oleh pengendara motor tadi."
Robert masih terlihat serius menelpon, saya sudah tidak memperhatikan kalimat-kalimat pembicaraannya. Pandangannya pun serius menatap langit dan pepohonan saat menelpon.
Padahal, di Kecamatan Masanda tidak ada sinyal jaringan telepon sama sekali. Alinya blank spot area. Perut kami sakit menahan tawa.Â
Mengetahui bapak tadi sudah berlalu, tawa kami pun meledak. Ternyata kami salah mengambil bungkusan. Pantas saja kami sedikit kebingungan waktu mendapati karung tersebut. Tak ada yang mengaku. Milik orang lain.
Robert pun tersadar dari upayanya menelpon mengalihkan suasana karena telah salah mengambil bungkusan. Teman-teman lainnya yang segera mengetahui kehebohan tersebut ikut meledak tawanya.
"Kande deppa, om." Kande deppa, om."
Kami kembali mengulangi ungkapan yang diutarakan Robert. Tawa kami pun pecah lagi. TIndakan Robert yang spontan mengambil HP dan sibuk menelpon pun membuat tawa kami makin meledak. Gerak refleks Robert berhasil pula membuat bapak yang bersama kami memahami situasi dan segera berlalu.Â
Bungkusan kue yang tersisa dan terlanjur kami ambil isinya, kami habiskan. Keunikan dan kelucuan momen telah sukses membuat Roma (saya), Robert, Lukas, Inul, Mallisa', Nyamin, Iwan, Bain, Sambira, Rahel, Lisma dan Desi ngakak spontan.
Perjalanan yang tadinya melelahkan, gerah dan lapar selanjutnya dihiasi dengan cerita di jembatan tadi. Sejujurnya, kami semua yang ada di jembatan merasakan malu dalam hati, hanya saja terbungkus oleh suasana sponyan nan lucu. Dua rekan kami yang membuang hajat di balik batu waktu terjadinya momen kucu tersebut, pada akhirnya memahami pecahnya tawa kami.