Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Potret Kehidupan Warga Puangbembe Mesakada

24 Mei 2024   17:16 Diperbarui: 27 Mei 2024   11:53 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ibu yang sedang menenun. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan suku bangsa. Kekayaan ini pula menghadirkan ragam pesona budaya, cara hidup dan kearifan lokal di dalamnya. 

Kemajuan teknologi yang menjadi ciri khas dunia modern ternyata belum banyak menyentuh pelosok negeri. Kondisi ini membuat pola hidup penduduk di pelosok masih mempertahankan karakter nenek moyang mereka. 

Demikianlah yang masih terpelihara dengan baik oleh penduduk di kampung Puangbembe Mesakada, Kecamatan Simbuang, Kabupaten Tana Toraja. Cara hidup dari pendahulu mereka masih dipertahankan hingga saat ini. 

Ketika berkunjung ke kampung Puangbembe beberapa waktu lalu dalam rangka pendampingan individu program pendidikan Guru Penggerak, saya banyak melihat dan mempelajari kebiasaan warga setempat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

Di antara sekian banyak kegiatan, ma'tannun atau menenun adalah kebiasaan yang masih berlangsung dan terjaga dengan baik. Kecamatan Simbuang yang terpencil dan seringkali terisolasi dari dunia luar karena akses jalan tertutup longsor, memiliki ikon primadona, yakni penghasil kain tenun yang dikenal dengan tenun Simbuang. 

Kegiatan menenun dilakukan oleh kaum wanita. Hampir setiap rumah di Puangbembe memiliki alat tenun. Jika masa tenun sedang berlangsung, peralatan tenun disertai benang-benang warna-warni akan terlihat jelas di emper rumah atau di lumbung (alang). 

Selama berkunjung ke Puangbembe, saya mendapati satu rumah tua tongkonan di mana seorang ibu separuh baya menenun di sana. Dalam kurun waktu dua bulan (bulan Februari-Maret) berkunjung ke sana, sang ibu sibuk di paladan (emper rumah tongkonan). Oya, rumah tongkonan di Simbuang terpengaruh secara penuh oleh model rumah khas suku Mamasa di Sulawesi Barat. 

Dari perbincangan dengan beliau, kegiatan satu kali proyek menenun berlangsung dua hingga tiga bulan dengan menghasilkan kain tenun puluhan meter. Dalam satu kali masa tenun yang biasa dijalaninya, bisa menghasilkan enam buah sarung tenun khas Simbuang. 

Rumah kediaman khas warga Simbuang. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Rumah kediaman khas warga Simbuang. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kegiatan menenun tidak sepanjang hari mereka lakukan. Dalam sehari, waktu menenun bisa dilakukan dari pagi hingga sore hari. Pantangan untuk menenun di malam hari. Selain itu, kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh perempuan. Pantang dilakukan oleh laki-laki. Tugas laki-laki adalah memasukkan ratusan helai benang ke dalam alat tenun. 

Dalam situasi tertentu, kegiatan menenun tidak boleh dilakukan. Misalnya, ada kematian di atas rumah. Kecuali, jika benang sudah ada dalam alat tenun sebelum ada kedukaan, maka proses tenunnya bisa diteruskan hingga selesai, tetapi tak boleh memulai baru lagi. 

Kebiasaan menenun warga Puangbembe yang masih terpelihara dalam bingkai kearifan dan budaya lokal tidak serta merta mengangkat kesejahteraan warga setempat dari sisi ekonomi. Sarung tenun yang mereka hasilkan bukan untuk dijual, tetapi sebagai pemakaian pribadi. 

Kain tenun asli Simbuang yang diproduksi di Puangbembe memiliki bobot yang lebih berat dari tenun sejenis di sana. Bahannya dari benang wol. Sehingga menghasilkan kain tenun yang lebih tebal. 

Saya berhasil membeli satu buah sarung tenun asli Simbuang di Puangbembe seharga Rp600.000. Masih cukup murah dibandingkan dengan tenun Simbuang dari benang biasa yang sudah mencapai harga Rp700.000 - Rp900.000. 

Warna khas kain tenun Simbuang adalah merah dengan garis putih, kuning, hijau dan seringkali ditambahkan warna emas. 

Di samping menenun, aktivitas harian warga lokal Puangbembe adalah bertani dan berkebun. Sawah tadah hujan digarap sekalin setahun di musim hujan. Selanjutnya bertani jagung di musim kemarau. Menurut informasi, kebun tamarillo dan kopi juga ada di Puangbembe, tetapi jauh di dalam hutan. 

Persawahan di Puangbembe Mesakada di awal bulan April 2024. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Persawahan di Puangbembe Mesakada di awal bulan April 2024. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Memelihara ternak liar berupa kerbau dan kuda juga masih lestari di Puangbembe. Ternak-ternak ini banyak mencari makan di balik semak-semak di sepanjang sabana perbukitan. Sesekali kelompok ternak keluar dari persembunyiannya dan mencari rumput di sekitar perkampungan.

Inilah yang mengakibatkan banyaknya SULU' atau pagar pembatas ternak liar di jalan utama Kecamatan Simbuang. Rumah-rumah warga dan pekarangan pun banyak dipasangi pagar seadanya agar tidak diganggu oleh aktifitas ternak liar. 

Masih banyaknya ternak liar yang ada di sekitar Simbuang, secara khusus Puangbembe Mesakada, turut melestarikan salah satu tradisi unik di sana. Tradisi ini dikenal dengan mangalli reu. Ini adalah tradisi dalam bentuk upacara meminta kesuburan rumput agar bisa memenuhi kebutuhan makan ternak-ternak di sana. 

Upacara mangalli reu dilaksanakan oleh penganut aliran alukta (kepercayaan). Upacara ini unik karena dilaksanakan di lapangan atau di sabana terbuka dipimpin oleh seorang tetua adat. Makanan tradisional dimasak menggunakan kuali tanah disertai dengan pemberian sesaji dengan menggunakan empat jenis daun kayu hutan. 

Pola hidup dan tradisi warga lokal Simbuang inilah yang masih turut berkontribusi atas kelestarian alam di sana. Hampir setiap aktivitas warga masih diatur oleh adat setempat. 

Kehadiran agama Kristen, Katolik dan Islam tetap menyesuaikan dengan pola hidup berbasis kearifan lokal di sana. Meskipun saat ini, Kecamatan Simbuang baru saja berduka karena terisolasi dari dunia luar akibat longsor di mana-mana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun