Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Solusi ketika Seorang Guru Terjebak Fake Productivity

15 Mei 2024   14:24 Diperbarui: 18 Mei 2024   08:49 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekerja lembur mengerjakan data sekolah. Sumber: dok. pribadi.

Tetapi, mengeluh tak akan berdampak karena posisi sebagai bawahan. Belum lagi, jika berhembus akan dimutasi  ke daerah terpencil.

Dampak dari pekerjaan tambahan yang dilakukan selama kurang lebih enam tahun adalah sekolah semakin dikenal. Akan tetapi, tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan personal. 

Mengerjakan tugas-tugas di luar tupoksi sebagai guru kemudian membawa saya dalam predikat "fake productivity." Saya mulai berpikir, untuk apa saya bekerja keras setiap hari, menginap di lab sekolah, meninggalkan keluarga, mengabaikan waktu bermain dengan anak-anak jika kesehatan jiwa, mental dan fisik saya terganggu.

Kurang lebih enak tahun dalam situasi "fake productivity". Badan pun terkena imbas. Tahun 2015, ukuran celana masih 29-30. Saat ini sudah ukuran 35-36. Kondisi lebih banyak duduk hingga larut malam setelah jam mengajar dengan pola makan dan jam tidur tidak teratur berimbas pada kegemukan yang menimpa saya. 

Memberikan karya tulis berupa buku untuk perpustakaan kampus. Sumber: dok. pribadi
Memberikan karya tulis berupa buku untuk perpustakaan kampus. Sumber: dok. pribadi
Hingga suatu waktu saya semobil dengan seorang dosen yang juga merangkap pendeta. Inti dari pembicaraan kami adalah ia mengajak saya untuk kuliah pascasarjana di salah satu kampus lokal dengan latar belakang keagamaan. Ia pun mengambilkan saya formulir dan saya resmi kuliah S2. 

Bak gayung bersambut, meskipun kontras dengan latar belakang S1, saya mampu menjalani kuliah dengan baik. Dengan adanya kuliah, turut membantu bergesernya pekerjaan saya selama ini di sekolah kepada rekan sejawat lainnya. 

Lalu, pada salah satu mata kuliah, ada satu tugas akhir yang mana tulisan wajib diterbitkan dalam bentuk buku. Saya mendalami dan menikmati proses penyelesaian tugas saat itu. Ketika itu pula, minat menulis lahir dalam diri saya. 

Pengalaman dan motivasi menulis makin terasah ketika memasuki masa pandemi Covid-19, tepatnya bulan Maret 2020, saya berkenalan dengan Omjay (Dr. Wijaya Kusumah) dan Prof. Richardus Eko Indrajit di bawah bendera PGRI. 

Perkenalan dan pertemuan secara virtual dengan mereka membuahkan hasil di mana saya bisa menerbitkan buku yang ber-ISBN. Tiga buku pertama yang terbit pada tahun 2020 dan 2021 selanjutnya saya serahkan ke perpustakaan IAKN Toraja dan Perpustakaan Daerah. 

Yudisium pendidikan pascasarjana dengan predikat lulusan terbaik. Sumber: dok. pribadi.
Yudisium pendidikan pascasarjana dengan predikat lulusan terbaik. Sumber: dok. pribadi.

Melepaskan diri dari kesibukan yang "fake" kemudian memberikan saya kesempatan until menyelesaikan pendidikan pascasarjana. Meskipun tak berlatar belakang pendidikan teologi dan agama, saya mampu menjadi lulusan terbaik dengan predikat cum laude dan mendapat tambahan nama M.Pd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun