Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Solusi ketika Seorang Guru Terjebak Fake Productivity

15 Mei 2024   14:24 Diperbarui: 18 Mei 2024   08:49 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekerja lembur mengerjakan data sekolah. Sumber: dok. pribadi.

Profesi sebagai guru atau pendidik pada hakekatnya memiliki tujuan menyampaikan pengajaran dan didikan kepada anak didik di sekolah agar mereka mampu menjadi insan yang mandiri dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan, bangsa dan negara. Selain itu, seorang guru adalah orang tua bagi para siswa di sekolah. 

Seiring perkembangan waktu, ternyata tugas seorang guru bukan hanya mengajar, menyampaikan materi dan mengubah laku seorang siswa. Ia juga wajib mengerjakan sejumlah tugas tambahan lain sebagai pendukung profesinya, yakni mengerjakan tugas-tugas yang terkait dengan administrasi.

Mengerjakan tugas seputar administrasi yang relevan dengan tugas sebagai guru dan penilaian sah-sah saja. Mengapa? Karena hal ini adalah bagian dari fungsi guru sebagai guru profesional, apalagi jika sudah bersertifikat pendidik. 

Hanya saja, seringkali seorang guru mata pelajaran yang juga merangkap wali kelas, staf salah satu wakil kepala sekolah dan pembina OSIS diharuskan pula untuk mengerjakan administrasi lain ya g sebenarnya di luar dari tugas pokoknya sebagai guru. Misalnya, sebagai operator dapodik, bendahara dana BOS, teknisi lab komputer, atau tugas lain yang dalam bahasa Toraja disebut "lele bulan" yang artinya mengerjakan segala hal yang tak terkait dengan kompetensi dan tugas pokok.

Guru dikatakan sok sibuk di sekolah dan di rumah seringkali menjadi penampakan bagi sesama rekan sejawat dan warga sekitar. Masuk mengajar jam 7 pagi dan pulang sekolah jam 5 sore. Kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan lembur di rumah atau di sekolah. Sibuk, iya sudah pasti, tetapi sejahtera secara finansial belum pasti.

Ketika saya dimutasi pada tahun 2015 ke sekolah yang ada di tengah kota kabupaten, tuntutan dan tekanan pekerjaan lebih padat. Tupoksi saya bukan hanya sebagai guru, tetapi juga mengerjakan hal lain di luar tugas pokok saya dengan latar belakang guru bahasa Inggris. 

Sekolah di kota dituntut kerja keras karena menjadi sampel atau percontohan bagi dinas dan sekolah lain. Sehingga, saya pun harus membantu sekolah untuk bertugas sebagai teknisi ujian sekolah, Ujian nasional, teknisi komputer, mengerjakan KOSP, menjadi teknisi ANBK dan sejumlah pekerjaan lain.

Oleh karena posisi saat itu masih sebagai guru biasa, maka apapun perintah dari atasan wajib dilakukan. Seringkali, saya harus lembur di sekolah hingga subuh untuk mengutak-atik komputer pada dua laboratorium dan mengerjakan administrasi sekolah. Bahkan beberapa kali saya harus bermalam di sekolah. 

Selebihnya, kembali ke rumah untuk duduk manis di depan komputer hingga larut malam. Intinya, mengejar pujian keberhasilan esok hari, tanpa memperhatikan kesehatan. 

Berbicara tentang kesejahteraan materi, tentu tidak sebanding dengan pekerjaan tersebut. Jikapun ada pembiayaan, maka oknum yang ada di jabatan terataslah yang paling banyak menerima, sedangkan sebagai bawahan menerima ala kadarnya saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun