Musim hujan memang sedang intens terjadi di bulan April. Namun, hujan pula yang membawa berkah bagi petani, khususnya yang ada di Kabupaten Pinrang, Sidrap dan sekitarnya.Â
Sawah-sawah luas menguning telah memulai masa panen. Sejauh mata memandang, hamparan sawah sibuk dengan kegiatan panen. Ribuan karung padi berjejer rapi di tengah sawah dan pinggir jalan trans Sulawesi.Â
Tak perlu repot bagi warga untuk memanen padi. Dalam waktu hanya beberapa jam, bulir-bulir padi telah mengisi puluhan karung besar untuk satu petak sawah. Memang petani Pinrang sudah memanfaatkan teknologi modern untuk menanam dan memanen padi. Pekerjaan tangan manusia sudah digantikan  oleh mesin.Â
Siang hari mesin memanen padi dan langsung tersimpan rapi dalam karung. Menjelang petang hingga malam, para pria memindahkan padi-padi tersebut ke pinggir jalan untuk selanjutnya dijemput oleh pembeli menggunakan truk enam roda.Â
Panen kali ini boleh dikatakan masa panen raya padi. Dengan adanya panen ini, harapan masyarakat adalah harga beras bisa turun. Apalagi bagi warga pegunungan yang minim lahan tanam padi seperti Kabupaten Enrekang, Tana Toraja dan Toraja Utara. Panen padi di sekitar wilayah Bugis kali ini setidaknya bisa mempengaruhi harga beras di pasaran.Â
Ternyata, harga beras justru makin mahal. Saat ini, di pasar lokal, beras paling murah dihargai Rp 18.000. Rata-rata harga beras lokal dengan kualitas beras kampung sudah di atas Rp. 20.000 hingga Rp 24.000. Padahal, sebagian wilayah di Bugis sudah melaksanakan panen. Lalu, ke manakah padi-padi yang telah dipanen itu dijual?Â
Apakah padi yang dijual langsung oleh petani ketika usia panen tidak dijadikan beras untuk konsumsi warga Sulawesi Selatan? Ataukah mungkin sudah trend harga beras bahwa ketika sudah melambung tinggi, susah untuk turun harga lagi?Â
Secara pribadi, saya menyaksikan melimpahnya hasil panen padi di sepanjang jalan trans Sulawesi yang melalui Kabupaten Pinrang. Besar harapan pula, bahwa memasuki minggu-minggu mendatang, harga beras bisa turun sebagai dampak dari adanya panen raya padi.Â
Masih jelas tersimpan dalam memori ingatan saya dalam sebuah percakapan dengan seorang ibu guru pada kegiatan pendampingan individu 6 pendidikan guru penggerak di Kecamatan Bittuang. Di sela-sela kami makan siang, saya menikmati nasi pulen yang disajikan. Baunya wangi, mengundang selera makan.Â
Tanpa saya tanya, ibu guru bercerita bahwa saat ini sulit mendapatkan beras di pasar. Kalau pun ada, harganya cukup mahal, minimal Rp 18.000. Untuk memenuhi kebutuhan harian, para pedagang lokal tetap berusaha memasol beras dari luar Tana Toraja, tetapi harganya pun sudah melambung.Â
Harapan akan adanya pasar murah dari pemerintah, tetap tak mampu mengimbangi harga beras di pasar. Kuota beras satuan 5 kg yang dijual tak mampu mengimbangi jumlah keluarga.Â
Jadi, semoga ada langkah konkrit dari pemerintah untuk menekan harga beras di daerah ketika sudah terjadi panen padi secara besar-besaran. Turunnya harga beras akan mendorong turunnya harga lain. Semisal harga makanan di warung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H