Alam yang bergejolak seringkali tidak memberikan sinyal sedikitpun ketika akan memberikan respon terhadap kehidupan manusia. Datang tiba-tiba, manusia yang terdampak pun hilang ditelan bumi tiba-tiba. Duka cita pun tak terhindarkan, terjadi dalam sekejap mata.
Tahun 2024 boleh dikatakan sebagai tahun duka cita untuk wilayah Tana Toraja. Betapa tidak, bencana alam datang melanda warga secara bergantian. Banjir, luapan air, pergerakan tanah dan yang paling miris tanah longsor.
Sejauh ini, penyebab utama semua bencana adalah intensitas hujan deras yang sangat tinggi. Hampir seluruh wilayah Kabupaten Tana Toraja mendapatkan "peringatan" dari alam.Â
Hujan deras dengan intensitas tinggi terus terjadi sejak tiga hari menjelang lebaran hingga hari ini di Kabupaten Tana Toraja. Longsor pun terjadi berkali-kali di berbagai lokasi.
Tanggal 10 April 2024, jalan trans Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Mamasa mengalami longsor di kampung Palian, Kecamatan Bittuang. Selama 4 hari akses jalan lumpuh total.
Konsentrasi Pemda yang menangani pembukaan longsor di tempat lain membuat lokasi longsor di Palian baru terbuka di hari keempat setelah pihak Polres  Tana Toraja membuka akses jalan dengan cara membersihkan material longsor menggunakan excavator dan buldozer. Selama terjadi longsor, 4 hari 4 malam juga listrik padam di Kecamatan Bittuang dan sekitarnya.
Terbukanya akses jalan hari ini membuat mobilitas warga dari dan menuju Mamasa terus ke Mamuju kembali lancar.
Pada saat yang sama, terjadi juga longsor yang menutupi satu-satunya akses jalan yang menghubungkan Sangalla' menuju Batualu. Longsoran tanah bersama rumpun bambu terjadi pada malam hari tanggal 10 April 2024. Tak ada alat berat yang bersiaga di sana. Tetapi kolektifitas dan gotong-royong warga yang bekerja secara manual menggunakan alat seadanya sukses membuka akses jalan beberapa jam kemudian.
Longsor juga terjadi di Lembang Marinding yang mengubungkan jalan poros ke Batualu. Tebing setinggi ratusan meter bergerak perlahan dan retakan tanah membuat puluhan rumah terdampak kerusakan. Demi menghindari korban jiwa akibat longsor susulqn, warga setempat pun mengungsi ke rumah kerabat yang lebih aman.Â
Selanjutnya. Tanggal 13 April 2024 malam, dua bencana longsor terjadi bersamaan di lokasi berbeda tetapi berdekatan. Korban jiwa pun tak terhindarkan. Puluhan warga meninggal terseret longsor.
Longsor pertama terjadi di dusun Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale. Total 19 korban terdata. Sejauh ini sudah ditemukan 15 korban meninggal, 2 korban selamat dirawat di rumah sakit dan 2 korban masih dilaporkan hilang. Gabungan aparat TNI, Polres Tana Toraja, BNPB dan masyarakat sekitar bahu-membahu mencari 2 korban yang identitasnya sudah diketahui.
Semua korban meninggal dibawa ke RSUD Lakipadada untuk dibersihkan dan selanjutnya diberikan kepada pihak keluarga.Â
Berbagai elemen masyarakat selain Pemda Tana Toraja, seperti PT Malea Energy bergerak cepat memberikan bantuan. Sementara Crisis Center Gereja Toraja memberikan bantuan berupa peti jenazah kepada semua korban Nasrani.
Titik longsor kedua terjadi di dusun Pangra'ta', Lembang (desa) Randan Batu, Kecamatan Makale Selatan. Empat orang meninggal dunia tertimbun longsor. Mereka semua adalah satu keluarga. Dua orang dilaporkan selamat. Salah satunya seorang ibu rumah tangga, ia masih sempat menyelamatkan diri dari himpitan tanah longsor.
Satu korban meninggal di Pangra'ta' adalah siswa SMKN 4 Tana Toraja. Kepala sekolah beserta guru-guru almarhum langsung mengunjungi rumah duka hari ini.
Kedua titik longsor di Palangka dan Pangra'ta' adalah longsor dari tebing perbukitan. Ratusan meter jauhnya sehingga meluluhlantakkan semua rumah yang ada di bawahnya.
Banyaknya korban jiwa karena terjadi di waktu warga sudah mulai terlelap tidur. Selain itu, kondisi juga masih selepas hujan sehingga aktifitas warga jarang yang ada keluar rumah. Di Palangka, satu korban yang selamat bukan karena kebetulan. Ia keluar sejenak untuk membeli rokok di kios terdekat. Sekembalinya, ia melihat bahwa sudah tak ada rumahnya. Sementara korban selamat di Pangra'ta' ikut tertimbun longsor. Namun sang ibu berusaha melepaskan diri dari himpitan longsor.Â
Khusus di Palangka, banyaknya korban jiwa yang meninggal karena sebelum bencana datang, keluarga berkumpul satu sama lain untuk mengadakan semacam acara syukuran karena salah satu anggota keluarga yang merupakan seorang pelaut akan kembali berlayar. Mereka tertimbun semua dalam rumah sekitar pukul 10.30 malam.
Akibat sebaran bencana yang meluas di Tana Toraja, pihak Pemda Tana Toraja pun dibuat kerepotan melayani permintaan pertolongan. Beruntunglah, ada TNI dan Polri  yang selalu siap siaga membantu.
Mengapa bencana longsor besar-besaran seperti terjadi serentak di seantero wilayah Tana Toraja sepanjang bulan April ini? Sejumlah penyebab utama selain tingginya debit air yang dihasilkan oleh tingginya curah hujan bisa menjadi acuan. Selain itu, kontur tanah di tebing yang labil turut berkontribusi. Labilnya tanah bukan semata karena faktor alam, tetapi dampak dari campur tangan manusia, baik karena pengolahan lahan maupun karena mobilitas pembangunan.
Pertama, pelebaran dan pekerjaan jalan trans Sulawesi dan jalan kabupaten pada musim kemarau beberapa bulan sebelumnya membuat tebing dan tanah masih labil. Apalagi didukung oleh kondisi tanah yang berupa campuran pasir dan bebatuan. Sangat mudah untuk longsor. Kondisi ini terjadi di jalan poros Bittuang menuju Mamasa.
Kedua, sistim pertanian yang membuka ladang tanaman palawija juga berkontribusi. Pohon-pohon besar banyak yang sudah diterangkan diganti dengan tanaman jagung, bawang, kol dan jenis palawija lainnya. Tambahan pula, metode pemupukan dan penggunaan herbisida berbahan kimia ikut mendorong labilnya tanah.Â
Minimnya pohon hijau membuat tanah tak kuat lagi menampung air hujan sehingga tumpah bersama lumpur dan membawa korban harta benda dan korban jiwa. Kondisi inilah yang ditengarai ikut berkontribusi atas terjadinya longsor besar di Palangka dan Pangra'ta'. Selain itu, pengaruh pelebaran dan pekerjaan jalan menuju objek wisata Pango-Pango yang melalui Kelurahan Manggau juga membuat akses jalan rawan longsor.
Kota Makale telah diterjang banjir beberapa waktu lalu. Longsor di mana-mana. Koni bencana tak mengenal lokasi dan letak geografis. Mau di pesisir, di lembah, dan digunung, bisa mendapatkan bencana yang sama dengan yang terjadi di dataran rendah.
Memang, barangkali alam sudah mulai tua dan bisa saja sudah takdir akan terjadinya bencana alam. Alam merespon perilaku kehidupan yang sudah tak seimbang dengan ketahananannya. Namun, tak ada salahnya untuk waspada dan peduli terhadap kelestarian alam sejak dini terlepas dari tingginya niat untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H