Pondok atau lantang adalah sebuah tempat yang wajib ada ketika akan dilaksanakan prosesi pemakaman bagi orang Toraja. Pondok ini tidak sekedar dibuat saja seperti pondok yang dibuat untuk acara kedukaan pada umumnya. Selain memuat nilai adat, budaya, dan tradisi, di dalamnya terkandung nilai filosofis.Â
Waktu pembuatan pondok untuk sebuah acara besar kedukaan yang disesuaikan dengan ritual adat bisa berbulan-bulan. Pondok seperti ini diperuntukkan bagi jenazah dengan jumlah kerbau yang akan dipotong atau dipersembahkan oleh keluarga minimal 12 ekor kerbau jantan.Â
Untuk pembuatan pondok dengan tampilan asli dan tradisional, selain atap yang terbuat dari bahan seng, terdapat dua hal penting yang wajib menjadi perhatian ketika dibuat.
Pertama, anyaman bambu menyerupai pagar dan dinding pada tiap bilik pondok. Ada dua jenis anyaman bambu yang menyerupai pagar pada bagian depan dan samping pondok. Anyaman ini dikenal dengan daladda' dan dala-dala (jala-jala).
Kedua, anyaman bambu tersebut memiliki perbedaan filosofis pada penyusunan anyamannya. Ada filosofi mendalam yang terdapat di dalam setiap pembuatan anyaman.Â
Bagi orang awam, tentu dianggap biasa saja. Sementara bagi mereka yang paham adat dan tradisi, pembuatan anyaman daladda'Â dan dala-dala memberikan informasi khusus.Â
Dari tampilan anyaman daladda' dan dala-dala, orang sudah bisa mengetahui jenis kelamin dari jenazah yang akan diupacarakan. Di sisi lain, hanya keturunan bangsawanlah yang pondok acaranya dibuatkan anyaman demikian.
Anyaman pertama yang persis seperti pagar dan dinding, yakni daladda' memiliki anyaman bilah-bilah bambu yang berbeda. Untuk jenazah berjenis kelamin laki-laki, maka anyaman daladda'Â seperti yang ada dalam gambar artikel ini, terdiri atas dua pasang anyaman bambu dengan posisi bersilangan.
Untuk jenazah laki-laki, maka kulit luar bilah bambu akan berada pada posisi paling depan. Dengan kata lain, bilah bambu dibuat telungkup menyerupai gaya telungkup laki-laki.Â
Posisi berlawanan akan dibuat untuk jenazah perempuan, di mana bagian dalam atau perut bilah bambu akan dipasang telentang menyerupai posisi membusungkan dada atau mengangkang.Â
Ada tiga bilah bambu panjang yang dipasang sebagai pengunci anyaman bilah bambu. Bilah bambu panjang di bagian tengah menjadi kunci perbedaan posisi pada penempatan bilah bambu antara jenazah laki-laki dan perempuan.Â
Sementara pada kedua sisi atau ujung daladda' dipasangkan dua batang bambu yang telah dilubangi pada salah satu sisinya sebagai pengunci kedua ujung anyaman bambu.Â
Demikian halnya dengan pembuatan jala-jala atau dala-dala yang ada di bagian atas atau tepatnya di bawah atap. Terdapat perbedaan anyaman bambu untuk jenazah yang akan diupacarakan. Jika perempuan, maka bilah bambu bagian dalam berada di bawah bilah bambu satunya yang kulitnya berada di bagian luar.Â
Artinya, tetap terjadi pertukaran posisi bilah bambu jika jenazah yang akan diupacarakan secara adat adalah laki-laki. Cara penempatan persilangan anyaman bambu tidak boleh sembarangan. Sekali lagi, simbol yang dibawa oleh anyaman adalah jenis kelamin.Â
Selama proses pembuatan anyaman daladda' dan dala-dala, sangat dibutuhkan ketekitian dan konsentrasi. Jika diperlukan, ada pemantau atau mandor yang mengawasi dan mengingatkan jika ada kekeliruan.Â
Setelah anyaman terbentuk, langkah selanjutnya adalah melakukan pengecatan mengikuti alur ukuran Toraja. Selain itu, anyaman bisa pula diperindah dengan cara dicat vernis.Â
Proses pembuatan anyaman daladda'Â dan dala-dala dikerjakan oleh warga kampung sekitar, panitia dan anggota keluarga. Jaminan asupan seperti makan siang, kopi, teh, rokok dan minuman lokal beralkohol seperti tuak kepada para pekerja tetap menjadi tanggungan keluarga yang berduka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H