Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan Terberat Menuju Kecamatan Simbuang (Bagian 2)

27 Maret 2024   12:03 Diperbarui: 27 Maret 2024   18:34 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecamatan Simbuang akan selalu menjadi bahan pembicaraan, baik oleh mereka yang sudah pernah ke sana, maupun yang sama sekali belum pernah dan hanya mendengar cerita atau melihat foto/video postingan warga di media sosial. Kali ini saya melanjutkan cerita perjalanan saya ke wilayah barat Kabupaten Tana Toraja dengan label perjalanan terberat.

Pada artikel sebelumnya, perjalanan saya telah melewati pintu rimba, yakni pagar pembatas ternak liar yang disebut sulu' oleh warga setempat.

Menjelang pukul setengah tujuh petang, setelah berpapasan dengan sekelompok kerbau liar, saya melanjutkan perjalanan menuju Lembang Puangbembe Mesakada di Kecamatan Simbuang. Mungkin karena di puncak perbukitan, suasana masih cerah. 

Jalan tanah menjadi makanan kedua ban motor yang saya tunggangi. Kondisi habis hujan lebat dan sedikit rintik-rintik membuat jalan tanah memberikan kemudahan karena ban motor melintas di aliran air yang membentuk selokan. Efek hujan lebat, tanah banyak tergerus dan menyisakan bebatuan yang terdorong oleh pengikisan aliran air.

Hanya sekitar 100 meter setelah bertemu kawanan kerbau liar, sebuah pemandangan menantang ada di hadapan saya. Tanah longsor dan jalan amblas disertai air terjun kecil buatan air hujan. Sungai kecil dengan aliran air deras membentuk air terjun ini membuat saya was-was. Di bagian kiri, jalan sudah terbawa arus air dan setengah jalan tertutup tanah longsor. Saya berhenti sejenak memperhatikan apakah ada pergerakan tanah bersama aliran air dari atas. Aman, saya cepat menyeberangkan motor. 

Berkali-kali pergerakan tanah masuk ke jalan terdorong oleh air hujan. Parit kecil buatan air hujan ada di mana-mana. Bebatuan pun tak luput dari pergerakan bersama air.

Hingga saya tiba pada titik mulai menukik turun di pertigaan jalan rintisan menuju Kecamatan Malimbong Balepe'. Pemandangan air memotong jalan menyerupai sungai sekali lagi hadir. Kali ini arusnya cukup deras. Saya berhenti beberapa saat memperhatikan jalur yang cocok saya terobos. Jika, salah memilih, bisa-bisa saya terperosok ke jurang yang ada di sebelah kiri. 

Di titik ini, jalan menukik turun mulai menantang. Terdapat dua puncak bukit yang wajib dilewati untuk sampai ke jembatan Sungai Masuppu'. Sambil menarik nafas, minum air saya mulai mengingat nama tempat saya berhenti.

Talayo, akhirnya saya tahu nama tempat tak berpenghuni pada ruas jalan menuruni lereng pegunungan yang selama ini lebih familiar dikenal sebagai jalur Sa'dan. Sekitar tiga tahun yang lalu, tiga tikungan tajam berbatu dan menukik sempat viral di lamanya media sosial lokal Toraja karena beratnya jalur ini untuk dilewati oleh para siswa dari Simbuang yang akan mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer di sejumlah sekolah di kota Makale. Beruntunglah, Talayo yang sudah masuk wilayah administrasi Lembang Makkodo, Kecamatan Simbuang mendapat perawatan jalan melalui rabat beton. Pekerjaan jalan dipimpin langsung oleh kepala Lembang, Sukardi Kombongkila'.

Kini, tikungan dan tanjakan Talayo sudah bisa dilewati, meskipun wajib hati-hati. Gerusan air hujan membuat titik persambungan antara rabat beton dan tanah menyerupai tangga.

Hutan dengan tumbuhan utama pohon pinus menghuasi sisi kiri dan kanan jalan. Tanah berpasir kombinasi rapuhnya akar pinus yang telah mati menambah tantangan jalur ini di kala musim hujan.

Air yang mengalir menuruni perbukitan menjadi pilihan saya menempatkan ban motor. Satu bongkahan batu besar teronggok di tikungan. Sekali.lagi. saya menengok ke atas mengawasi pergerakan tanah sebelum berlalu. 

Melewati tiga titik curam Talayo, dan memasuki jalur yang pernah dilebarkan  pada bulan November yang lalu. Kawanan kerbau liar kembali saya temui. Sejenak, berhenti lagi. Mengamati pergerakan mereka jangan sampai tiba-tiba berlari memotong jalan dan bersinggungan dengan motor. Semua kerbau berkelompok di sisi kanan jalan. Mereka menatap saya dengan serius. Mereka berdiri rapi seolah mempersilahkan saya untuk lewat. Jalan tanah agak becek kombinasi kerikil tapi tak sampai membuat slip ban. 

Kawanan kerbau liar. Sumber: dokumentasi pribadi.
Kawanan kerbau liar. Sumber: dokumentasi pribadi.

Entah kenapa ya, sebenarnya mulai gelap, tetapi efek kamera selalu membuat hasil jepretan foto cerah. Hehehe....

Saya memilih tak berhenti lama-lama. Pakaian sudah terasa basah. Belum ada satu orang pun berpapasan dengan saya. Sementara titik pertengahan melintasi Simbuang nanti di jembatan sungai Masuppu'.

Pada tempat di mana saya biasa berhenti, jalan yang sudah pernah dilebarkan, kabut sudah bersih dari pandangan. Deretan pegunungan yang akan saya lewati masih terlihat jelas. Basahnya pakaian yang tertimbun titik-titik hujan mengingatkan saya untuk segera melaju.

Satu kilometer sebelum mencapai sungai Masuppu'. Sunber: Dokumentasi pribadi
Satu kilometer sebelum mencapai sungai Masuppu'. Sunber: Dokumentasi pribadi

Saya sempatkan ambil foto, minum air dan memperbaiki posisi ransel. Perjalanan saya lanjutkan dengan sangat hati-hati menuruni jalur ke sungai Masuppilu'. Ketika hampir mencapai sungai, saya tiba-tiba berpapasan dengan satu pengendara motor. Kami sama-sama membunyikan klakson. Perasaan saya sedikit tenang. Ada yang melintas, artinya tidak ada longsor di depan.

Lampu motor benar-benar berfungsi ketika melintasi jembatan sungai Masuppu' yang lengang. Panjang jembatan sungai masuppu' sekitar 40 meter. Suara jeram sungai di bawah jembatan sangat keras. Artinya, ada kenaikan volume air karena hujan lebat.

Lalu, di ujung jembatan, tiba-tiba saya melihat seorang pria tanggung berambut gondrong sedang memandang ke arah selatan sungai Masuppu'. Apakah manusia atau bukan????

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun