Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Campur Aduk K13 dan Kurikulum Merdeka Menuju Kurikulum Nasional

9 Maret 2024   06:04 Diperbarui: 9 Maret 2024   10:16 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang guru sedang membimbing kelompok belajar. Sumber: dokumentasi pribadi

Kurikulum Nasional mulai didengungkan di sejumlah webinar dan pertemuan terbatas untuk menggantikan Kurikulum Merdeka. Penggantian Kurikulum ini tentu sudah bukan barang baru lagi, khususnya di dunia pendidikan. Ganti pemerintah, ganti Kurikulum. Tepatnya seperti demikian. 

Lalu, sudah siapkah Kurikulum Nasional ini dari semua tata penerapan dan teknis pelaksanaannya? Masalahnya saat ini adalah terdapat dua jenis Kurikulum yang saat ini sedang dijalankan di sebuah sekolah, yakni Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka. Rata-rata sekolah masih menerapkan kurikulum 2013 pada kelas VI SD, Kelas VIII SMP dan Kelas XII SMA. Artinya, masih terdapat campur aduk penerapan Kurikulum di sekolah dan akan siap ditetapkan Kurikulum Nasional. 

Contoh kasus terjadi di sekolah saya mengajar, UPT SMAN 5 Tana Toraja. K13 dan Kurikulum Merdeka sedang dijalankan saat ini. Sejujurnya, kedua Kurikulum ini belum matang di sekolah, dampak besarnya belum nampak. Begitupun dengan cara guru mengajar, sebagian besar masih pola lama, dominan ceramah. Kecuali guru-guru muda, sudah mulai ada variasi metode dan strategi. 

Masalah klasik Kurikulum selama ini adalah terlalu ribetnya administrasi guru. Pengalaman saya menjadi guru sejak Kurikulum berbasis kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat dan Kurikulum Merdeka, sebenarnya permintaan administrasi masih sangat tinggi. Hal ini bisa dibuktikan ketika supervisi pembelajaran di kelas dan proses naik pangkat bagi PNS. 

Sementara pada sisi lain, kualitas pembelajaran hanya sebatas penyampaian teori. Memang sudah banyak bimtek, workshop, seminar dan webinar selama ini terkait strategi pembelajaran. Tetapi sekali lagi, hanya sebagian kecil guru yang menerapkannya. Penyakit lama kembali kambuh, yang penting tanda tangan dan dapat sertifikat untuk naik pangkat. 

Kurikulum CBSA di masa saya SD, KBK, KTSP, K13 dan Kumer, pada intinya sama, tujuannya membuat siswa aktif belajar atau pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Mungkin hanya ganti istilah saja. 

Catatan penting buat pemerintah yang akan menerapkan kurikulum nasional adalah agar mengutamakan proses pembelajaran di kelas, kurangi persyaratan administrasi. Dokumen kelengkapan pembelajaran memang wajib sebagai patokan program, tetapi wajib disederhanakan. 

Selanjutnya, agar proses naik pangkat bagi guru PNS/ASN benar-benar dimudahkan, paperless, seperti yang sedang dikembangkan melalui Platform Merdeka Mengajar. 

Kurikulum Merdeka pada hakekatnya sudah bagus karena mendorong munculnya inovasi dan kreatifitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Belajar kolaboratif dan berpusat pada murid. Kekurangannya adalah sulitnya guru move on dari pola lama. Masih banyak rekan guru masih fokus mengajar pada urutan materi di buku paket. 

Dalam tubuh sekolah sendiri, masih memprioritaskan agar semakin banyak siswa yang lulus di perguruan tinggi negeri. Khususnya pada jenjang SMA. Kepala sekolah di jenjang ini rata-rata berlomba agar bnyak siswanya yang masuk di PTN ternama. Akibatnya, kegiatan dongkrak nilai diberlakukan. Nilai siswa dari semester satu wajib naik secara berkala, tidak boleh turun. Imbas dari aksi ini, banyak siswa belajar ala kadarnya saja, toh akan lulus juga karena nilai akan naik terus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun