Upacara ini dipimpin oleh seorang tetua adat yang menganut aliran kepercayaan alukta (Hindu Dharma Toraja). Ada doa-doa yang dipanjatkan dalam upacara ini yang intinya meminta rumput.
Adapun sesaji yang dipersembahkan berupa daging dari ayam pilihan dengan bulu tertentu. Terdapat empat ekor ayam yang dipersembahkan dengan empat bulu berbeda. Pendampingnya adalah nasi/nasi ketan. Semua sesaji diletakkan di atas daun kayu pilihan dari hutan. Dalam bahasa lokal Simbuang, terdapat tiga jenis daun yang digunakan sebagai alas sesaji, yakni daun bere-bere, daun paredean dan daun urio.Â
Pada sisi lain, saya melihat bahwa upacara mangalli reu bisa memberikan harapan pada tumbuhnya jagung dengan subur pula. Jagung adalah makanan pokok dan khas warga Simbuang. Nilai adat dan budaya terkait nasi jagung sangat kental dengan warga Simbuang.Â
Peserta dalam upacara ini merupakan warga yang masih menganut alukta. Meskipun demikian, sejumlah warga Simbuang yang telah menganut agama Kristen bisa pula mengikuti upacara ini. Bagaimanapun juga, kepercayaan alukta masih kental mendasari kehidupan warga Simbuang.
Bagi saya, ini adalah kekayaan Tana Toraja dan Indonesia yang wajib untuk dilestarikan. Kontrol terhadap kelestarian alam dan lingkungan masih bisa dipertahankan dengan adanya tradisi leluhur seperti ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H