Kecamatan Simbuang sebagai daerah 3T di Kabupaten Tana Toraja selalu menawarkan tantangan dan cerita bagi siapapun yang menuju ke sana. Ada tantangan karena rute yang dilalui masih sebagian besar menguji adrenalin. Ada cerita karena wilayah Kecamatan Simbuang menyimpan banyak kenangan dan informasi yang tak leknag oleh waktu.Â
Minggu pertama bulan Februari tahun 2024 menjadi perjalanan perdana saya di tahun yang baru. Jika dihitung secara keseluruhan, ini adalah perjalanan yang keempat ke wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Mamasa.Â
Tujuan perjalanan saya sama dengan tujuan pada tiga perjalanan sebelumnya, yakni UPT SMPN Satap 2 Simbuang yang terletak di Lembang (desa) Puangbembe Mesakada. Maksud perjalanan saya adakah melakukan pendampingan individu 4 kepada satu calon guru penggerak di sana.Â
Pada perjalanan kali ini, saya mengukur jarak riil dari kota Makale ke Simbuang. Alat yang saya gunakan adalah speedometer sepeda motor yang saya kendarai.
Hari Selasa, 6 Februari 2024, pukul 4.30 sore, saya meninggalkan kota Makale untuk menuju Simbuang. Berbekal pengalaman oerjalanan terkahir pada bulan November 2023, mengambil rute PLTA Malea Energy akan menghemat waktu tempuh sekitar satu jam. Adapun durasi perjalanan dari kota Makale ke Simbuang berkisar antara 4-6 jam dengan kecepatan normal. Katanya ada warga lokal yang kini bisa menempuh perjalanan ke sana hanya dalam waktu 3 jam.Â
Saya memilih menggunakan motor jenis trail untuk perjalanan saya kali ini. Alasannya adalah masih banyak spot yang sangat menantang. Terutama di bagian tanjakan yang berbatu.Â
Sekitar sejam mengendarai motor, saya tiba di  Lembang Poton. Perjalanan beberapa kali tersendat karena di tempat ini terdapat proyek pengerjaan jalan. Proyek ini meliputi pelebaran, rabat beton dan pengaspalan.Â
Artinya, saat ini sedang ada pembangunan jalan menuju ke Simbuang dan akan segera mencapai perbatasan kecamatan Bonggakaradeng dan Simbuang. Saya sempat istirahat hampir setengah jam di kampung Pangala', Poton karena terhalang pengaspalan. Tak ada akses lain, kecuali menunggu aspal layak untuk dilewati kendaraan. Saya juga mendapati dua mobil jenis Avanza tengah mengantri. Sementara dari arah berlawanan, sekitar sepuluh kendaraan Pemda Tana Toraja juga mengantri. Mereka adalah rombongan peserta Musrenbang dari Kecamatan Simbuang dan Kecamatan Mappak.Â
Hampir pukul 6 petang ketika saya melanjutkan perjalanan saya. Ternyata memang ruas jalan di Lembang Poton memang telah dipoles dengan aspal selebar 4 meter. Pengaspalan ini sedikit mengurangi durasi perjalanan jika dibandingkan dengan rabat beton yang banyak rusak selama ini. Aspal sudah melewati perbatasan Lembang Mappa'. Sisanya jalan masih berupa rabat beton, Â jalan berbatu dan jalan tanah.Â
Dusun Sandangan akan memberikan ketenangan jiwa ketika melewatinya. Hamparan sawah tadah hujan, dan perkampungan dengan rumah adat Tongkonan akan menghiasi pandangan mata. Suasana Dusun ini masih sama seperti ketika terakhir saya melintas pada November yang lalu.Â
Di ujung Dusun Sandangan, saya kembali bertemu sulu', yakni sebuah pagar yang dibangun sebagai portal yang fungsinya sebagai pembatas hewan ternak liar memasuki perkampungan.Â
Tetapi, saya tak perlu membuka sulu', ada jalur motor yang sudah disiapkan. Pas dibalik sulu', sudah ada satu kelompok kerbau liar yang sedang mencari makan. Kehadiran saya seperti hal biasa bagi kelompok kerbau. Mereka tetap fokus mengendus-endus tanah dengan sisa rerumputan hijau.Â
Saya salut kepada rombongan peserta Musrenbang yang lewat beberapa waktu sebelumnya. Mereka membuka dan menutup portal kembali. Dan ini adalah kewajiban bagi siapapun pelintas yang akan ke dan dari Simbuang mengendarai roda empat, wajib melakukan hal yang sama.Â
Adanya portal kayu ini adalah pertanda kita akan segera memasuki kawasan hutan dan jalan yang sedikit ekstrim. Tak ada lagi rumah warga sejauh kurang lebih 5 km. Jalan tanah akan mendominasi bergantian dengan jalan berbatu.Â
Beruntunglah, kondisi jalan yang dikenal dengan jalur Sa'dan ini telah banyak mengalami perubahan, terutama pada bagian kontur jalan yang mengalami perbaikan karena pernah ada proyek pengerjaa  jalan pada bulan November lalu. Meskipun proyek ini pada akhirnya tidak dilanjutkan, tetapi sudah sangat membantu kemudahan akses jalan.Â
Lima titik tikungan tajam dengan bebatuan terjal sudah diratakan. Jalan pun sudah lebar sehingga memudahkan ketika berpapasan. Meskipun demikian, tetap wajib berhati-hati mengendarai motor dan roda empat karena bebatuan bergerak sangat bebas ketika bersentuhan dengan ban.Â
Sisa camp pekerja proyek jalanan masih berdiri kokoh tanpa atap. Tinggal tiang dan dinding dari terpal plastik dengan tulisan mural menghiasi. Katanya, sejak Desember para pekerja proyek menarik diri dari pekerjaan jalan karena tak adanya anggaran.Â
Seandainya proyek ini terus dilanjutkan hingga rampung, maka waktu tempuh bisa dipersingkat lagi ketika menuju kecamatan Simbuang. Walau demikian, sisa peninggalan proyek mangkrak ini tetap membantu aksesibilitas dan mobilitas warga Simbuang.Â
Mendekati titik utama proyek jalan mangkrak, saya mendapati sebuah mobil Toyota Kijang Innova warna hitam tengah melaju perlahan menuruni jalan yang berbatu. Kecepatan motor saya pun melambat karena susah mendahului. Mobil tersebut hanya membuat sopir dan sejumlah buah durian. Saya takjub juga, akhirnya ada mobil kota masuk jalur pedalaman.Â
Pemandangan ini membuat pikiran saya menerawang. Jangan-jangan akses jalan ke Simbuang memang sudah bagus.Â
Awan gelap mulai menutupi langit ketika saya diberi jalan oleh pengendara Innova. Beruntung, saya sudah berpakaian lengkap untuk menghadapi musim hujan. Sepatu boot dan mantel hujan memang sudah saya kenalan sejak awal. Sepatu boot banyak membantu saya untuk berpijak ke tanah mengingat motor trail yang saya kendarai sedikit tanggung.Â
Jalan selebar 10 hingga 12 meter akhirnya saya temui. Pemandangan terbuka ditemani tiupan angin dihiasi suara gemuruh jeram sungai Massuppu'. Saya berhenti sejenak menikmati salah satu bentangan alam di wilayah Kecamatan Simbuang. Bentang pegunungan berhiaskan pohon pinus.Â
Sayup-sayup gemuruh suara mobil Innova terdengar. Saya segera bersiap melanjutkan perjalanan. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 6 petang. Meski demikian, langit masih cerah. Jalan lebar saya nikmati dengan sedikit memacu motor trail agak kencang.Â
Jalan lebar tersebut tetap wajib dilalui dengan penuh kehati-hatian. Beberapa titik sudah mulainrusak tergerus air hujan. Selokan besar mulai terbentuk di tengah jalan dan sisi jalan. Bahkan ada yang sangat dalam.Â
Ujung jembatan  sungai Massuppu' menyambut saya tanda segera memasuki kampung Sa'dan di Lembang Makkodo. Sejumlah bendera partai peserta Pemilu menghiasi kedua sisi jembatan. Di ujungnya terdapat beberapa baliho alat peraga kampanye. Tak ada rumah satupun di sana, tapi niat parpol dan caleg mungkin memperkenalkan diri bagi warga yang biasa beristirahat di ujung jembatan.Â
Akses jalan di kampung Sa'dan tak berbeda jauh ketika saya melaluinya pada bulan November lalu. Oleh karena musim hujan, ada tambahan tantangan, yakni sejumlah kubangan berlumpur di tengah jalan. Sekali lagi, saya beruntung mengendarai motor jenis trail. Ban besar dan bergigi serta body motor yang tanggung ternyata memudahkan saya untuk melewati jalan berbatu, menanjak dan berlumpur. Sepatu boot saya sudah jadi lumpur. Termasuk bagian bawah celana mantel saya. Sejumlah lumpur pun terciprat ke bagian depan helm saya.Â
Pukul 6.15 petang saya berhenti sejenak mendinginkan mesin motor. Tepatnya di bukit yang menghadap ke satu-satunya kompleks persawahan di kampung Sa'dan. Katanya tidak lengkap perjalanan ke Simbuang jika tak singgah sejenak di tempat ini. Sekitar 5 menit saya istirahat dan minum air. Seorang warga pulang dari sawah berlalu sambil membunyikan klakson.Â
Meninggalkan kampung Sa'dan berjalan dengan lancar, tetapi dibumbui kubangan berlumpur. Kubangan ini makin lebar karena sempat dilalui oleh puluhan kendaraan jenis 4x4 yang mengangkut Bupati Tana Toraja dan rombongannya yang melakukan Musrenbang di Simbuang dan Mappak. Saya kembali berpikir, apa iya mobil Innova tadi bisa melewati tanjakan berbatu dan kubangan lumpur yang dalam.Â
Tanjakan curam mendaki kampung Pelarian juga masih mirip dengan kondisi sebelumnya. Bebatuan makin berhamburan di jalan. Hujan rintik-rintik membuat jalan mulai basah. Saya mencoba menghindari jalan tanah. Ban trail memang tiada duanya melewati rintangan di Petarian. Dua tanjakan maut penuh bebatuan dan menikung berhasil saya lewati dengan mulus. Saya sempat was-was karena kaki saya tak bisa berpijak ke tanah ketika motor terhenti di tanjakan karena mencari akses yang mudah dilewati.Â
Benar-benar menguji adrenalin. Jalur Petarian telah memberi saya kesan mendalam dalam hal mengendarai motor gede x-trail. Saya bisa mengatur ritme, kecepatan dan terutama keseimbangan.Â
Hari mulai gelap ketika saya masuk kampung Makkodo. Terdapat dua pengendara motor saya temui di jalan. Lampu LED dari headlamp motor sangat terang menerangi tanjakan rabat beton di Makkodo.Â
Hujan mulai deras ketika saya tiba di puncak tanjakan Makkodo. Saya berhenti sejenak untuk menambah mantel hujan agar tas ranselnyang saya bawa tidak basah. Seorang  warga yang lewat mengendarai motor tiba-tiba berbicara pada saya sedikit berteriak dan bercanda dalam bahasa Toraja.Â
"Tang kasalle ra tu uran."
Kira-kira artinya, hujan tidak akan lebat. Kami berkenalan dan beliau menyampaikan informasi tempat tinggal dan asal perjalanannya.Â
Perjalanan saya lanjutkan dalam kegelapan. Saya tiba di pasar Lekke', Kelurahan Sima pada pukul 7.40 malam. Saya melihat speedometer untuk melihat jarak terkini dari Makale ke Simbuang. Angka 67 tertera sebagai jarak terkini. Artinya, dari pusat kota Kabupaten pusat kecamatan Simbuang berjarak 67 km. Jarak ini bisa ditempuh satu setengah hingga dua jam andaikata jalan bagus dan beraspal.
Terhitung sekitar 4 jam lebih saya telah mengendarai motor menembus Simbuang. Lebih cepat satu setengah jam dari perjalanan saya sebelumnya. Mungkin efek dari perubahan rute dan motor yang saya gunakan.Â
Sedikit ramai pada beberapa emper rumah warga di sekitar Sima. Mungkin karena tahun politik, ada kampanye kecil-kecilan. Beberapa kali pula saya berpapasan dengan warga yang jalan kaki di tengah kegelapan.Â
Saya pun mengukur jarak dari Lekke' ke Puangbembe Mesakada. Jalan mulai banyak genangan air dan kubangan lumpur. Makin menambah dorongan adrenalin bagi saya bermain lumpur dalam suasana malam.Â
Dua ratus meter sebelum tiba di lokasi, jalanan yang sedikit menanjak, berbatu, berupa aliran sungai kecil dan berlumpur saya lalui. Saya tiba di tempat tujuan saya, UPT SMPN Satap 2 Simbuang menjelang setengah sembilan malam. Suasana gelap gulita di kampung Puangbembe Mesakada. Sedang terjadi mati lampu dari listrik turbin. Kampung-kampung sekitarnya tetap terang-benderang.Â
Saya bergegas ke eks bangunan ruang kelas yang dijadikan sebagai tempat menginal guru. Calon guru penggerak, pak Kristian Betteng menyamnut saya. Ternyata para guru sedang bercerita ria sambil memasak di tengah kegelapan. Cahaya senter handphone menjadi sumber penerang ditambah sebuah lilin. Ternyata, listrik dari turbin sudah lebih dari seminggu padam. Seorang ibu guru mengatakan bahwa satu vanbelt turbin rusak.Â
Kami bercerita riuh seputar pengalaman terbaru. Suasana hangat karena semua guru yang ada di kompleks sekolah duduk melingkar sambil menikmati nasi hangat dan pedasnya masker ayam. Oya, ada empat guru honorer yang lulus seleksi ASN PPPK. Jadi, acara malam tersebut sebagai acara syukuran. Saya didaulat memimpin doa syukur dan doa makan.Â
Dinginnya cuaca Simbuang ternyata kali ini sedikit dikalahkan oleh pedasnya masker ayam. Ditambah cerita seputar pileg dan pilpres hingga lewat tengah malam.Â
Hampir pukul 1 subuh kami memutuskan untuk tidur. Handphone juga mulai low battery. Pak. Syahrul Mubarak terdengar melantjnkan ayat suci Alquran di bilik sebelah. Saya pun berdoa sebelum tidur. Jujur, cerita-cerita mistis tentang lokasi tempat kami menginap sedikit menghantui pikiran saya. Agak susah juga saya tidur. Belum lagi biasa ada lipan merayap. Makin hati-hati saya terlelap.Â
Hanya terdengar suara dengkur bertalu-talu dari bilik sebelah. Pada akhirnya, saya pun terlelap entah jam berapa. Capek tak dapat saya tolak.Â
Sekitar tiga jam terlelap, saya dibangunkan oleh suara pukulan bertalu-talu dari ibu guru Riris yang bangun subuh membuat kue donat untuk dijual di kantin sekolah.Â
Selamat pagi Puangbembe Mesakada, Kecamatan Simbuang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H