Hobby adalah sebuah kegiatan yang memiliki dampak positif bagi kesehatan jiwa dan mental seseorang. Hobby dapat dikatakan sebagai obat penenang. Dengan menjalankan aktifitas yang terkait dengan hobby, seseorang bisa mendapatkan inspirasi dan kebahagiaan jiwa.Â
Banyak hal yang bisa menjadi alasan mengapa seseorang memiliki hobby. Ada hobby yang terjadi karena faktor orang tua. Misalnya hobby travelling, membaca, berbelanja, main olahraga, menyanyi, mendaki gunung, mengoleksi jenis hewan tertentu, mengoleksi buku, mengoleksi kaset lagi, CD film, dll.Â
Mengoleksi kaset lagu adalah hobby yang masih saya jalankan saat ini. Awalnya saya tertarik mengoleksi kaset adalah ketertarikan mendengarkan lagu-lagu tembang kenangan atau love songs ketika masih duduk di bangku SD. Kala itu, belum ada Radio cassette tape recorder di rumah. Hanya ada Radio mini merek National yang khusus buat AM dan FM dengan sumber utama baterai. Radio ini cukup ringan dan bisa ditenteng ke mana-mana.Â
Ketika masih di SD, saya hanya sebatas menyukai alunan musik dari sekumpulan lagu Ebiet G. Ade, Franky Sihalatua, Koes Plus, Panbers, D'lloyd, dan sejumlah penyanyi tembang kenangan lainnya. Lagu-lagu nostalgia ini biasa diputar lewat FM di sore hari. Biasanya pukul 13 hingga pukul 16.Â
Di Tana Toraja sendiri tidak ada penyiar FM di sekitar tahun 1990-2000. Siaran FM yang bisa dinikmati di Toraja berasal dari Pare-Pare. Adapun siaran AM berasal dari RRI Jakarta dan RRI Makassar.Â
Selain mengoleksi kaset penyanyi nostalgia legendaris Indonesia, saya juga mengoleksi sejumlah kaset band luar negeri. Mereka adalah penyanyi idola saya ketika duduk di bangku SMP dan SMA. Awal.Â
Tahun 2000 adalah puncak beredarnya kaset lagu-lagu di pasar-pasar tradisional di sekitar Toraja dan Enrekang. Saat itu juga beredar bukan hanya kaset original, melainkan kaset-kaset bajakan dengan harga murah.Â
Demi kepuasan mendengar dan kualitas yang baik, maka terkoleksilah kaset original dari Bon Jovi, Scorpions, Guns n Roses, MLTR, Queen, Westlife, Backstreet Boys, Boyzone, Gil, Celine Dion, Alter Bridge, M2M dan banyak lagi. Mereka adalah penyanyi yang sangat saya gandrungi. Saya mengoleksi hjngga tiga album dari setiap penyanyi ini. Harga kaset asli dari tahun 1998 hingga 2005 adalah antara Rp. 12.000 hingga Rp. 28.000.
Khusus lagu-lagu lawas berbahasa Inggris, dari sanalah saya belajar otodidak bahasa Inggris ketika duduk di bangku kelas 2 SMA. Kebiasaan mendengarkan lagu-lagu tersebut dari perangkat Radio cassette tape recorder tiap hari, membuat minat belajar bahasa Inggris tumbuh dalam diri saya.Â
Hingga saya menyelesaikan pendidikan S1 Bahasa Inggris di tahun 2007, saya masih sering mencari kaset lagu-lagu di toko-toko musik dan elektronik di pasar Makale di Toraja dan Pasar Sudu di Enrekang. Tahun 2002 hingga 2007 adalah masa kejayaan beredarnya Compact Disc di pasar tradisonal sebagai pengganti kaset pita.Â
Keistimewaan mengoleksi kaset adalah adanya lirik lagu pada sampul kaset. Tanpa harus ada layar, kit bisa karaokean dengan membaca lirik. Kemudian, jika pita kaset tergulung atau mengalami kemacetan, pita masih bisa diperbaiki.Â
Paling hanya ada perubahan suara yang agak menghilang sedikit jika pita terlipat atau tergulung. Suatu waktu pita kaset putus, gampang disambung kembali. Saya biasa menggunakan getah buah labu siam untuk menyambung pita kaset yang putus.Â
Saya sangat menjaga kaset-kaset yang saya miliki. Bahkan ketika sudah rusak dan putus pitanya berulang-ulang, saya masih menyimpannya. Apalagi masih ada tempat kaset dan sampulnya.Â
Kadang saya mencatat harga dari tiap kaset dan menghitung besar biaya yang saya habiskan untuk membeli kaset ketika duduk di bangku SMP hingga kuliah. Ternyata nilainya jutaan juga.Â
Radio kaset adalah hal yang wajib ada ketika mengoleksi kaset. Saya membeli Radio sebanyak dua kali sepanjang hidup saya. Sekali membeli Radio kaset mini nan murah bajakan merek Sonia tahun 1997.Â
Kalau merek Sony, JVC, Toshiba dan Kenwood tak sanggup saya membelinya. Harganya jutaan rupiah dan hanya ada di toko-toko elektronik besar. Hanya sekali seminggu datang dipajang dan didagangkan oleh penjualnya di pasar tradisional.Â
Radio yang saya beli hanya bisa putar kaset saja. AM dan FM hanya variasi. Barulah ketika duduk di bangku kelas 2 SMA, tahun 2002, saya menyempatkan diri membeli sebuah radio tape recorder merek Polytron, asli.Â
Sudah ada tambahan dua mic untuk karaoke. Harganya pada tahun itu Rp 1000.000. Tergolong cukup mahal. Saya bisa membeli Radio tersebut dengan hasil menjual satu pohon buah cengkeh kering. Sekitar 30 kg cengkeh kering yang bernilai satu buah Radio.Â
Sumber tenaganya 8 buah baterai dan bisa juga lewat aliran listrik. Karena di rumah belum ada aliran listrik, maka baterai adalah satu-satunya sumber.Â
Radio ini masih terpelihara dan berfungsi dengan baik hingga sekarang. Jika pulang kampung, saya selalu menyempatkan membersihkan kumpulan kaset koleksi saya dan Radio.Â
Hiburan saya saat bekerja di kebun memetik cengkeh adalah memutar lagi nostalgia dari Ebiet G. Ade menggunakan radio kaset. Saya tarik kabel panjang ke kebun. Sore harinya, mendengarkan lagu tembang kenangan dari radio FM Pare-Pare.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI