Keanggunan sebuah daerah dapat terlihat dari berbagai segi. Bisa tergambar dari keindahan pemandangan alamnya, adat istiadatnya, budayanya, cara hidup warganya, seni, pakaian adat, dll. Cara pandang kita pun akan berbeda-beda dalam mengagumi dan menilai keanggunan tersebut.
Di Toraja, salah satu cara warga setempat melestarikan keanggunan tradisionalnya adalah dengan mendandani anak-anak sejak usia dini dengan pakaian adat. Beberapa kegiatan yang rutin menjadi tempat anak-anak mengenakan busana adat Toraja, antara lain kegiatan Rambu Solo' (kedukaan), acara pernikahan, dan acara syukuran (mangrara banua).Â
Masih ada sejumlah kegiatan lain, seperti kegiatan menari dan festival budaya serta acara insidentil lainnya. Namun, yang paling rutin dan hampir terjadi setiap hari adalah pada acara kedukaan dan pernikahan.
Pada acara kedukaan, anak-anak usia 2 tahun hingga usia belasan tahun akan mengenakan busana adat tradisional dengan tugas sebagai penyambut tamu/keluarga yang datang melayat yang akan masuk ke pondok penyambutan (lantang karampuan).Â
Sementara pada acara perkawinan, anak-anak akan menjadi pengiring pasangan mempelai. Mereka akan berjalan mendahului pengantin dalam prosesi menuju pelaminan.
Seperti yang dialami oleh sepasang anak saya. Mereka didandani dengan pakaian adat Toraja pada sebuah acara pemberkatan dan resepsi perkawinan. Keduanya mengenakan busana adat tradisional Toraja. Anak laki-laki mengenakan sarung khas Toraja yang dipasangkan dengan baju tenun. Tak lupa dilengkapi dengan ikon ke-Toraja-an, yakni passapu' di kepala.Â
Di samping itu, anak laki-laki juga bisa mengenakan celana khas Toraja yang disebut seppa tallu buku. Jika mengenakan celana ini, maka ada sarung yang menyilang di badan sebagai pelengkapnya.
Pada anak perempuan, dipakaikan baju tenun yang dihias dengan rumbai berupa kumpulan manik-manik yang disebut kandaure. Dan di kepalanya dipasang semacam bando yang disebut sa'pi'. Akan sempurna keanggunan wanita Toraja jika di lehernya melingkar kalung tradisional yang disebut manik.Â
Semua yang melekat sebagai aksesoris di tubuh wanita yang berpakaian adat adalah barang pusaka keluarga. Ada manik/kalung yang hanya dikenakan pada anak pada acara kebesaran tertentu. Termasuk orang tua mereka.