Ternyata pelaksanaan ibadah diundur hingga pukul 8 malam. Prosesi berjalan dengan lancar dan hikmat. Kolaborasi anak-anak, pemuda, ibu-ibu, kaum bapak dan warga jemaat lainnya terjadi dalam seluruh rangkaian ibadah. Lebih sepuluh kali persembahan pujian dari warga jemaat di sepanjang ibadah Natal.
Suasana paling menakjubkan adalah ketika penyalaan lilin Natal diiringi lagu Malam  Kudus. Lampu dipadamkan dan hanya puluhan lilin kecil yang diarak anak-anak sekolah minggu yang menghiasi halaman gereja. Suasana Malam Kudus benar-benar terasa.
Sekitar 3 jam durasi ibadah berjalan. Pukul 11 malam ibadah perayaan Natal selesai. Langsung dilanjutkan dengan kesan dan pesan Natal serta sambutan-sambutan. Ada pula sesi doorprize dimana panitia perayaan Natal memberikan pertanyaan-pertanyaan lucu yang membuat suasana meriah.Â
Setelahnya doa makan dan makan bersama. Pemuda gereja membagikan satu bungkus nasi dan satu bungkus lauk kepada setiap warga yang hadir. Lauknya adalah daging babi yang dicampur dengan daun mayana dan dimasak menggunakan bambu (pa'piong)Â dan daging ayam.Â
Satu momen yang paling ditunggu-tunggu adalah lelang natura. Ini adalah tradisi turun-temurun dalam gereja, khususnya gereja lokal Gereja Toraja. Tujuan dari lelang natura adalah untuk mencari dana bagi pembangunan dan organisasi intra gerejawi. Barang natura yang dipersembahkan warga jemaat telah dikelompokkan sesuai peruntukan dananya.Â
Beragam hasil bumi dan makanan dilelang. Ada beras, ayam, labu, pisang, padi, kue, daging babi, ketupat, dan yang paling dicari-cari adalah menu klasik dan khas Natal di Rano, la'pa'. Sayangnya, tahun ini hanya ada tiga rumah tangga yang memasak la'pa'. Mungkin ada kondisi keterbatasan sumber daya dan bahan baku yang membuat minimnya keluarga yang memasak la'pa' tahun ini.Â
Saya sendiri tidak perlu repot ikut lelang natura untuk mendapatkan la'pa'. Tiga keluarga yang memasak la'pa' langsung membawakan kami masing-masing satu ikat. Jadi, total ada tiga ikat la'pa' kami bawa pulang dari gereja.Â
Suasana lelang natura ini riuh. Banyak yang berebutan untuk mendapatkan lelang. Namun, seperi lelang pada umumnya, harga tertinggi adalah pemenangnya.Â
Seusai makan dan lelang natura, dilanjutkan dengan foto bersama di sekitar pohon Natal dan panggung acara. Warga jemaat bergantian mengambil dokumentasi. Sebagian besar peminat foto bersama adalah para perantau. Termasuk saya yang tergolong perantau lokal. Kami pun tak ketinggalan mengambil gambar. Ya, momen sekali setahun.