Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Stunting dan Strategi Penanganannya di Desa

30 November 2023   17:47 Diperbarui: 1 Desember 2023   09:41 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekelompok bocah di salah satu sudut perkampungan Tana Toraja. Sumber: dok. pribadi

Khusus bagi warga Muslim, maka yang dipelihara di sekitar pekarangannya adalah kambing atau sapi. Ayam sendiri adalah jenis unggas yang hampir setiap rumah menternakkannya secara tradisional. Dengan demikian, secara ekonomi mampu menopang gizi keluarga. Ada susu dari kerbau, sapi dan kambing. Demikian halnya dengan protein dari daging. Selain itu, secara finansial bisa menolong warga. Hasil ternak bisa dijual. 

Jika terkait masalah makanan pokok, warga bisa memaksimalkan potensi kearifan lokal setempat. Makanan pokok tidak hanya berbicara tentang beras. Masih ada sagu, jagung, singkong dan jenis umbi-umbian lainnya. Jenis makanan pokok ini biasanya menjadi karakteristik kelompok masyarakat tertentu yang terkait langsung dengan topografi wilayah dan pola hidup. Intinya adalah ada edukasi kepada warga untuk bersedia bekerja dan berkreasi. 

Warga pedesaan Tana Toraja cenderung menjadikan beras, singkong dan jagung sebagai makanan pokoknya. Beras dihasilkan dari sawah-sawah tadah hujan. Maksimal dua kali panen setahun. 

Singkong paling banyak dibudidayakan secara tradisional di samping rumah dan ladang di wilayah Tana Toraja bagian selatan. Sementara jagung dibudidayakan di wilayah Tana Toraja bagian barat. Semuanya secara tradisional. 

Ini belum termasuk perikanan sederhana dan pertanian hidroponik di lingkungan sempit. Banyak warga Toraja yang saat ini melakukan ternak lele sangkuriang menggunakan bak-bak kecil dari terpal. Hasilnya bisa dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual. 

Tanaman hidropinik pun demikian. Tak perlu menggunakan pipa paralon, tapi bekas kemasan air mineral dan potongan bambu. 

Lalu, bagaimana dengan keluarga yang memang benar-benar tak memiliki apa-apa untuk memperbaiki gizi keluarganya? Salah satu solusinya adalah pemerintah kelurahan atau desa setempat perlu memprioritaskan warga yang mengalami kondisi stunting untuk diberikan bantuan sosial. 

Penting pula menyediakan pelatihan yang tepat guna bagi warga untuk mengelola sumber daya terbatas yang dimilikinya agar bisa memperbaiki gizi keluarga. 

Pertanian, peternakan, perikanan atau ragam industri rumah tangga lainnya. Dengan kata lain, dana desa juga harus tepat sasaran ke warga yang mengalami stunting. 

Kekurangan makanan atau gizi buruk tidak selamanya menjadi penyumbang tingginya angka stunting. 

Masalah klasik yang mempengaruhi stunting di desa dan wilayah pinggiran adalah sanitasi dan jamban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun