Tanggal 25 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional dan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia. Menjelang tahun 2023 berakhir, 25 November 2023, tepat hari ini, guru-guru seluruh Indonesia kembali memperingati hari besarnya dengan tagline #HGN2023. Sementara guru-guru yang berada dalam organisasi profesi PGRI juga merayakan HUT ke-78 PGRI hari ini. HGN dan HUT PGRI tak terpisahkan, demikian pula peran guru dalam mengangkat tanggung jawab pembangunan pendidikan di tanah air.
PGRI sebagai organisasi profesi guru terbesar di Indonesia saat ini pun tengah mengalami permasalahan kepemimpinan. Beberapa kepengurusan di tingkat provinsi telah menyelenggarakan KLB untuk merongrong kepengurusan PB PGRI yang diketuai oleh Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd. Kolaborasi dan soliditas guru-guru yang bernaung di bawah PGRI tengah diuji. Bagaimanapun juga, PGRI seyogyanya adalah kolaborator pemerintah dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.Â
Merdeka belajar digaungkan sebagai bagian tersirat dari tujuan pendidikan nasional. Hal ini sejalan dengan tema HGN 2023 yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek yakni "Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar".Â
Merayakan Merdeka Belajar tahun ini berarti pendidikan di Indonesia telah mewujudkan Merdeka Belajar itu sendiri. Konsep Merdeka Belajar secara sederhana adalah mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid. Pemerintah melalui Kemdikbudristek di bawah komando bapak menteri Nadiem Anwar Makarim telah menggagas dan menyelenggarakan Program Pendidikan Guru Penggerak untuk mendorong terciptanya pembelajaran yang berpusat pada murid.
Pioneer perubahan konsep pendidikan yang selama ini dianggap teacher centered ke student centered ada di tangan guru. Dengan hadirnya guru penggerak, maka dimungkinkan guru-guru akan berbagi praktik baik pembelajaran yang kreatif, inovatif dan berorientasi pada kebutuhan belajar murid. Dan inilah tantangan bagi setiap guru. Untuk mewujudkan merdeka belajar, guru-guru wajib mengetahui kebutuhan belajar anak didiknya melalui asesmen diagnostik non kognitif. Sehingga guru mampu merancang, menerapkan pembelajaran yang dideferensiasi dan memperkuat kompetensi sosial emosional murid.Â
Kolaborasi antara semua elemen sangat diharapkan agar pembelajaran yang berpusat pada murid yang nantinya bermuara pada Merdeka Belajar. Kolaborasi yang paling sederhana dimulai dari antar sesama guru, guru dengan murid, guru dengan kepala sekolah, guru dengan orang tua/wali murid, guru dengan masyarakat serta guru dengan pemangku kepentingan/pengambil kebijakan/pemerintah. Puluhan ribu guru penggerak seluruh Indonesia telah dicetak oleh Kemdikbudristek. Kolaborasi mulai terbangun di setiap sekolah dan antar sekolah. Tantangannya adalah masih adanya guru-guru yang enggan berkolaborasi dan sulit berbagi praktik baik pembelajarannya.Â
Pada tugas tambahan tingkat di atasnya, masih ada pula kepala sekolah yang seolah menutup diri. Guru penggerak di sekolahnya dianggap sebagai saingan. Ya, ini secara alamiah terjadi di lingkungan sekolah yang telah memiliki guru penggerak. Seperti diketahui, bahwa pemerintah telah menetapkan salah satu aturan pengangkatan kepala sekolah dan pengawas sekolah, yakni memiliki sertifikat pendidikan guru penggerak.Â
Khusus pengangkatan pengawas sekolah, tidak semua daerah bisa menindaklanjuti kebijakan nasional. Keterbatasan APBD untuk membayar tunjangan pengawas menjadi alasan belum maksimalnya serapan pengangkatan pengawas sekolah dari guru penggerak.Â
Kolaborasi antar guru di sekolah juga terhambat manakala lulusan guru penggerak justru bermimpi untuk mendapatkan jabatan kepala sekolah atau pengawas sekolah. Oya, pemerintah pusat hanya menetapkan regulasi, sementara kebijakan pengangkatan kepala sekolah dan pengawas sekolah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yakni gubernur, bupati dan walikota. Ketika jabatan itu belum terwujud, semangat mengajar guru menurun. Namun, tidak semua guru penggerak seperti itu. Nah, masalah klasik pendidikan pun lahir kembali. Kolaborasi di sekolah tidak terjadi dan merdeka belajar pun sulit diwujudkan. Sangat diharapkan pemerintah pusat bisa membuat regulasi yang lebih baik lagi sehingga percepatan terwujudnya pembelajaran yang berpusat pada murid dan merdeka belajar benar-benar bisa terjadi. Sebaiknya Kemdikbudristek menyaring para guru terbaik dan memberikan rekomendasinya ke pemerintah daerah untuk menduduki jabatan kepala sekolah atau pengawas sekolah. Dengan demikian, guru tidak menjadi korban politik dan kepentingan di daerah.Â
Pemerataan pendidikan juga menjadi tantangan besar pendidikan saat ini. Di berbagai pelosok negeri ini, masih terdapat ribuan sekolah yang kekurangan dan bahkan tak memiliki guru, khususnya di jenjang pendidikan dasar. Pengangkatan guru PNS yang dianggap bisa memeratakan sebaran guru, justru tidak terjadi. Banyak guru yang telah menerima SK 100 persen sebagai PNS justru meninggalkan sekolah tempat penempatannya dan memilih pindah ke kota. Kesenjangan terjadi lagi. Pengangkatan guru lewat ASN PPPK sedikit lebih baik dalam dua tahun terakhir. Guru PPPK tidak boleh mutasi. Meminta mutasi artinya mengundurkan diri. Namun fakta di lapangan saat ini, sejumlah ASN PPPK enggan menjalankan tugas di sekolah tempat penugasannya. Alasan jauh, terpencil, mistis, dll menjadi latar tidak menjalankan tugas, tetapi gaji mereka tetap jalan. Kembali, peran pemerintah sangat diharapkan untik memberikan ketegasan. Jika ini terus terjadi, maka merdeka belajar dan pemerataan pendidikan sulit terwujud.