Hari ini saya dalam perjalanan ke Jakarta dalam rangka mengikuti kegiatan Refleksi Peran Guru Penggerak dalam Transformasi Pendidikan. Kegiatannya nanti di Menara Peninsula Hotel, Jakarta Barat.Â
Setelah menempuh perjalanan 8 jam dari Tana Toraja, saya bersama tekan baru saya dari Toraja Utara, bapak Dedi Simbolon memilih menginap di Guest House Pa'rapuan yang berada satu kompleks dengan Gereja Toraja Jemaat Balla Tamalanrea, Makassar.Â
Oya, pak Dedi ini asli Batak tapi cinta Toraja. Ia bersama istrinya memilih tinggal di Toraja. Istrinya juga orang Batak.Â
Dari Guest House kami memilih menggunakan fasilitas grab sebagai media angkutan menuju bandara Sultan Hasanuddin. Setelah memesan dengan aplikasi, hanya semenit driver mobil grab sudah menelfon bahwa ia sudah berada di halaman guest house.Â
Setelah pamit ke pemilik guest house, kami menuju bandara dengan mobil grab. Sebuah mobil Avanza hitam. Drivernya sangat ramah.Â
Sopir grab bernama Sudirman. Ia asli orang Makasar. Pak Sudirman bercerita pengalamannya menggunakan aplikasi Grab. Kata pak Sudirman, penghasilan bersih setiap hari minimal 200 ribuan. Ia sangat bersyukur dengan adanya aplikasi sejenis Grab. Profesi sebagai sopir Grab adalah pekerjaan utamanya setiap hari. Banyak orang kini memiliki pekerjaan sejak layanan angkutan online berlaku. Khususnya di kota Makassar. Mobil-mobil yang selama ini hanya bersolek manis di garasi rumah, sudah punya penghasilan.Â
Mahasiswa juga sangat banyak yang menjadikan profesi driver Grab sebagai pekerjaan sampingan di sela-sela waktu luang perkuliahan.Â
Secara pribadi, saya sangat tertolong dengan aplikasi Grab. Tak perlu repot-repot berdiri di pinggir jalan menunggu mobil. Cukup klik aplikasi dan pilih jenis angkutan terdekat yang diinginkan. Pilihan tarif pun disiapkan, muai dari yang termurah hingga yang mahal. Nama driver dan plat nomor kendaraan juga ditampilkan di layar. Ya, jadi sangat memudahkan perjalanan. Meskipun saya mengendarai mobil sendiri dari Toraja ke Makassar, tetapi saya lebih menyukai menggunakan angkutan berafiliasi dengan aplikasi online sejenis Grab. Saya tak perlu repot jika macet, antri di pintu TOL, dsbnya. Semua terlayani dengan maksimal oleh driver.Â
Pak Sudirman juga menambahkan bahwa sejak adanya aplikasi online untuk angkutan, tingkat kejahatan ke penumpang bus dari daerah juga berkurang drastis. Jika ditarik benang merahnya, penumpang dari daerah lebih terjamin keamanannya. Sesaat sebelum bus yang digunakan dari daerah sampai di tujuan lorong atau tempat pengantaran, para penumpang bisa memesan angkutan online. Sehingga pas turun dari bus, langsung naik angkutan berbasis aplikasi. Sehingga tak ada lagi aksi penjambretan, penodongan da  pemalakan di jalanan kota Makassar.Â
Berbicara tentang taksi-taksi konvensional, jenis angkutan ini sudah jarang terlihat di kota Makassar. Masih sempat terlihat satu dua sendan blue bird tapi sudah memasang stiker aplikasi online. Dengan demikian, taksi konvensional mulai menyesuaikan keadaan jika ingin bertahan mendapatkan penumpang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H