Saat ini telah ada peraturan pemerintah terbaru terkait mutasi ASN. RUU ASN yang mengatur tentang mutasi ASN ini telah disahkan oleh DPR untuk menjadi Undang-Undang ASN pada tanggal 3 Oktober 2023. Inti dari UU tersebut adalah adanya peluang bagi PNS atau ASN untuk pindah instansi.
Mutasi terlihat makin mudah karena seseorang bisa pindah ke instansi terbarunya yang tidak linear dengan pengangkatan pertamanya sebadai ASN. Dengan kata lain, mutasi seseorang dalam sebuah jabatan makin mudah dan jabatan tersebut bisa diisi oleh orang lain dari laur instansi. Gambaran umum mutasi ini pernah terjadi pada jabatan Menteri Dalam Negeri, yakni Jenderal Tito Karnavian yang berasal dari Polri menduduki jabatan publik.Â
Ada satu keahlian yang bisa memudahkan seseorang dimutasi ke instansi lain, yaitu memiliki kecakapan digital. Artinya dalam proses mutasi dan pindah instansi ASN ini, tetap mempertimbangkan skill atau talenta yang dimilikinya.
UU ASN yang baru ini sekaligus membuka peluang bagi ASN untuk berkarir di luar lembaganya. PNS bahkan bisa bertugas di BUMN. Jadi, seorang guru bisa beralih tugas untuk berkarir di PLN, misalnya.
Begerak antar instansi akan terjadi berdasarkan UU ASN terbaru. Seorang PNS bisa mengembangkan kompetensinya kemudian. Jika seorang PNS pindah dari lembaganya dan masuk sebuah BUMN, ia tidak akan kehilangan hak-hak yang melekat pada dirinya sebagai PNS.Â
Tujuan dari terbitnya UU ASN ini adalah mendorong percepatan pengembangan kompetensi ASN. Adapun pola pengembangan kompetensi PNS bukan lagi fokus pada mengumpulkan PSN pada salah satu tempat untuk mengikuti penataran. Program on the job training atau magang yang mengarah pada experiental learning menjadi solusi pemerintah untuk pengembangan kompetensi ASN. Tidak ada lagi kumpul-kumpul untuk penataran. Konsep pengembangannya lebih condong ke pengalaman nyata di lapangan. Konsep ini telah dijalankan oleh Kemendikbudristek melalui Program Pendidikan Guru Penggerak dan Implementasi Kurikulum Merdeka. Guru-guru tidak lagi dipanggil ke hotel berminggu-minggu untuk penataran. Para guru lebih banyak melakukan aksi nyata di sekolah mereka. Hanya sesekali dikumpulkan pada satu tempat untuk melakukan refleksi.
Mutasi adalah kejadian yang bertindak seperti pedang bermata dua. Ada ASN yang bahagia karena mutasi atas permintaannya sendiri. Di sisi lain, tidak sedikit ASN yang justru sakit hati dan semangat kerjanya menurun karena mutasi secara tiba-tiba yang dialaminya. Di tingkat daerah, mutasi paling banyak terjadi pada ASN guru yang bertugas di daerah terpencil. Ini cenderung terjadi pada ASN yang berdomisili dari luar daerah terpencil tersebut. Alasan utama mereka mutasi karena lokasi jauh, daerah mistis, dll. Akan tetapi alasan logisnya adalah karena mereka sudah mendapatkan SK ASN 100%.Â
Sudah menjadi kebiasaaan umum di masa-masa politik, Pemilu dan Pilkada, tawaran mutasi PNS seringkali menjadi bargaining. PNS di daerah-daerah terpencil atau 3T akan menjadi sasaran oleh pihak penguasa, caleg dan calon kepala daerah. Paling miris ketika seorang guru berstatus CPNS dijanjikan untuk pindah ke kota setelah menerima SK 100% jika membatu calon-calon tertentu untuk mendapatkan suara pemilih.
Percakapan saya hari ini saja dengan beberapa ASN guru pada salah satu sekolah yang banyak menceritakan bagaimana keluarganya berhasil di mutasi dari sebuah kampung terpencil setelah berhasil mengumpulkan 10 suara untuk seorang calon bupati beberapa waktu yang lalu.Â
UU ASN yang mengatur juga tentang mutasi ASN terjadi pada ASN yang berkinerja buruk setelah 3 bulan ditempatkan. Namun, konsep ini dari dulu terjadi di daerah. Bukan kompetensi yang menjadi ukuran mutasi pegawai, melainkan pilihan politik. Maka banyaklah ASN yang dipindahkan ke daerah terpencil karena berseberangan pilihan politik dengan pemenang Pilkada.Â
Secara khusus guru ASN, pendidikan di daerah 3T akan semakin memiliki kesenjangan dengan pendidikan di wilayah perkotaan iika praktek mutasi ASN selalu dijadukan senjata untuk mendulang suara. Di masa-masa perpolitikan inilah terjadi banyak proses mutasi kalangan guru-guru.Â
Sekarang ada ASN PPPK yang seharusnya tidak bisa dimutasi. Namun, di daerah sudah banyak ASN PPPK yang sudah menandatangani SPTJM tetapi tidak pernah muncul di sekolah yang ia lamar. Ia masih mencari celah untuk bisa dimutasi dari temaot tersebut. Jika ASN PPPK bisa dimutasi maka sebaiknya tak ada ASN PPPK, ASN secara umum saja.Â
Jangan dong mutasi ASN terutama guru dari wilayah-wilayah terpencil. Pendidikan akan selalu menghadapi kondisi kekurangan guru. Sekolah-sekolah di kampung akan selalu menjerit kekurangan sumber daya. Seharusnya, pemerintah mendorong mutasi ASN dari kota ke pedesaan atau pelosok.
Mutasi ASN guru ke lembaga di luar pendidikan sudah acap kali terjadi di tingkat daerah sebelum UU ASN disahkan oleh DPR. Misalnya, ada seorang guru oleh karena ia tim sukses salah satu paslon yang memenangkan Pilkada, maka ia pun dimutasi jabatannya dari fungsional guru ke struktural sebagai camat.
Sosok ASN di bidang kesehatan pun sering menjadi objek bargaining politik. Menumpuknya bidan dan suster di sejumlah puskesmas itu terjadi karena mutasi dari pelosok. Kesenjangan layanan kesehatan masyarakat pun terjadi. Maka seringlah terjadi ibu hamil yang melahirkan dan bahkan meninggal karena pendarahan di tengah jalan yang sunyi di atas kendaraan atau di atas tandu karena tidak adanya tenaga kesehatan di daerah terpencil.
Pemerintah atau siapapun yang berkuasa, memiliki pengaruh politik sekali-kali perhatikan pula kebutuhan mutasi tersebut. Hindari mutasi karena faktor keluarga dan KKN. Khusus daerah terpencil, sekali lagi jangan dong lakukan mutasi kepada guru dan tenaga kesehatan yang berstatus ASN. Harusnya jumlah personil ditambah bukan dikurangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H