Rumah warga yang bermodel rumah adat tongkonan, biasanya akan dipasangi puluhan tanduk-tanduk kerbau sebagai tanda banyaknya jumlah kerbau yang pernah dipotong ketika pelaksanaan upacara kematian (rambu solo').Â
Hingga kini, di era modernisasi dan agama Kristen telah masuk ke kampung tua Puangbembe, Balo' tedong masih dipercaya sebagai pemberi berkah bagi warga kampung tua Puangbembe.Â
Mengapa warga di sana masih mempercayainya? Salah satu dasarnya adalah 90% dari 40 KK yang bermukim di kampung tua masih menganut agama kepercayaan kepada leluhur. Kepercayaan mereka disebut alukta atau aluk todolo.
Tradisi leluhur warga Puangbembe masih terpelihara hingga saat ini. Ajaran Kristen yang sudah dianut sejumlah warga tidak membuat mereka meninggalkan paham dalam alukta. Tradisi leluhur dan keKristenan dijalankan secara berdampingan.
Warga penghuni kampung tua Puangbembe melestarikan keberadaan batu tedong-tedong ini. Secara pribadi saya melihatnya bahwa batu tersebut masih memiliki nilai kesakralan dan memuat pula kemistisan yang dipercaya oleh warga di sana.Â
Batu ini menjadi salah satu kebanggaan yang sekaligus menggambarkan kebahagiaan atas kehadirannya di tengah-tengah perkampungan tua Puangbembe.
Kesakralan balo' tedong akan nampak dengan jelas ketika pada waktu-waktu tertentu. Warga kampung tua Puangbembe membawa sesaji berupa makanan, daging babi, daging ayam, sirih dan pernak-pernik sesaji lainnya untuk dipersembahkan di balo' tedong tersebut.Â
Tradisi ini dimaksudkan untuk memohon doa dan diberi keberkahan agar hasil panen atau hasil ladang melimpah. Misalnya, ketika masuk masa tanam padi. Sebelum warga turun menggarap sawah, akan diadakan prosesi messun. Warga akan membawa sesaji dan memanjatkan doa-doa kepada leluhur mereka dengan harapan hasil panen akan lebih baik. Dipilih hari baik sebelum melakukan prosesi tersebut.
Setelah prosesi dijalankan, barulah semua warga Puangbembe turun serentak menggarap sawah-sawah tadah hujan yang ada di sana.Â
Bagi masyarakat umum mungkin bisa dianggap sebagai mitos. Namun, bagi warga di sana, batu ini memberikan keberkahan dan kemakmuran jiwa dalam menjalankan roda kehidupan mereka.
Meskipun batu ini sakral dan memuat sesuatu yang mistis, akan tetapi warga di sana bisa duduk dengan bebas menunggani batu tedong-tedong tersebut. Mereka merasa nyaman saja dan biasa-biasa saja.Â