Menikah dan memiliki anak adalah pencapaian terbaik bagi siapapun yang bercita-cita memiliki sebuah keluarga. Hadirnya anak menjadi oase di padang pasir untuk rumah tangga yang lama menantikan kehadiran si buah hati.
Ketika sudah memiliki anak, tidak selalu ibu yang memiliki kesempatan untuk menjaga anak di rumah setiap hari. Apalagi jika sang istri adalah karyawan sementara suami tanpa pekerjaan. Atau bisa juga karena istri adakah PNS dan suamibuka usaha rumahan. Sisanya, suami dan istri sama-sama bekerja.Â
Kondisi inilah yang saya alami. Saya dan istri sama-sama bekerja sebagai PNS. Istri di bagian kesehatan, dan saya berkarir sebagai guru pada salah satu sekolah menengah atas. Anak sudah dua dan sebagian besar waktu mengasuh anak kami selalu orang tua yang melakukannya. Secara bergantian kami membawa anak ke tempat kerja masing-masing.Â
Dari anak pertama masih balita dan belum bersekolah hingga saat ini memiliki anak kedua yang baru masuk usia dua tahun, saya selaku ayah lebih dominan dalam mengasuh anak di rumah. Ini terjadi bukan karena istri tidak mau, tidak mampu atau karena hal lain. Kami sepakat untuk mengasuh anak-anak kami sendiri tanpa melibatkan pengasuh lain. Meskipun kami sama-sama sibuk dengan tanggung jawab masing-masing, kami selalu berupaya untuk menjadi pengasuh langsung kepada anak-anak.Â
Banyak masukan agar kami menggunakan jasa titip anak atau pengasuh anak part time. Tapi, pada akhirnya, saya lebih nyaman memiliki kesempatan mengasuh anak sendiri. Bahkan saya lebih sreg lagi dengan peran menjaga atau menemani anak di rumah.Â
Dengan peran dalam pekerjaan sebagai guru PNS, seringkali ada waktu yang lowong di sela-sela jam mengajar di sekolah. Kesempatan inilah biasanya saya bergantian dengan istri untuk menjemput anak dan membawanya ke rumah. Oya, jarak rumah, kantor istri dan sekolah tempat saya mengajar berdekatan semua. Kira-kira satu kilometer jika jarak ketiga lokasi ditotal. Selebihnya, anak saya bawa ke sekolah. Anak bermain di kelas ketika saya mengajar sudah menjadi pemandangan biasa di sekolah.Â
Intinya, anak saya biarkan saja untuk berkreasi dan mencari semua yang membuatnya oenasaran, selama ia terkontrol dan didampingi.Â
Hmmmmm....Menjaga atau menemani anak di rumah sudah menjadi kegiatan yang rutin bagi saya. Sehingga saya merasa biasa-biasa saja dan... Ya selaku ayah... Saya enjoy aja bermain bersama anak di rumah. Rumah berubah seperti kapal bongkar muat sudah menjadi pemandangan lazim. Saya menganggapnya sebagai salah satu seni menikmati hidup. Kapan lagi menikmati waktu terbaik bersama anak. Toh kalau mereka dewasa nanti, mereka akan memilih untuk mengikuti tujuan hidupnya masing-masing.Â
Selama persediaan popok, susu, dan bubur balita atau nasi sudah siap di tempatnya, kegiatan menjaga anak di rumah akan berjalan dengan normal saja bagi saya. Kalaupunada yang kurang, saya terbiasa mengambil inisiatif untuk menyediakannya. Jika perlu siapkan ragam mainan yang paling digemari anak. Tentunya mainan yang aman buat usia balita agar tidak rentan tertelan atau melukai fisiknya. Lempar sana, lempar sini, corat-coret dinikmati saja.Â
Ruang sempit atau terbatas akan terasa luas selama memberikan kesempatan kepada anak untuk berkreasi atau mengeksplorasi mainannya. Tak ada batasan ekstrim yang saya berikan selama tidak membahayakan anak. Tugas saya mendampinginya sambil sesekali menuntunnya dan mengajaknya bercakap-cakap. Anak mengerti atau tidak, itu urusan kedua, yang penting terbangun komunikasi dan anak nyaman memiliki teman.Â