Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tongkon, Simbol Kekerabatan Orang Toraja

24 Oktober 2023   23:55 Diperbarui: 25 Oktober 2023   16:23 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Muslim yang tongkon di kegiatan kedukaan. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Tongkon atau katongkonan adalah satu kata yang memiliki makna sangat mendalam bagi setiap orang Toraja. Aktivitas ini memegang peran vital bukan hanya sebagai sebuah budaya dan kearifan lokal. Perannya dalam rangka membangun hubungan kekeluargaan tak bisa disandingkan dengan nilai materi. 

Kata tongkon ketika dibawa ke dalam bahasa Indonesia bermakna hadir, datang, dan bersama-sama. Tongkon khusus dilaksanakan pada kegiatan kedukaan (rambu solo'). Jika menemui sekelompok warga dengan kostum dominan hitam, dan diberi pertanyaan dalam bahasa Toraja, jawabannya yang diterima adalah, "La male kan tongkon." Artinya, kami akan pergi tongkon.

Tongkon bagi orang Toraja dimaknai sebagai wadah menyambung tali silaturahmi, perkenalan anggota keluarga hingga wadah saling memaafkan juga. Peran strategis tongkon sebenarnya adalah mampu memperkenalkan hubungan kekeluargaan. Biasanya ketika tongkon akan terjadi cerita saling menelusuri asal muasal nenek moyang. Biasa diistilahkan massalu nenek. Tongkon inilah salah satu pemicu mengapa orang Toraja selalu pulang kampung ramai-ramai ketika ada kegiatan rambu solo' (kedukaan).

Jika mengacu kepada kehidupan sosial budaya Toraja berdasarkan paham Aluk Todolo, tongkon terjadi pada waktu sesi mantarima tamu (penerimaan tamu). Keluarga atau kerabat datang kepada keluarga yang berduka bersama sanak famili dan tetangga terdekat. Saat tongkon, akan disebut nama nenek/kakek atau nama panggilan orang tua beserta kampung asal (alamat). Bagian protokol akan membacakan nama-nama keluarga yang datang tongkon. Dibacakan pula nama anggota keluarga berduka yang dituju. Pembacaan ini memudahkan keluarga untuk melayani tamu-tamu yang datang tongkon.

Tongkon identik dengan rombongan keluarga dengan ciri khas kostum dan sarung warna hitam. Ciri lainnya adalah warga yang tongkon biasanya naik mobil truk bak terbuka. 

Keluarga yang datang tongkon, jika ia keluarga terdekat, misalnya sepupu sekali, biasanya akan membawa kerbau. Ada pula yang membawa babi, pa'piong dan bekal makanan lainnya ditambah tuak dan rokok. 

Di masa kehidupan modern saat ini, warga Toraja juga mulai mengubah barang bawaan ketika tongkon. Banyak yang sudah membawa amplop berisi sejumlah uang yang akan diberikan kepada keluarga yang dituju. Selain itu, tongkon juga tidak selamanya dihadiri oleh nama keluarga yang dibacakan protokol. Seringkali kelaurga di tanah rantau yang tak memungkinkan datang tongkon, namanya akan dibacakan. Sementara ternak, pa'piong atau amplop atas nama mereka diwakilkan kepada keluarga yang ada di kampung. 

Suasana tongkon di rumah duka. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Suasana tongkon di rumah duka. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Toraja dikenal sebagai daerah dengan penduduk mayoritas beragama Kristen. Sisanya adalah Katolik, Islam, dan Aluk Todolo (kepercayaan Hindu Dharma). Latar belakang iman warga Toraja yang beragam turut pula menjadi tawaran objek wisata budaya. Pluralnya agama dan latar belakang kehidupan warga Toraja bisa disatukan oleh satu kegiatan kearifan lokal, yakni katongkonan. 

Hari ini saya tongkon di salah satu keluarga yang beragama Islam di kampung Tamba'narang, Kecamatan Rembon. Saya mendapat informasinya sehari sebelumnya dari salah satu rekan guru penggerak, namanya ibu Haliati. Ia seorang guru honorer di sebuah PKBM di Rembon, Tana Toraja. Lewat pesan WhatsApp, ia meminta saya hadir jika ada waktu. Ia menyampaikan bahwa akan diadakan acara hari ke-100 buat neneknya. 

Suasana penerimaan tamu oleh keluarga dalam pondok. Sumber: dok. pribadi.
Suasana penerimaan tamu oleh keluarga dalam pondok. Sumber: dok. pribadi.

Oya, warga Muslim Toraja sebagian besar adalah Nahdlatul Ulama (NU). Jika ada keluarga yang meninggal, tetap ada acara tausiah diikuti ritual-ritual menurut adat Toraja pada malam ketiga, ketujuh, keempat puluh dan malam keseratus. Ritus hari keseratus adalah upacara terakhir yang biasanya dijadikan acara puncak bagi keluarga Muslim Toraja. Seringkali disebut ma'papura (ritual akhir/penghabisan).

Ketika saya tiba di lokasi acara, ternyata prosesi hari keseratus sang nenek mirip dengan prosesi kedukaan pada umumnya. Yang menjadi pembeda adalah ternak yang dibawa oleh kerabat keluarga. 

Oleh karena Muslim yang memiliki acara, maka selain kerbau sebanyak 8 ekor yang disembelih, 1 ekor kerbau hidup dilelang dan 1 ekor lagi ditinggalkan untuk keluarga. Total ada 10 kerbau jantan dewasa yang menajdi kurban acara keseratus hari tersebut. Terdapat juga kambing yang dibawa keluarga yang tongkon. 

Kepala kerbau yang disembelih. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kepala kerbau yang disembelih. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Jadi, tidak ada babi atau daging babi yang disajikan meskipun keluarga yang datang tongkon masih dominan agama Kristen. Semua saling menghargai dan menjunjung tinggi toleransi. Sanak famili yang hadir untuk tongkon ada yang membawa kerbau, kambing, piong (lemang) ayam, beras, gula, rokok dan tuak. 

Bersalaman, cium tangan, berpelukan, bahkan ada yang menangis haru karena bertemu keluarganya untuk kali pertama. Sanak keluarga yang datang melayat berasal dari hampir seluruh penjuru Tana Toraja dan Toraja Utara.

Rangkaian ritus sebenarnya sudah berlangsung sejak sehari sebelumnya. Puluhan pondok (lantang) dengan ornamen dan ukiran khas Toraja dibuat oleh warga untuk keluarga yang berduka. Ornamen dan ukiran terpasang di kain yang disebut kaseda. Jika acara kedukaan, warna dasar kaseda hanya dua, yakni merah dan hitam

Keluarga dan kerabat yang datang tongkon akan disambut dan dijamu oleh anggota keluarga berduka yang dituju. Di sela-selanya ada acara ma'lelang atau penguangan natura, yakni melakukan lelang untuk sejumlah potongan daging kerbau dan kepala kerbau. Puncak acara tongkon adalah tausiah dari seorang ustadz dari pegawai Kemenag Tana Toraja. Dan yang paling ditunggu-tunggu adalah sesi makan bersama. 

Ketika rekan yang saya tuju sudah menempatkan kami di pondok yang telah disiapkan, ia banyak bercerita tentang asal-usul neneknya. Wah, ternyata setengah darah dari rekan tadi masih sekampung dengan saya. Singkat cerita, kami masih memiliki hubungan kekerabatan. Banyak hal yang kami bicarakan lagi, termasuk membicarakan asal-usul dengan bapak-bapak dan ibu-ibu yang duduk satu pondok dengan saya.

Berfoto bersama rekan Guru Penggerak yang berduka. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Berfoto bersama rekan Guru Penggerak yang berduka. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sesi makan siang akhirnya datang setelah matahari condong ke barat. Nah, ada satu menu spesial yang disajikan, yakni nasu cemba daging kerbau. Aroma wangi khas kuah nasu cemba begitu menggoda selera makan saya yang memang telah lapar. Sasaran pertama saya adalah nasu cemba. Meskipun bukan orang Enrekang yang memasaknya, akan tetapi kenikmatannya tetap ada. Kemudian ada sayur, piong ayam, sambal daging ayam dan beberapa menu lainnya. 

Inilah manfaat dari tongkon bagi kami di Toraja. Tongkon bukan sekedar datang duduk membawa sesuatu, tapi lebih kepada menghubungkan persaudaraan dan kekeluargaan. Tak ada sekat antar agama di sini. Semua satu dalam hubungan kekeluargaan yang kental. Adat, budaya dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Toraja sangat ditonjolkan. Hampir tak ada perbedaan mencolok antara ritual kedukaan dalam agama Kristen, Katolik, Islam dan Aluk Todolo. Pembedanya hanya pada tata cara ibadah dan makanan yang disajikan. 

Satu lagi keunikan tongkon di Toraja adalah ketika kerabat akan pulang, biasanya diberi bungkusan berisi makanan, kue, daging mentah atau pa'piong. Nah, hari ini saya diberi satu pa'piong ayam oleh ibu Haliati, ditambah  satu bungkusan berisi kue kering dan lauk daging ayam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun