Toraja memiliki kain tenun yang telah dikenal secara mendunia. Dari wilayah Toraja Utara terdapat kain tenun Sa'dan. Disebut tenun Sa'dan karena pengrajinnya menenun di Kampung Sa'dan.Â
Kain tenun ini paling banyak digunakan oleh warga Toraja untuk bahan sarung, baju, dan selendang. Boleh dikatakan kain inilah yang paling populer bagi warga Toraja. Paling mudah ditemukan di pasar-pasar dan toko-toko di seantero Toraja.Â
Khusus di Tana Toraja, ada satu jenis kain yang tak kalah kesohor. Kain tenun Simbuang. Kain tenun inilah yang menjadi ikon dari Kecamatan Simbuang. Seni dalam tenun Simbuang bukan hanya pada motif dan coraknya, melainkan juga pada proses tenunnya.Â
Ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Simbuang, hampir setiap rumah memiliki peralatan menenun kain. Tempatnya rata-rata di depan rumah. Selebihnya ada di alang (lumbung). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menenun adalah pekerjaan yang dilakukan setiap hari oleh warga di sana.Â
Kain tenun Simbuang memiliki karakteristik tersendiri. Khususnya pada kain tenun asli. Warna umum dari kain tenun Simbuang dominan mengikuti warna dasar seperti hitam, merah, kuning, biru dan hijau. Sementara motifnya lebih banyak berupa kombinasi warna-warna dominan tersebut ditambah garis putih atau bintik putih yang disebut pa'bintik.Â
Pada umumnya kain tenun asli Simbuang dominan dibuat sarung. Nah, sarung asli Simbuang terdiri atas empat susun kain tenun. Bobotnya agak berat sedikit dari kain tenun Sa'dan.Â
Berdasarkan pengamatan langsung saya di sana, terdapat tiga jenis kain tenun yang saat ini dikerjakan warga di sana, yakni kain tenun yang terbuat dari benang wol. Motifnya sedikit tebal dan agak berbulu.Â
Kemudian ada yang mengkombinasikan kain tenun jadi yang tipis buatan pabrik yang diberikan ornamen tenun Simbuang (pa'bintik). Terakhir adalah kain tenun asli Simbuang yang prosesinya unik.Â
Meskipun saat ini warga Simbuang sudah tidak memproduksi benang lagi dan lebih banyak membeli benang jadi di kota sebagai bahan utama penenunan, akan tetapi ada sejumlah fakta unik pada proses pembuatan kain tenun asli Simbuang. Keunikan ini sekaligus kesakralan yang dikandungnya.Â
Fakta sakral pertama adalah kaum laki-laki tidak diperkenankan untuk menenun. Jadi, hanya kaum wanita yang dibolehkan untuk melakukan proses penenunan. Kaum pria hanya berhak menyiapkan peralatan untuk menenun.
Kedua, tidak diizinkan melakukan kegiatan ma'patama (memasukkan benang) ke dalam alat tenun ketika sedang ada keluarga yang meninggal dan jasadnya masih disimpan di atas rumah.Â
Fakta ini saya dapatkan ketika melihat proses pembuatan kain tenun asli Simbuang di kampung tua Puangbembe, Lembang Puangbembe Mesakada. Adalah ibu Finarti Puang, seorang guru honorer muda di UPT SMPN Satap 2 Simbuang, yang juga penduduk asli Puangbembe yang menyampaikannya kepada saya. Ia sedang menyelesaikan kain tenun di emper rumah tongkonan (rumah adat) Toraja khas Simbuang.Â
Menurutnya, kain tenun yang ia sedang buat adalah kain tenun yang sudah dimasukkan rangkaian benang-benangnya ketika neneknya dulu masih hidup.Â
Oleh karena neneknya telah meninggal dan jasadnya masih disimpan di atas rumah, maka ketika benang-benang tersebut telah selesai ditenun, maka proses tenun akan dihentikan total hingga jasad selesai dikuburkan.Â
Saya sempat berniat membeli satu sarung dari kain tenun asli Simbuang kepada ibu Finarti. Ibu Finarti mengambilnya dan memperlihatkannya. Warnanya merah dengan bintik dan garis orange. Namun, ibu Finarti tidak berniat menjualnya.Â
Ia memberikan kode kedipan mata kepada pamannya terkait alasannya. Akhirnya saya memahami bahwa kain tenun tersebut sudah diperuntukkan untuk ritual keluarga. Atau kain tenun tersebut merupakan mas kawin saudaranya.Â
Ketiga, khusus proses tenun kain di Lembang Puangbembe, jika akan dilakukan proses ma'patama, maka akan disembelih ayam tertentu sebagai ritual awal.Â
Berdasarkan informasi dari bapak Daniel Maraya (paman ibu Finarti dan wakasek di UPT SMPN Satap 2 Simbuang), hanya warga Puangbembe yang masih mempertahankan tradisi leluhur dan budaya asli Simbuang tersebut.Â
Proses ma'patama tidak sembarang dilakukan. Hanya orang-orang tertentu yang memahami teknik dan ritualnya. Selanjutnya, butuh sejumlah orang yang melakukan kegiatan ma'patama.
Terdapat 3-4 sarung yang bisa terbentuk dari satu kali hasil ma'patama. Durasi pembuatan satu kain sarung tenun Simbuang antara 3-4 minggu. Tergantung pada frekuensi penenunan tiap hari.Â
Keempat, kain tenun asli Simbuang adalah mas kawin yang tak ternilai harganya dalam perkawinan adat Simbuang. Kain yang telah dibentuk sarung akan disarungkan kepada calon mempelai pria ketika melamar calon istri. Orangtua pihak wanita akan mengenakannya kepada mempelai pria.Â
Kain tersebut selain tanda ikatan perkawinan, juga adalah tanda terjalinnya hubungan keluarga. Sekiranya terjadi perceraian, maka kain sarung tersebut tetap akan dimiliki oleh sang pria sebagai tanda persaudaraan atau kekeluargaan.
Di balik kesakralan dan keunikan tenun asli Simbuang, terdapat tantangan utama para penenun. Tantangan itu adalah penjualan kain hasil tenun warga. Kain hasil tenunan menghadapi kesulitan dalam penjualan padahal bisa ratusan kain yang selesai dibuat warga Simbuang dalam sebulan.Â
Para penenun biasanya membuat kain tenun untuk digunakan sendiri. Adapun kisaran harga kain tenun Simbuang saat ini adalah 450 ribu hingga 800 ribu rupiah. Mahalnya harga tergantung pada motif dan perpaduan warna.Â
Oleh karena menenun sudah menjadi bagian pekerjaan sehari-hari para wanita Simbuang, maka prakarya di sekolah-sekolah juga mengadaptasinya. Namun, sekali lagi hanya murid wanita yang melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H