Kabupaten Enrekang adalah salah satu daerah penghasil sayuran dan bawang terbesar di kawasan Indonesia Timur. Hasil pertanian berupa sayur kol, sawi putih, tomat, wortel, labu siam, seledri, cabe, bawang merah, bawang daun, ubi jalar, pepaya dan kentang adalah komoditi yang menjadi andalan Kabupaten Enrekang. Hasil bumi tersebut pun turut menyuplai pasar sayur, hotel dan restoran di berbagai provinsi, khususnya Indonesia Timur.
Beberapa kecamatan yang sumber penghasilan utama masyarakatnya dari pertanian sayuran antara lain Kecamatan Alla, Curio, Baraka, Baroko, Anggeraja, Masalle dan sebagian di Malua, Buntu Batu dan Bungin. Â
Kali ini saya berkesempatan untuk menyusuri Kecamatan Masalle yang berada di bagian barat Kabupeten Enrekang, berbatasan langsung dengan Kabupaten Tana Toraja. Jika pernah mendengar objek wisata alam Ollon, Boggakaradeng, di Tana Toraja, maka ketika berada di Masalle, kawasan perbukitan Ollon terlihat sebagian.
Sejak awal mendengar kecamatan Masalle, perkiraan saya berada di bagian timur Kabupaten Enrekang bersama dengan Curio dan Malua. Ternyata saya salah. Setelah menerima undangan dari bapak Saparuddin, kepala sekolah SMAN 11 Enrekang, untuk menjadi narasumber In House Training (IHT) Implementasi Kurikulum Merdeka di sana, saya mencari informasi tentang sekolah ini di Google.
Lewat Google Maps akhirnya saya tahu, SMAN 11 Enrekang berada di Kecamatan Masalle, berbatasan dengan Kecamatan Baroko di bagian timur dan utara, Kecamatan Anggeraja di bagian selatan dan Kecamatan Bonggakaradeng dan Rano (Kabupaten Tana Toraja) di sebelah barat.Â
Merujuk informasi Google Maps, jika saya berangkat dari Makale, ibu kota Kabupaten Tana Toraja, terdapat jarak sejauh 51,6 km yang ditempuh dalam waktu hampir 2 jam.
Menurut informasi dari bapak Saparuddin, ada beberapa pilihan akses yang bisa diambil untuk sampai ke Masalle. Jika dari Makale, rute pertama melalui Mebali-Gandangbatu-Buntu-Kaduaja-Tangsa-Baroko-Bubun Bia-Masalle. Rute kedua, Salubarani-Po'poran-Baroko-Bubun Bia-Masalle. Rute ketiga, Salubarani-Pana-Buntu Sugi-Baroko-Bubun Bia-Masalle.Â
Dari semua rute yang ada, satupun belum ada yang pernah saya coba. Melihat jadwal yang dikirimkan pak Saparuddin, kegiatan IHT dimulai pukul 8 pagi. Adapun materi saya akan dimulai pukul 10 pagi setelah pembukaan dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Provinsi Sulawesi Selatan.Â
Oleh karena perjalanan ke Masalle adalah perjalanan pertama kali, maka saya memilih mengendarai motor agar lebih leluasa dan mudah balik arah ketika tersesat nantinya. Rute yang saya ambil adalah opsi pertama lewat Mebali-Buntu-Baroko. Saya berangkat pukul 7 pagi dengan estimasi perjalanan 1 jam 30 menit. Rute Makale-Mebali hingga Kaduaja boleh dikatakan mulus karena dominan aspal. Akses jalan yang rusak sekitar 50 meter jalan tanah karena pergerakan tanah sepanjang tahun hanya ada di Malaleo, Gandangbatu.Â
Memasuki perbatasan Enrekang-Tana Toraja, di Lembang Kaduaja, terdapat plang papan nama besar bertuliskan Ruas Jalan Provinsi Kotu-Masalle-Baroko-Mebali. Ini berarti jalur yang saya lewati nantinya akan menjadi jalan besar seukuran akses jalan poros Makale-Makassar.Â
Memasuki Tangsa, Desa Benteng Alla Utara di Kecamatan Baroko, ruas jalan provinsi ini sudah digarap pemeringat melalui jalan reabat beton yang lebar. Kendaraan bisa leluasa berpapasan. Mengandalkan Google Maps, saya mengikuti rute jalan provinsi ini menuju Masalle.
Di Desa Baroko, saya memilih melalui dusun To' Tallang sesuai perintah Google Maps. Jalan yang saya lewati adalah rabat beton yang tebal dan lebar. Akses jalan ini adalah bagian dari pembangunan jalan poros menuju Masalle.
Ternyata jalan yang saya lalui mentok di perbukitan berbatu yang menuju ke Parandean. Jalan tak bisa dilalui karena ditutup sementara rabat beton. Saya balik arah, tidak jauh dari posisi saya berbalik saya bertemu seorang ibu dan menanyakan jalan ke Masalle. Beliau menganjurkan saya untuk kembali ke Desa Baroko dan lewat Bubun Bia.Â
Saya putar arah dan seharusnya memang saya mengikuti akses jalan provinsi, buka mengikuti Google Maps. Aduh....hehehe. Jam menunjukkan hampir pukul 9 pagi. Di Baroko, kali ini Google Maps sudah mengarahkan lewat Bubun Bia.
Pada pertigaan jalan poros di Bubun Bia, terdapat papan penunjuk arah ruas jalan provinsi yang menuju desa sekitar kecamatan Baroko dan Masalle. Saya yakin kali ini tidak akan tersesat lagi. Merujuk informasi pada papan nama, jarak Bubun Bia ke Masalle sekitar 10 km.Â
Memasuki pertigaan Masalle-Parandean-Mundan, saya sempat bertanya lagi ke warga arah ke Masalle. Setelahnya jalan lebar perpaduan aspal dan rabat beton. Ruas jalan provinsi menuju Masalle sudah lebar meskipun ada beberapa jalan bergelombang karena pergeseran tanah.
Oya, sejak dari Tangsa hingga masuk dusun Kaban, Desa Batu Ke'de' di Kecamatan Masalle, di sepanjang jalan, kiri dan kanan jalan hanya ada pemandangan kebun sayur. Sejauh mata memandang hanya kebun kol, bawang dan tomat bergantian. Bahkan di sekitar pekarangan rumah warga penuh dengan tanaman kol dan tomat. Namun sayur kol yang paling mendominasi.
Kecamatan Masalle berada di atas ketinggian dan dibalik bukit batu. Hawa di Masalle kontras dengan kecamatan lain di Enrekang. Cuaca sangat dingin di Masalle. Meskipun matahari terik, namun tidak berpengaruh pada dinginnya Masalle.Â
Masalle dipenuhi oleh tanaman sayur kol, daun bawang dan tomat. Aroma khas pestisida dan herbisida bergantian dengan bau khas sayur kol di sepanjang jalan provinsi yang membelah Masalle. Saya tiba di tujuan saya yakni SMAN 11 Enrekang pukul 9.10 pagi. Â Sekolah ini berada di Dusun Buntu Sarong, Desa Masalle, Kecamatan Masalle. Kebun sayur kol yang luas menyambut saya di sana. Hamparan warna khas kol memanjakan mata.Â
Buntu (bukit) Pocong tepat berada di depan kompleks SMAN 11 Enrekang. Di kaki Bukit Pocong melintas ruas jalan provinsi menuju Kotu dan selanjutnya berbagung dengan jalan poros Toraja-Makassar.
Mengapa disebut Bukit Pocong? Karena jika bukit ini diamati, menyerupai mayat yang berbaring telentang. Demikian alasannya menurut salah satu guru di SMAN 11 Enrekang.Â
Punggung Bukit Pocong bagian timur sudah dipenuhi kebun sayur. Kontras dengan sisi barat yang menampilkan kompleks hutan kecil. Namun, hijaunya Bukit Pocong bagian barat inilah yang memperindah wilayah Masalle. Di bagian barat Masalle penuh dengan perbukitan yang merupakan rangkaian perbukitan yang membentang hingga ke Ollon, Bonggakaradeng.
Sampai saat ini, Masalle masih masuk ke dalam daerah 3T atau terpencil. Hal ini didasarkan pada fakta terdapatnya dua guru di SMAN 11 Enrekang yang merupakan guru yang ditempatkan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada program Sulsel Mengajar. Program ini menyeleksi 100 guru untuk ditempatkan pada sekolah-sekolah menengah atas di lokasi terpencil di seluruh Sulawesi Selatan.Â
Listrik dan jaringan telepon telah ada di Masalle. Untuk jaringan internet pun sudah maksimal, tapi hanya dari provider Telkomsel. Jika sudah ada di Masalle, maka tinggal tujuh kilometer lagi untuk tiba di Kotu, Kecamatan Anggeraja.
 Sangat disarankan menyiapkan jaket jika menuju ke Masalle karena hawa dingin menusuk kulit. Dan sekali lagi, hamparan kebun sayur kol berpadu dengan daun bawang dan tomat memanjakan mata diantara kokohnya Bukit Pocong. Gubuk dan pondok hunian para penggarap kebun berdiri di pinggir atau pertengahan kebun sayur.Â
Salah seorang guru SMAN 11 Enrekang juga bercerita bahwa, banyak siswa di sana yang kadang tidak sempat bertemu orang tuanya ketika pulang sekolah. Bukan karena orang tuanya pergi merantau, melainkan para orang tua tinggal di gubuk kebun sayur. Puluhan truk pengangkut sayur terparkir di sepanjang ruas jalan di Masalle. Sehingga saya menyimpulkan, sayuran dari Masalle yang dingin turut andil dalam menyuplai sayuran ke pulau Kalimantan dan provinsi lain di pulau Sulawesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H