Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Tradisi Ma'bumbun Dapo' Orang Gandangbatu Sillanan Atas Selesainya Pembangunan Rumah Adat

23 September 2023   15:02 Diperbarui: 14 Oktober 2023   18:57 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makanan khas Ma'bumbun Dapo'. Sumber: dok. pribadi

Rumah adat adalah simbol sebuah daerah dan suku bangsa yang mendiaminya. Setiap rumah adat memiliki makna mendalam pada setiap hal yang melekat pada bangunan, baik model, bentuk, ukuran, jumlah ruangan, ukuran, jenis kayu hingga penetapan hari baik pembangunannya. Rumah adat menggambarkan cara hidup masyarakat setempat. Banyak nilai-nilak kehidupan yang tertuang dalam bangunan rumah adat. Berkenaan dengan rumah adat pula, maka terdapat prosesi dan tradisi yang berjalan mengikuti pembangunannya. 

Pada tulisan kali ini, saya berbagi sebuah prosesi adat dan budaya Toraja yakni Ma'bumbun Dapo'. Acara ini lebih kental dilaksanakan oleh suku Toraja di wilayah Gandangbatu dan Sillanan. Tradisi Ma'bumbun Dapo' wajib dilaksanakan sebelum pelaksanaan Mangrara Banua (puncak syukuran rumah adat).

Ma'bumbun Dapo' adalah prosesi adat menaiki rumah tongkonan baru. Ma'bumbun secara harfiah berarti menimbun. Dapo' dalam bahasa Indonesia artinya dapur. Sehingga Ma'bumbun Dapo' dalam terjemahan sederhana berarti menimbun dapur. Namun, tujuan sederhana dari prosesi adat ini adalah mengumpulkan  keluarga. 

Baca juga: Jangan Panik Jika Menemui Ini Ketika Menuju Kecamatan Simbuang, Tana Toraja

Dalam kehidupan sehari-hari acara ini biasa juga disebut ma'kendekki banua jika dilakukan untuk rumah baru yang bukan rumah adat.  Ma'kendekki artinya menaiki dan banua artinya rumah. Ini adalah tradisi leluhur orang Toraja yang masih terpelihara sebagai kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat Toraja sampai saat ini. 

Hari ini saya terlibat langsung dalam acara ma'bumbun dapo'. Rumah tongkonan yang melaksanakan upacara ma'bumbun dapo' adalah Tongkonan Ata' Kaju. Tongkonan ini berlokasi di Tabang, Lembang (desa) Buntu Tabang, Kecamatan Gandangbatu Sillanan, Tana Toraja.

Setelah membaca silsilah yang dibagikan panitia pembangunan, ternyata saya adalah adalah satu keturunan dari tongkonan tersebut. Saya hadir ma'bumbun dapo' sekaligus membawa pengakuan dana pembangunan yang telah disepakati berdasarkan nilai pembagian secara merata kepada seluruh keturunan. 

Pastor memberkati makanan berupa nasi ketan dan daging ayam pada acara Ma'bumbun Dapo'. Sumber: dok. pribadi
Pastor memberkati makanan berupa nasi ketan dan daging ayam pada acara Ma'bumbun Dapo'. Sumber: dok. pribadi

Oleh karena keluarga yang tinggal di tongkonan beragama Katolik, maka Pastor dari Paroki Ge'tengan memimpin ibadah Ma'bumbun Dapo'. Rumah tongkonan, alang (lumbung), makanan yang dibagikan dan seluruh peserta ibadah mendapat doa pemberkatan dari Pastor. 

Sehari sebelumnya, panitia pembangunan dan keluarga telah mempersiapkan acara dan rangkain prosesi bekerja sama dengan gereja Katolik stasi setempat. Pada hari pelaksanaan, sejak pagi para keluarga berdatangan. Masing-masing membawa seekor ayam yang ditaruh dalam karung. Ayam-ayam tersebut kemudian dicatat oleh panitia. Selanjutnya diserahkan kepada para pria yang bertugas memotong dan memasak. Lokasi pemotongan ayam ada di belakang rumah tongkonan. 

Ada pula keluarga yang datang membawa minuman khas lokal orang Toraja, yakni membawa tuak. Rata-rata keluarga yang datang menenteng jergen berisi 5 liter tuak. Tanpa komando lagi, tuak tersebut dibagikan ke rumpun keluarga terdekat untuk sama-sama diminum sambil bercerita dan bertukar informasi.

Rumpun keluarga yang telah datang kemudian diarahkan duduk di alang atau tenda yang telah disiapkan. Suguhan kopi, teh dan aneka kue lokal disajikan. Di saat ramah-tamah dalam tenda inilah momen komunikasi hubungan kekerabatan diaktifkan. Pembicaraan antara sesama rumpun keluarga menyisiri setiap informasi silsilah tongkonan. Canda dan tawa kerap menghiasi pembicaraan meskipun sesekali tampak serius karena buntunya informasi tentang sebuah keluarga terkait keturunannya.

Di akhir pembicaraan, biasanya sejumlah uang yang telah disepakati dikumpulkan kepada perwakilan rumpun keluarga yang bertindak sebagai kolektor. Selanjutnya, kolektor meneruskannya ke bendahara umum panitia pembangunan. 

Sahnya prosesi Ma'bumbun Dapo' adalah setelah pelaksanaan pemberkatan bangunan rumah. Pastor selaku pemimpin ibadah dan prosesi Ma'bumbun Dapo' berjalan mengeliling rumah tongkonan. Prosesi ini didahului oleh kepala keluarga yang akan tinggal di tongkonan. Dalam prosesi ini, kepala keluarga memimpin rombongan prosesi membawa sebuah lilin besar yang menyala diikuti istrinya yang membawa salib. Urutan berikutnya adalah pembawa air berkat diikuti Pastor dan anak-anak dari keluarga yang tinggal di tongkonan.

Semua ruangan di atas rumah tongkonan mendapat doa pemberkatan dari Pastor. Prosesi berjalan dengan khusuk dan khidmat. Meskipun Ma'bumbun Dapo' ini masih meninggalkan perpaduan ritus dengan kepercayaan nenek moyang Toraja, Aluk Todolo. Ritus Aluk Todolo masih memiliki jejak pada acara pemotongan ayam dan pembagian dagingnya. Ada kepercayaan yang diyakini sehingga bagian-bagian tertentu dari ayam telah dikhususkan peruntukannya. Namun, prosesi berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena telah berbaurnya tradisi, adat dan budaya ke dalam agama yang dianut warga Gandangbatu Sillanan.

Makanan khas Ma'bumbun Dapo'. Sumber: dok. pribadi
Makanan khas Ma'bumbun Dapo'. Sumber: dok. pribadi

Ciri khas dan unik dari upacara Ma'bumbun Dapo' adalah semua keturunan dari tongkonan datang membawa ayam. Entah itu ayam jantan atau betina, yang penting ayamnya siap disembelih dan bisa dibagikan dagingnya. Tak ada babi dan kerbau yang dipotong. Jadi, hanya daging ayam yang boleh dimakan di acara ini.

Pendamping ayam adalah nasi ketan (so'ko' atau sokko') tanpa santan. Nasi ketan dan potongan daging ayam dibagikan kepada seluruh keluarga dan tamu yang hadir. 

Cara memasak makanan dilakukan dengan cara tradisonal leluhur orang Toraja. Nasi dimasak menggunakan kayu bakar di tungku. Sementara ayam dibakar saat dibersihkan dari bulunya. Inilah alasannya sehingga daging ayam yang dimakan aromanya harum. Ketika daging ayam seelsai dipotong-potong, selanjutnya ditusuk dengan tali rotan atau tali dari bambu, disatukan kemudian dimasak dalam kuali besar. Oya, semua makanan tidak memakai garam dan penyedap rasa. Misalnya daging ayam, hanya dimasak dengan air dan bumbu rempah khas Gandangbatu. Lalu, nasi yang disajikan saat makan bersama dalah nasi dari beras terbaik yang telah disimpan lama. Jenis beras ini biasa disebut orang Gandangbatu Sillanan sebagai pare kasalle. Bulir nasinya pulen dan harum. Terlebih, nasinya telah dibungkus daun pisang, sehingga perpaduan aroma nasi hangat, daun pisang dan daging ayam segar sangat mengundang nafsu makan.

Oya, keunikan lain dari acara ini adalah, pembagian daging ayam. Bagian tubuh ayam sebelah kanan diperuntukkan untuk adat (ma'lalan ada'). Bagian tubuh ayam sebelah kiri diperuntukkan untuk makan bersama kepada semua orang yang hadir. Sementara bagian kepala ayam yang masih utuh, leher dan sedikit dada, diberikan kepada keluarga atau perwakilan keluarga yang membawa ayam.

Rangkaian acara penutup Ma'bumbun Dapo' adalah mantawa kande ade' (membagikan makanan menurut aturan adat yang berlaku di wilayah dimana tongkonan berdiri). Daging ayam sebelah kanan mulai dari sayap hingga paha diletakkan di atas daun pisang. Kemudian disebutkan nama-nama tongkonan yang memiliki kekerabatan dengan tongkonan Ata' Kaju, nama pemangku adat, tukang yang mengerjakan, hingga jabatan-jabatan sosial untuk menerima kande ada'. 

Ma'bumbun Dapo' bukan sekedar sebuah tradisi menaiki rumah baru. Upacara adat ini melambangkan ucapan syukur keluarga besar atas selesainya  pembangunan rumah adat tongkonan dan alang (lumbung). Ma'bumbun Dapo' juga  memiliki fungsi lain yang tak kalah penting. Ini adalah momen menyatukan keluarga besar yang merupakan keturunan dari tongkonan yang telah dibangun. Selain itu, Ma'bumbun Dapo' menjadi waktu yang paling tepat untuk mengumpulkan dana pembangunan tongkonan. Dana besar senilai ratusan juta rupiah kemudian dibagi rata kepada semua rumpun keluarga yang didasarkan pada garis keturunan atau silsilah.

Pelajaran berharga dari acara Ma'bumbun Dapo' ini adalah mampu menyatukan rumpun keluarga berdasarkan silsilah dari rumah tongkonan yang telah dibangun. Kemudian, mampu menggalang dan memelihara kegotong-royongan dalam masyarakat. Kekerabatan kembali dipupuk, meskipun rumpun keluarga telah tersebar ke dalam berbagai agama dan kepercayaan. Kristen, Katolik, Islam dan Aluk Todolo (kepercayaan Hindu Darma Toraja) bersatu dan bergotong-royong dalam mengangkat kesepakatan dan pekerjaan.

Setelah prosesi Ma'bumbun Dapo' ini selesai, maka prosesi selanjutnya adalah Mangrara Banua. Ini adalah puncak acara sebelum rumah tongkonan siap digunakan untuk acara syukuran keluarga, perkawinan dan kedukaan (Rambu Solo'). Rumah tongkonan tidak bisa menjadi tempat pelaksanaan ritual rambu solo' jika belum menyelesaikan prosesi Mangrara Banua. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun