Rumah sakit adalah tempat penanganan dan pemberian perawatan medis kepada warga masyarakat yang ditangani dengan intensif. Perlakuan pasien di rumah sakit tentu memiliki perbedaan dengan perawatan di puskesmas dan klinik.
Dalam hal rumah sakit menjadi tempat penanganan medis, maka seyogyanya suasana di rumah sakit mendukung proses pengobatan dan perawatan pasien. Suasana tenang dan kondusif ditunjang dengan sirkulasi udara segar yang memadai. Terkait dengan suasana tenang, maka kamar pasien pun seharusnya tidak terlalu ramai oleh pengunjung atau penjenguk pasien.
Bagaimanapun juga, setiap pasien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan suasana yang mendukung pengobatannya. Terlalu banyaknya penjenguk sedikit banyak mengganggu kondisi istirahat pasien.
Rumah sakit di kota-kota besar tentu sudah memiliki kebijakan sendiri terkait pengaturan kunjungan pasien setiap hari. Dalam hal ini, ada jadwal tertentu untuk penjenguk pasien.
Bagaimana dengan rumah sakit di daerah? Khusus di Tana Toraja, saya mendapati perbedaan kebijakan di tiga rumah sakit umum yang ada. Satu rumah sakit pemerintah dan dua lainnya rumah sakit yang dikelola yayasan (swasta).Â
Pola kunjungan kepada pasien di Tana Toraja agak unik. Penjenguk pasien kadang datang hingga puluhan orang menggunakan truk bak terbuka. Hal ini terjadi karena latar belakang pasien adalah anggota sebuah jemaat (gereja).Â
Tujuan kedatangan penjenguk adalah datang mendoakan pasien bersama pendeta jemaat. Kondisi ini umum terjadi di Toraja, sekaligus menjadi tantangan rumah sakit dalam mengatur jadwal dan jumlah penjenguk pasien.
Rumah sakit pemerintah, dalam hal ini RSUD, memiliki kebijakan yang agak terbuka kepada penjenguk pasien. Jam untuk menjenguk pasien dibuka hampir sepanjang hari. Adapun jumlah pengunjung pasien sekali menjenguk maksimal 6 orang. Oleh karena biasanya pengunjung pasien kadang datang hingga dua mobil truk bak terbuka, maka pengunjung dianjurkan melakukan rotasi masuk ke ruang perawatan.Â
Ramainya penjenguk pasien seringkali mengakibatkan terjadinya perdebatan singkat antara satpam dengan penjenguk. Syukurlah Semarang, pandemi COVID 19 sudah boleh dikatakan hilang sehingga pembatasan hanya dua penjenguk pasien telah dihilangkan di Toraja.Â
Sementara di dua rumah sakit swasta yang ada, kebijakan agak "keras" sedikit dalam mendisiplinkan penjenguk. Satu RS hanya membuka jadwal kunjungan pasien setiap jam 4 sore hingga jam 6 petang. Jumlah pengunjung saat ini tak dibatasi, namun tetap dianjurkan untuk menjaga ketenangan dalam ruang perawatan.Â
Selanjutnya di RS swasta yang main membuka jam kunjungan pasien pada pukul 11 siang dan 4 sore. Jumlah penjenguk tak dibatasi, tapi tak holeh membawa anak-anak. Hanya di RS inilah ada kebijakan khusus yang tak memgizinkan anak-anak datang sebagai bagian dari penjenguk pasien.
Ketentuan dan kebijakn yang diambil pihak pengelola rumah sakit sudah dipastikan memiliki tujuan yang baik kepada pasien dan keluarganya. Akan tetapi, sebaiknya ada kebijakan yang jelas dan tegas bahwa penjenguk pasien terbatas memasuki ruang perawatan. Aturan terkait larangan membawa anak juga bagus.Â
Saya punya pengalaman tentang hal tersebut. Ketika anak kedua saya lahir, saya membawa anak pertama untuk melihat sang adik. Satpam rumah sakit mengejar saya dan tidak membolehkan. Saya tidak membantah dan langsung membawa anak saya keluar ke parkiran untuk menunggu. Ketentuan ini ternyata berlaku untuk semua jenis kunjungan pasien di salah satu rumah sakit swasta di Tana Toraja.
Kunjungan terhadap pasien pada dasarnya baik sebagai dukungan moril, doa, kepedulian, simpati, empati dan semangat kepada pasien dan keluarganya. Akan tetapi penting pula untuk menjaga ketenangan pasien lewat pembatasan jumlah penjenguk dan durasi kunjungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H