Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penguatan Disabilitas di HUT Ke-36 Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia

22 Maret 2023   20:11 Diperbarui: 22 Maret 2023   20:22 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inisiator FGD, Noldus Pandin. Sumber: dok.pribadi.

Beberapa hari yang lalu saya mendapat undangan lewat pesan pendek WhatsApp dari salah satu rekan di grup WA, bapak Arnoldus Pandin Sulu'. Beliau mengundang saya untuk menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI).  Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka HUT Ke-36 Tahun PPDI, nama acaranya. 

Kegiatan FGD bertempat di aula leproseri Batulelleng, Rantepao, Kabupaten Toraja Utara. Menempuh jarak kurang lebih 20 km ke arah Rantepao, saya tak lupa membawakan 1 buah LCD projector yang akan digunakan dalam kegiatan tersebut. 

Walaupun, leprosesi ini sudah dikenal di kalangan masyarakat Toraja, tapi saya sendiri masih asing. Sempat saya berputar-putar mencari lokasinya. Google maps tidak mengenali lokasi karena memang ada di luar kota Rantepao. Sedikit terisolir karena memang lokasinya diperuntukkan bagi para penderita kusta. 

Kurang lebih sejam, belum sampai juga, saya bertanya kepada seorang bapak yang sedang menarik bambu dari pematang sawah. beliau menunjukkan arah ke leproseri. Terima kasih pak. 

Beberapa puluh meter saya masuk ke kompleks leprosesi, saya mendapati rumah-rumah tua berbentuk tongkonan (rumah adat Toraja). Dibangun dan ditata dengan rapi. Ada yang unik dari bangunan rumah tersebut, struktur tongkonannya merupakan perpaduan antara tongkonan orang Toraja dan tongkonan orang Mamasa (Sulawesi Barat). 

Di sekitar kompleks leproseri banyak kebun sayur. Pasti ini adalah lahan yang dikelola oleh para penderita kusta yang berdomisili di kompleks. Selain itu, di sebelah utara, timur dan barat kompleks banyak  terdapat bangunan semipermanen yang masih merupakan bagian dari kompleks leproseri.

Di bawah parkiran dikelilingi kebun sayur, terdapat sebuah aula leproseri. Di sanalah tempat FGD diselenggarakan. Bapak Noldus Pandin selaku pengurus PPDI Toraja menyambut saya dengan hangat. Berbincang sejenak, beliau mengajak saya bertemu dengan istri orang nomor dua di Kabupaten Toraja Utara. Ibu Yanti Batti, istri Wakil Bupati Toraja Utara. Beliau menyambut saya dengan ramah dan kami pun saling memperkenalkan diri. 

ibu Yanti Batti, istri Wakil Bupati Toraja Utara, menyambut undangan di pintu aula leproseri. Sumber: dok. pribadi.
ibu Yanti Batti, istri Wakil Bupati Toraja Utara, menyambut undangan di pintu aula leproseri. Sumber: dok. pribadi.

Hadir sebagai pembicara utama FGD yakni bapak Kikin P. Tarigan, M. Agr. Beliau adalah anggota Komisi Nasional Disabilitas RI. Dari namanya, saya menebak beliau berasal dari Batak, Eh ternyata betul, pak Kikin orang Batak. Kami pun bersalaman dan sempat berswafoto.

Saya bersama pak Kikin dari Komisi Nasional Disabilitas RI. Sumber: dok. pribadi.
Saya bersama pak Kikin dari Komisi Nasional Disabilitas RI. Sumber: dok. pribadi.

Tema yang diangkat dalam FGD ini adalah Penguatan Disabilitas Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas dalam Wilayah Toraja Menuju Daerah yang Inklusi. Peserta yang ahadir dalam FGD adalah para pemerhati disabilitas, pendeta, warga gereja, pendidik, Ketua Pertina Toraja Utara, warga penghuni kompleks leproseri dan yang spesial adalah puluhan peserta dari komunitas tuna wicara dan tuna rungu. Diantara peserta ini sudah ada yang telah menjadi desainer dan guru.

Spanduk FGD. Sumber: dok. pribadi.
Spanduk FGD. Sumber: dok. pribadi.

Setelah ibu Yanti Batti menyampaikan sambutan, tidak lama berselang bapak Frederik Victor Palimbong (Wakil Bupati Toraja Utara) hadir di lokasi. Saya menyambutnya di pintu depan, sambil berujar, "Salam PKB, aihihihi." PKB di sini bukanlah akronim dari sebuah nama parpol. PKB adalah Persekutuan Kaum Bapak. Bapak wabup adalah ketua umum PKB Gereja Toraja.

Sesaat setelah pak wabup duduk, moderator acara, bapak Noldus Pandin mempersilahkan kelompok tari dari penyandang disabilitas untuk menampilkan tarian tradisional Toraja Pa'gellu'. Menurut ibu Ribka, selaku guru dan mentor sekaligus sebagai penerjemah bahasa isyarat, para penari tersebut semuanya tuna rungu, termasuk yang menabuh gendang. 

Tarian dari remaja disabilitas ini sepintas sama lancarnya dengan penari normal. Tiada cela dan senyum manis dari mereka memancar selama menari. Nah, salah satu tradisi ketika ada penari tampil, penonton diberi kesempatan ma'toding. 

Dalam bahasa Indonesia, ma'toding mirip dengan istilah memberikan saweran.  Ma'toding bagi orang Toraja dimaksudkan untuk memberikan bantuan dana dalam rangka pengembangan diri para penari. Sejumlah uang diselipkan diantara ikatan aksesoris yang melilit kepala penari. Di sinilah dasar istilah  ma'toding (meletakkan uang di kepala). Saya juga ikut  ma'toding. 

img-20230322-122032-copy-641af73608a8b5689c3d9ed3.jpg
img-20230322-122032-copy-641af73608a8b5689c3d9ed3.jpg
Berfoto bersama penari disabilitas. Sumber: dok. pribadiKembali ke kegiatan inti Focus Discussion Group. Pak Kikin menyampaikan garis besar dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas. Beliau menitipkan pesan penting agar Pemda Toraja Utara bisa melahirkan sebuah Perda yang isinya memberikan jaminan perlindungan bagi semua penyandang disabilitas yang ada di Toraja Utara.

Pak Kikin juga mengusulkan agar Pemda Toraja Utara juga bisa memberikan kuota pegawai bagi penyandang disabilitas. Menurut pak Kikin, semua hal yang dilakukan oleh manusia normal juga bisa dilakukan oleh para difabel. Ia mencontohkan, demi membangun kepercayaan diri difabel, ia bisa menguasai semua aspek. Hari ini ia berbicara hak politik, hukum dan kesehatan. Besok atau lusa ia akan membahas tentang reproduksi, perekonomian, keamanan, pekerjaan, olahraga, dll.

Baca juga: Berbalas Pantun Acara Lamaran Bangsawan Toraja

Komisi Daerah Disabilitas (KDD)

Konsep implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas ini tertuang dalam topik Urgensi Pembentukan Perda Tentang Penyandang Disabilitas, Komisi Daerah Disabilitas, dan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas. 

Dalam Dokumen Ringkasan Eksekutif disebutkan bahwa: 

Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Penyandang Disabilitas dan Komisi Disabilitas Daerah merupakan konsekuensi logis yang harus menjadi konsensus bersama dalam upaya mempercepat proses penghormatan pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas; Komisi Disabilitas Dearah  (KDD) akan menjadi perpanjangan dari Komisi Nasional Disabilitas dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal  132 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yakni,  melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Urgensi Peran KDD

Peran KDD sangat mendesak mengingat hambatan-hambatan yang dialami oleh Penyandang Disabilitas berakar kuat pada budaya ableisme  di masyarakat yang masih memandang Penyandang Disabilitas dengan stigma buruk dan negatif  (moral model) dan kasihan (charity model). 

Peran KDD akan sangat strategis untuk memangkas model ini mendorong terwujudnya pola pikir yang bersandar pada Hak Asasi Manusia (Human Right Model) yakni memandang Penyandang Disabilitas sebagai manusia yang memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan manusia lainnya.

Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Penyandang Disabilitas dan Komisi Disabilitas Daerah merupakan konsekuensi logis yang harus menjadi konsensus bersama dalam upaya mempercepat proses penghormatan pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Baca juga: Merayu Karakter Unik Siswa

Komisi Disabilitas Dearah  (KDD) akan menjadi perpanjangan dari Komisi Nasional Disabilitas dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yakni,  melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Peran KDD sangat mendesak mengingat hambatan-hambatan yang dialami oleh Penyandang Disabilitas berakar kuat pada budaya ableisme  di masyarakat yang masih memandang Penyandang Disabilitas dengan stigma buruk dan negatif  (moral model) dan kasihan (charity model).

Peran KDD akan sangat strategis untuk memangkas model ini mendorong terwujudnya pola pikir yang bersandar pada Hak Asasi Manusia (Human Right Model) yakni memandang Penyandang Disabilitas sebagai manusia yang memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan manusia lainnya.

Swafoto bersama Ketua Pertina Toraja Utara dan Inisiator FGD, Noldus Pandin. Sumber: dok. pribadi.
Swafoto bersama Ketua Pertina Toraja Utara dan Inisiator FGD, Noldus Pandin. Sumber: dok. pribadi.

7 Sasaran Strategis Dalam Pemenuhan Hak Asasi Penyandang Disabilitas

  • Pendataan dan perencanaan yang inklusif bagi Penyandang Disabilitas;
  • Penyediaan lingkungan tanpa hambatan  bagi Penyandang Disabilitas;
  • Pelindungan hak dan akses politik dan keadilan bagi Penyandang Disabilitas;
  • Pemberdayaan dan kemandirian Penyandang Disabilitas;
  • Pewujudan ekonomi inklusif bagi Penyandang Disabilitas;
  • Pendidikan dan keterampilan bagi Penyandang Disabilitas;
  • Akses dan pemerataan layanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas

Hak Penyandang Disabilitas

Mengutip UU No. 8 tahun 2016 Pasal 5, Hak Penyandang Disabilitas antara lain (1)hidup;  (2)bebas dari stigma; (3) privasi; (4) keadilan dan perlindungan hukum; (5)pendidikan; (6)pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; (7)kesehatan; (8)politik; keagamaan; keolahragaan;  (9)kebudayaan dan pariwisata; (10)kesejahteraan sosial; (11)Aksesibilitas; (12)Pelayanan Publik; (13)Pelindungan dari bencana; (14) habilitasi dan rehabilitasi; (15)Konsesi; (16)pendataan;  (17)hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; (18)berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh Informasi; (19)berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran,  penyiksaan, dan eksploitasi.

Hak Perempuan Disabilitas

Pasal 5 ayat (2): atas kesehatan reproduksi; menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi; mendapatkan Pelindungan lebih dari perlakuan; Diskriminasi berlapis; dan untuk mendapatkan Pelindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual. 

Hak Anak Disabilitas

Pasal 5 ayat (3): Mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual;  Mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal;  Dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan;  Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;  Pemenuhan kebutuhan khusus;

Rekomendasi

Sejumlah rekomendasi dititipkan dari UU No. 8 Tahun 2016 ini, yakni Mendorong Pemerintah Daerah Segera Membentuk Perda Tentang Penyandang Disabilitas; Dalam Pembentukan Perda tentang  Penyandang Disabilitas wajib mengatur mengenai Pembentukan Komisi Disabilitas Daerah (KDD); Membentuk Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD-PD)  .

Mandat Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD) Sesuai dengan Sasaran Strategis

Bidang Pendidikan

  • Pengadaan pelatihan layanan pendidikan inklusif bagi calon tenaga pendidik, dan tenaga pendidik.
  • Menyediakan fasilitas dan layanan belajar mengajar yang mudah diakses dan penyediaan akomodasi yang layak di seluruh tingkatan pendidikan bagi Penyandang Disabilitas.
  • Mengembangkan kebijakan terkait standar pelaksanaan pendidikan inklusif Penyandang Disabilitas.
  • Membentuk unit yang berfungsi sebagai pusat layanan disabilitas bagi pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, dan pendidikan tinggi dengan memberikan bantuan profesional bagi lembaga penyelenggara pendidikan.

Bidang Kesehatan

  • Memasukkan indikator pelayanan Penyandang Disabilitas dalam akreditasi fasilitas kesehatan.
  • Menyediakan ruang partisipasi bagi Penyandang Disabilitas dalam proses akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.
  • Menyediakan fasilitas kesehatan primer dan rujukan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.
  • Tersedianya RS milik pemerintah daerah memenuhi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan inklusif sesuai standar.
  • Perluasan cakupan Penyandang Disabilitas yang miskin dan rentan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
  • Meningkatkan jumlah manfaat yang diberikan kepada Penyandang Disabilitas dalam kepesertaan Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan.

Bidang Ketenagakerjaan

  • Menyusun panduan dan standar operasional ketenagakerjaan disabilitas bagi sektor publik dan swasta.
  • Memastikan Pelindungan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi peserta Badan Penyelenggaraan  Jaminan Sosial (Badan Pelaksana Jaminan Sosial) Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang mengalami disabilitas akibat kecelakaan kerja.
  • Tersedianya Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan.

Bidang  Sosial

  • Pelatihan dan peningkatan kapasitas kepada pemberi layanan habilitasi dan rehabilitasi dari lembaga sosial dan masyarakat.
  • Penguatan pendamping sosial untuk pendampingan bagi Penyandang Disabilitas dan Keluarganya.
  • Pengembangan program kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas yang aksesibel, mudah dan murah
  • Meningkatkan cakupan program kesejahteraan sosial bagi Penyandang Disabilitas miskin dan rentan.

Bidang  Pendataan  

  • Tersedianya sistem informasi profil tahunan Penyandang Disabilitas dengan data spesifik sesuai kondisi dan kebutuhan Penyandang Disabilitas.
  • Melakukan pemantauan dan Evaluasi pendataan Penyandang Disabilitas.
  • Memasukkan Penyandang Disabilitas sebagai kriteria untuk mendapatkan diskresi dalam skema Kredit Usaha Rakyat atau mekanisme kredit sejenis untuk permodalan usaha.

Inilah poin-poin utama yang akan menjadi tindak lanjut dari implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.

Inisiator FGD, Noldus Pandin. Sumber: dok.pribadi.
Inisiator FGD, Noldus Pandin. Sumber: dok.pribadi.

Ibu Yanti Batti berjanji akan membuka ruang komunikasi dengan Pemda Toraja Utara terkait penguatan disabilitas melalui PKK, Dekranasda, Dinas Sosial, dll. Sementara bapak Frederik Victor Palimbong mengatakan bahwa ia telah mencatat urgensi dari disabilitas ini dan akan menindaklanjutinya dengan Perda.

#SalamInklusi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun