Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjalanan ke Sangbua di Lembang Kaduaja, Gandangbatu Sillanan, Tana Toraja

1 Februari 2023   22:05 Diperbarui: 1 Februari 2023   22:22 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil hanya sampai di titik ini di puncak Sangbua. Selebihnya hanya jalur motor. Sumber Foto: Dok. Pribadi. 

Di Mebali, belok kanan ke jalan poros Buntu. Kurang lebih 40 menit saya tiba di pertigaan Buntu-Kaduaja-Pantawanan. Menuju Pantawanan, jalan sudah bisa dilalui mobil. Kondisi jalan menuju Sangbua masih jalan berbatu. Di beberapa titik sudah ada bekas rabat beton.  Perumahan penduduk juga sudah mulai ramai di kiri-kanan jalan. Sepanjang jalan menuju Pantawanan, secara bergantian disuguhi pemandangan kebun sayur kol, tomat, lombok, bawang prei, kentang, bukit batu karst, kebun kopi dan cengkeh. 

Oleh karena jalur merupakan semi tanjakan dengan hiasan beberapa titik jurang di sebelah kiri, saya hanya mengandalkan gigi satu dan dua. Kaki sedikit pegal menginjak pedal kopling. Terutama ketika co-driver saya, sang putri kecilku bangun dari tidurnya. Saya harus membagi konsentrasi. 

Berdua dengan anak, menyusuri jalan ke Sangbua. Sumber Foto: Dok. Pribadi.
Berdua dengan anak, menyusuri jalan ke Sangbua. Sumber Foto: Dok. Pribadi.

Di jalan, sesekali hanya berpapasan dengan pengendara motor dan petani yang membersihkan rumput di sela-sela kebun bawang. Sedikit was-was, jantung berdegup kencang melalui jalanan berbatu. 

Bunyi kolong mobil pun sering terdengar karena terantuk bebatuan yang menonjol di beberapa titik pendakian. Sekitar dua kilometer mendaki, mobil meraung-raung, asap hitam dari ban mengepul di belakang. Pas di tikungan tajam belokan ke kiri dan mendaki, terdapat timbunan tanah warna kuning yang masih baru menutupi sisa rabat beton yang telah hancur.

Mau pulang balik saja, kondisi jalan tak memungkinkan untuk putar haluan. Selain itu, sudah tanggung juga perjalanan saya jika harus kembali dan tidak membawa apa yang saya akan ambil di Sangbua.

Saya mencoba beberapa kali melalui tanjakannya, tapi gagal. Putriku pun tiba-tiba menangis, mungkin karena ketakutan dengan raungan mobil. Saya menengok ke belakang, ternyata mobil sedikit lagi masuk selokan dan menimpa bebatuan. Segera mesin saya matikan dan mengganjal mobil dengan batu. Mau minta tolong, tak ada satupun orang yang lewat. Ada dua rumah di sekitar tikungan itu, tapi pintu tertutup. Mungkin semuanya pergi ke kebun, apalagi jam saat itu menunjukkan pukul 11.40. 

Sekitar 5 menit berselang, muncul tiga pengendara motor berboncengan dari arah atas. Salah satu dari mereka, yang berambut gondrong diikat, memimpin teman-temannya untuk membantu saya. 

Mereka meminta tali untuk menarik mobil, sementara yang lainnya menahan dan mendorong di belakang. Saya masih sempat ragu, apakah mobil bisa ditarik dan didorong dengan kondisi jalan becek, berlumpur, menikung dan sedikit mendaki? Sambil beripikir akan solusi, saya bercakap-cakap dengan para pemuda tersebut. Mereka bukan warga Sangbua. Mereka dari kampung di sebelah Sangbua, tepatnya dari Pa'buaran di Kecamatan Makale Selatan. jalur ini adalah jalur alternatif bagi mereka untuk menuju Pasar Buntu dan Pasar Sudu di Enrekang.

Momen ketika beberapa pemuda membantu saya dengan menarik mobil di tanjakan berlumpur. Sumber foto: Dok. Pribadi.
Momen ketika beberapa pemuda membantu saya dengan menarik mobil di tanjakan berlumpur. Sumber foto: Dok. Pribadi.
 

Langit sudah mulai mendung dan hawa dingin pegunungan menusuk kulit. Sandal jepit saya lepas, karena sudah bermandikan lumpur. Mengikuti panduan para pemuda tersebut, setelah dua kali percobaan gagal, akhirnya mobil bisa lolos di tanjakan tersebut dengan resiko mobil dihadiahi goresan. Mereka berteriak senang dan bertepuk tangan. Tak sempat bercerita lagi mereka langsung pamit melanjutkan perjalanan. Saya pun membalas dengan teriakan "kurre sumanga' sangmane" (terima kasih teman). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun