Ketiga dan keempat masing-masing adalah komite audit dan komite pemantau risiko yang kedua posisi tersebut harus dimiliki pula oleh industri perbankan yaitu berfungsi sebagai mitra strategis dewan komisaris untuk memastikan efektifitas sistem pengendalian internal dan memantau pelaksanaan manajemen risiko dalam operasional bisnis perusahaan asuransi.
Selain itu, dalam perusahaan asuransi syariah wajib mengangkat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu satu orang atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).Â
Pelaksanaan pengawasan anggota DPS ini mencakup kegiatan dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban, baik dana tabarru' dan dana perusahaann maupun dana investasi peserta; produk asuransi syariah yang dipasarkan dan praktik pemasaran produk asuransi syariah. Pelaksanaan pengawasan ini tentunya memperoleh bantuan dari perangkat komite yang dibentuk oleh perusahaan.
Dalam peraturan tersebut juga diatur mengenai kewajiban setiap perusahaan untuk menyusun laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada setiap akhir tahun buku yang mencakup pada aspek transparansi penerapan tata kelola perusahaan yang baik, penilaian sendiri (self assessment) atas penerapan yang dilakukan, dan menyusun rencana tindak (action plan) yang perlu dilakukan ke depan, termasuk didalamnya adalah laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik.Â
Laporan tersebut paling lambat diterima oleh OJK pada bulan Februari setiap tahunnya, sehingga proses pengawasan secara komprehensif baik dari sisi ketahanan finansial maupun manajerial menjadi langkah preventif yang dilakukan oleh otoritas.
Merujuk pada data OJK posisi Desember 2019, tercatat 62 perusahaan asuransi syariah yang berizin di Indonesia yang terdiri dari 30 perusahaan asuransi jiwa (23 diantaranya berbentuk Unit Usaha Syariah), 29 perusahaan asuransi umum (24 diantaranya berbentuk Unit Usaha Syariah) dan tiga perusahaan reasuransi (dua diantaranya berbentuk Unit Usaha Syariah). Berdasarkan informasi tersebut, mencerminkan masih banyaknya alternatif perusahaan asuransi di Indonesia yang mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam melakukan asuransi.
Dengan mengetahui ketahanan tersebut, diharapkan kejadian kasus gagal bayar pada asuransi plat merah tersebut tidak sampai menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi secara keseluruhan di Indonesia.Â
Proses klarifikasi dan verifikasi sebelum membeli premi seperti melakukan pengecekkan terhadap rekam jejak (track record) perusahaan asuransi, memilih perusahaan asuransi yang memiliki reputasi baik, melakukan perbandingan biaya premi yang terjangkau dan lamanya berdiri perusahaan asuransi dan pengecekan perusahaan asuransi tersebut dalam daftar di OJK menjadi penting dilakukan. Hal-hal tersebut perlu dilakukan oleh calon nasabah asuransi agar merasa aman dan nyaman dalam melakukan "pengalihan pengelolaan" dana masa depannya dalam bentuk polis asuransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H