Mohon tunggu...
Ovie Fisianasti Putri Budiman
Ovie Fisianasti Putri Budiman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Strategi Literasi Informasi di Era Kecerdasan Buatan

30 Desember 2024   13:20 Diperbarui: 30 Desember 2024   13:20 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panduan bagi Generasi Z dan Alpha

Kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), telah membawa dampak besar terhadap cara kita mengakses informasi. Di tengah pesatnya perkembangan ini, generasi muda, terutama Generasi Z dan Alpha, dihadapkan pada tantangan untuk memilah informasi yang valid dan berguna. Artikel ini mengulas pentingnya literasi informasi sebagai keterampilan utama di era digital, serta memberikan strategi untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menanggapi arus informasi yang semakin tidak terkendali.

Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara kita mengakses informasi. Generasi Z dan Alpha tumbuh bersama teknologi yang memudahkan mereka mendapatkan berbagai jenis informasi dari berbagai sumber. Namun, kemudahan ini juga diikuti dengan tantangan besar, yaitu semakin sulitnya membedakan informasi yang valid dan bermanfaat. Keberadaan kecerdasan buatan (AI) dan algoritma cerdas yang ada dalam berbagai platform memperburuk masalah ini, karena sering kali informasi yang disajikan tidak mencerminkan kebenaran secara objektif.

Sebagai contoh, studi yang dilakukan oleh Pew Research Center (2022) menunjukkan bahwa hampir 60% generasi muda merasa kesulitan dalam membedakan berita palsu dari fakta. Kondisi ini menunjukkan bahwa literasi informasi menjadi keterampilan penting yang harus dimiliki oleh generasi masa depan. Literasi informasi bukan hanya sekedar kemampuan untuk mencari informasi, melainkan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan menggunakan informasi secara efektif untuk tujuan yang tepat.

Tantangan Literasi Informasi di Era AI

1. Banjir Informasi Tidak Valid

Salah satu tantangan terbesar di era digital adalah maraknya informasi yang tidak valid. Mesin pencari dan media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang menarik perhatian, sering kali mengutamakan popularitas daripada kebenaran. Hasilnya, informasi yang kurang valid atau bahkan salah sering kali lebih cepat tersebar daripada informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selama pandemi COVID-19, misalnya, informasi yang salah tentang pengobatan atau teori konspirasi mengenai virus menyebar dengan cepat di media sosial, bahkan lebih cepat daripada informasi dari sumber yang kredibel seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Fenomena ini menunjukkan pentingnya literasi informasi dalam membantu generasi muda untuk bisa memilah informasi yang akurat dari yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

2. Bias Algoritma dan Filter Bubble

Algoritma yang digunakan oleh platform digital berfungsi untuk menyesuaikan konten yang ditampilkan dengan preferensi pengguna. Namun, hal ini menimbulkan masalah baru, yaitu terbentuknya *filter bubble*, di mana pengguna hanya disajikan dengan informasi yang sesuai dengan pandangan mereka. Ini berpotensi mengurangi kesempatan untuk memahami berbagai perspektif dan memperburuk polarisasi opini.

Sebagai contoh, seseorang yang aktif mencari informasi mengenai isu politik tertentu mungkin hanya akan disuguhkan dengan konten yang mendukung pandangan tersebut. Ini mempersempit wawasan dan dapat membentuk pandangan yang kurang objektif. Karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran akan bagaimana algoritma bekerja dan dampaknya terhadap pilihan informasi yang kita terima.

3. Ketergantungan pada Teknologi Tanpa Pemahaman Kritis

Generasi Z dan Alpha sangat terhubung dengan teknologi dan sering kali mengandalkan perangkat pintar serta aplikasi berbasis AI untuk memperoleh informasi dengan cepat. Namun, ketergantungan ini sering kali membuat mereka mengabaikan proses berpikir kritis yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas informasi.

Sebagai contoh, aplikasi berbasis AI seperti ChatGPT memberikan jawaban cepat atas pertanyaan yang diajukan, tetapi tidak selalu memberikan konteks atau perspektif yang lebih luas. Tanpa kemampuan untuk menilai secara kritis sumber informasi yang ada, generasi muda berisiko menerima informasi yang setengah benar atau bias.

Panduan bagi Generasi Z dan Alpha
Panduan bagi Generasi Z dan Alpha

Strategi Implementasi Literasi Informasi

Untuk mengatasi tantangan ini, literasi informasi harus menjadi prioritas dalam pendidikan, baik di sekolah maupun di rumah. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan untuk meningkatkan literasi informasi di kalangan generasi muda:

1. Pendidikan Literasi Informasi di Sekolah

Sekolah memiliki peran penting dalam membekali siswa dengan keterampilan literasi informasi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan era digital. Kurikulum pendidikan harus mengajarkan cara-cara untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara kritis. Ini termasuk pelatihan untuk mengenali berita palsu, memahami cara kerja algoritma, serta mengajarkan pentingnya mendengarkan berbagai perspektif.

Sebagai contoh, beberapa sekolah di Finlandia telah mengintegrasikan literasi informasi sebagai bagian dari mata pelajaran inti, memberikan siswa alat untuk menilai dan memverifikasi sumber informasi yang mereka temui. Pendekatan ini terbukti berhasil dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan membantu mereka menghadapi arus informasi yang berlebihan.

2. Kesadaran akan Bias Algoritma

Generasi muda perlu dilatih untuk memahami bagaimana algoritma bekerja dan bagaimana hal tersebut memengaruhi jenis informasi yang mereka konsumsi. Dalam hal ini, penting bagi lembaga pendidikan dan pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang mengajarkan cara mengenali bias algoritma dan pentingnya memiliki pandangan yang seimbang terhadap berbagai isu.

Pendidikan semacam ini dapat diberikan melalui berbagai kanal, mulai dari sekolah hingga kampanye digital yang diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi non-profit.

3. Pemanfaatan Teknologi AI Secara Bijak

Penggunaan teknologi berbasis AI seharusnya tidak menggantikan proses berpikir kritis, melainkan menjadi alat bantu yang dapat mempercepat pencarian informasi. Generasi muda perlu diajarkan bagaimana menggunakan alat ini dengan bijak, seperti memanfaatkan AI untuk menggali topik lebih dalam, tetapi tetap mengandalkan sumber-sumber terpercaya dan melakukan verifikasi terhadap informasi yang ditemukan.

Sebagai contoh, teknologi seperti Google Scholar bisa digunakan untuk menemukan literatur akademis yang kredibel. Namun, pengguna tetap harus memahami bagaimana mengevaluasi kualitas sumber tersebut dan menghubungkan informasi dengan pengetahuan yang sudah ada.

4. Perpustakaan sebagai Pusat Literasi Informasi Digital

Perpustakaan modern harus bertransformasi menjadi pusat literasi informasi digital. Selain menyediakan buku dan jurnal, perpustakaan dapat mengadakan pelatihan tentang cara menggunakan internet dan alat berbasis AI secara bijak. Di Indonesia, beberapa perpustakaan sudah mulai mengintegrasikan layanan digital yang memungkinkan pengunjung untuk mengakses materi literasi digital yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menavigasi dunia informasi digital.

5. Kolaborasi antara Pemerintah dan Teknologi  

Pemerintah perlu berkolaborasi dengan perusahaan teknologi untuk menciptakan sistem yang lebih transparan dan meminimalkan bias dalam algoritma. Selain itu, program pelatihan dan edukasi yang melibatkan berbagai sektor, baik pendidikan, media, dan sektor teknologi, dapat mempercepat upaya meningkatkan literasi informasi secara nasional.

Kesimpulan  

Generasi Z dan Alpha hidup di tengah pesatnya perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan, yang membawa tantangan besar dalam hal literasi informasi. Dengan memanfaatkan literasi informasi sebagai keterampilan utama, mereka dapat mengatasi masalah seperti informasi palsu, bias algoritma, dan ketergantungan pada teknologi tanpa pemahaman kritis. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan literasi informasi dalam kurikulum pendidikan, serta memberikan akses kepada generasi muda untuk memahami dan menggunakan teknologi secara bijak. Upaya ini harus dilakukan secara kolaboratif oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan perusahaan teknologi.

Daftar Pustaka  

- Anderson, J., & Rainie, L. (2022). The Future of Digital Literacy in the Age of AI. Pew Research Center.  

- Brown, T. (2023). AI in Education: Opportunities and Challenges. New York: TechEd Publishing.  

- Jones, A. (2022). "Algorithmic Bias and Its Impact on Information Access." Journal of Digital Information Science, 14(3), 210-225.  

- Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: What the Internet is Hiding from You. Penguin Press.  

- Smith, R., Williams, J., & Thompson, K. (2020). "Digital Literacy Curricula in Secondary Education." Educational Technology Review, 28(4), 300-315.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun