Mohon tunggu...
ovic ahmad
ovic ahmad Mohon Tunggu... -

saya adalah setitik bintang di langit

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mafia Minyak Ada di Situ (Copas-Majalah Gatra 23 November 2013)

15 Agustus 2013   01:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:18 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kontrak pembelian gas pun harus 20-30 tahun karena harus membangun infrastruktur dulu. Keekonomiannya juga rentan perubahan harga. Karena PLN enggan, maka gas dijual ke luar. Nah, kontraknya tidak bisa diubah. Susah direnegosiasi. Sulit diubah di tengah jalan. Etika bisnisdi mana pun begitu.

Saat BP Migas berdiri dan saya masuk, infrastruktur gas itu tidak ada, selain pipa yang dibangun PGN.Tahun 2009, kalau tidak salah, Pak Hatta menelepon saya. "You gimana sih nggak perhatikan gas dalam negeri?" Kemudian saya jawab,"Oke, Pak, itu ada satu kapal LNG ke Jepang akan saya bawa ke sini. Gasnya masih punya kita karena belum sampai pelabuhan tujuan. Kini saya minta ketegasan Pak Hatta, kapal merapat di

mana untuk loading gas."Pak Hatta diam."Jadi, ini masalah infrastruktur,ya, Pri?"

Apa yang seharusnya dilakukan agar industri dalam negeri bisa memanfaatkan gas?

Mestinya dipikirkan sejak dulu. Thailand, 10 tahun lalu, mikirin ini. Gas itu tidak seperti minyak bisa dijual per spot. Butuh infrastruktur rapi. Kini Nusantara Regas janji akan beli 24 kargo, tinggal 12 atau 13 kargo. Jaringan pipa trans-Jawa belum siap. Baru sampai Jawa Barat. Jawa Timur baru Surabaya. Jadi, masalahnya bukan kami tidak mau memberi, melainkan tidak siap memberi karena infrastrukturnya tidak ada dan tidak direncanakan. Semua itu bukan wewenang BP Migas. Soal infrastruktur, ya, tanya ke ESDM.

Tapi, BP Migas dianggap gagal meningkatkan lifting minyak?

Lifting minyak rata-rata hanya 900.000 barel per hari. Katakanlah BP Migas menghasilkan 2 juta barel per hari, pasti tidak dipakai oleh domestik. Karena dengan 900.000 barel produksi kita, yang dipakai 500.000 barel. Selebihnya, Pertamina impor terus. Dan lebih nyaman impor daripada produksi. Kalau impor, kan cuma trading. Kalau perlu, digoreng-goreng sedikit lebih enakdi situ. Kalau produksi, berat, harus eksplorasi, harus investasi.

Diambil hanya 500.000 barel karena alasan teknisnya itu buat dicampur dengan minyak lain, karena spek kilangnya tidak sesuai dengan minyak domestik kita. Banyak lagilah alasannya. Kilang-kilang itu kan dioperasikan oleh Pertamina. Pertanyaannya, kenapa tidak pernah membangun kilang. Kenapa kilang-kilang selama 10 tahun terakhir ini nggak pernah kita bangun

lagi.Terlalu asyik impor. Itu di luar BP Migas. Itu manajemen hilirsemua.

Upaya apa yang pernah Anda lakukan untuk meningkatkan lifting minyak?

Sudah maksimal. Sudah masuk pada secondary recovery. Dulu masih primary yang dikuras habis itu, sudah gila-gilaan. Sehingga bukan pengelolaan, melainkan pengurasan. Sekarang tersiery sudah masuk. Sisa-sisalah yang diwariskan. Karena kita tidak menemukan cadangan yang besar lagi kecuali di Cepu. Selain itu kecil-kecil, 1.000 barel, 3.000 barel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun