Mohon tunggu...
Desi Triyani
Desi Triyani Mohon Tunggu... Teacher -

www.destinyour.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

2 #Tinggalkan Bukti di Dunia Nyata Bahwa Impianmu, Ada...

6 Oktober 2011   11:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:16 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gusni Annisa Puspita, yang lahir dengan segala keterbatasan, sekaligus menjadi kelebihannya. Penyakit genetik over obesitas menggelayut suram di masa depannya. Gusni memiliki seorang sahabat bernama Harryanto Dharmawan, laki-laki yang memiliki perawakan sama dengannya, lahir dari keluarga yang penuh cinta, ketauladanan dan hati yang mulia. Ejekan selalu mendarat kepadanya. Sakit hati? TIDAK. Harry selalu berkata "lebih enak jadi orang gendut, karena ukuran hatinya pasti lebih ". NOTED!!. Itu yang membuat Gusni kagum dengan Harry. Di suatu taman dengan kolam kecil, Harry menginspirasi Gusni tentang sebuah cita-cita, dengan berkata "Kata Papa Harry,  cita-cita itu..., sesuatu yang baik buat kamu waktu kamu besar nanti. Sesuatu yang buat kamu senang kalau kamu melakukannya, kalau kamu nggak senang, berarti itu bukan cita-cita kamu..." Saya SEPAKAT dengan Papanya Harry, SEDERHANA tapi penuh makna!. Hingga suatu hari di bulan Mei 2009, kerusuhan di Ibukota Jakarta memisahkan mereka. Restoran Bakmi Nusantara milik keluarga Harry pun tinggal puing-puing berserakan.

Waktu berlalu, dan cita-cita itu masih terus ada. Atlet Bulutangkis Nasional. Ya, itulah impian Gusni. Untuk membahagikan  Ayah, Ibu dan Kakaknya.  Dia terus berjuang di tengah vonis suram hidupnya, tapi Gusni percaya pada cita-citanya, pada harapannya, pada impiannya..., kalau tidak untuk apa dia hidup. Bermula dari keterbatasan dan raket nyamuk yang selalu menemaninya sewaktu kecil, kini menghantarkan dirinya menjadi Atlet Bulutangkis. "Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia karena Tuhan sedikit pun tidak pernah...", begitu kata Sang Pelatih yang merupakan Atlet Bulutangkis legendaris di bumi pertiwi. Di suatu hati, ketangguhan Gusni, menginspirasi pemiliknya yang telah meninggalkan jauh impiannya, terkubur bersama puing-puing reruntuhan.

Gusni tidak sendiri. Gusni memiliki keluarga yang mendukungnya penuh cinta. Ayah, Ibu dan Kakaknya yang senantiasa selalu menjadi sosok tauladan untuknya. Meski, semula terjadi penentangan, namun Sang Ayah dan Ibu kembali yakin, dan menyelaraskan cita-cita, impian, harapan dan do'a dengan sang buah hati tercinta.

Saya kagum dengan perjuangan Sang Ayah, hingga mata saya terpatri pada sebuah percapakan antara Ayah Gusni dan Pak Pelatih yang juga kagum dengan perjuangan Ayah Gusni menghadapi keterbatasan puterinya.

Laki-laki memang belum jadi kali-laki kalau belum merasakan besar dan tulusnya cinta seorang perempuan, tulus, penuh untuknya. Untuk mendapatkan cinta sebesar itu dari seorang perempuan, yang harus dilakukannya hanyalah memberikan cintanya sebesar itu juga, penuh..., tanpa batas..., tanpa balas...". Tutur Sang Legendaris.

Kamu tahu? Baru di tahun kelima perkawinan saya, saya berikan itu semuanya penuh untuk isteri saya dan keluarga saya, sebelumnya lima tahun saya sibuk di lapangan, bertanah kayu berlangit gelanggang, mengejar prestasi, tidak pernah mencapai tempat tertinggi. Lalu sebuah hari di waktu sore, pada tahun kelima perkawinan saya, saya melihat isteri saya, saat itu juga saya berikan semuanya, utuh, penuh untuk isteri dan keluarga saya, dan sehabis itu..., semua usaha, kerja keras, impian yang saya kejar, langsung datang begitu saja seperti hujan turun dari langit, setiap serve, setiap smash, setiap pertandingan begitu bermakna. Kamu? Kapan?" tanya Pak Pelatih, Sang Legendaris.

Laki-laki itu pun tersenyum. Bukan, bukan cinta pada pandangan pertama, tapi lebih besar dan masif dari itu semua. Saat seorang laki-laki memberikan semuanya utuh untuk seorang wanita, tanpa batas, tanpa bala. "Kalau saya kayaknya sewaktu pertama kali lihat dia hamil Pak." Laki-laki akan selalu ada untuk keluarganya, di saat semua kebahagiaan merekah atau layu, ia akan berdiri di depan memasang badannya untuk kebahagiaan dan kesedihan yang datang. Menjadi pedang dan perisai untuk keluarganya. Ya, karena seorang laki-laki bisa terbang kapan saja kalau ia mau, pertanyaan yang tertinggal hanya untuk apa dan siapa ia melakukannya.

Ketika laki-laki itu menjadi pedang dan perisai yang  kuat, sejatinya selalu ada isteri sekaligus ibu dari anak-anaknya yang senantiasa mendampingi. Dan cara Sang ibu mendidik anak-anaknya membuat saya terkesima, membaca buku ini. Ya, Ibu yang selalu mendidik putri-putrinya dengan berkata "Mata kamu adalah mata seorang wanita, mata yang akan melihat jauh kedepan tanpa sedikit pun pernah meninggalkan hatinya. Mata yang membuat orang yang melihatnya sadar kalau kecantikan yang sebenarnya berasal dari dalam diri wanita di hadapannya, kecantikan yang sepenuhnya, mendamaikan sekaligus menguatkan." Ibu yang senantiasa mengajarkan putri-putrinya dengan berkata "Dan disaat seorang wanita mempunyai rahasia, jauh di dalam hatinya, rahasia yang itu ia simpan rapih, rahasia yang akan seorang wanita pelihara demi membuat hidupnya dan orang yang dicintainya menjadi lebih indah. Saat itulah seorang wanita memilih untuk menjadi baik. Saat itulah seorang wanita telah menjadi wanita sebenarnya..." serta Ibu yang selalu menanamkan keyakinan pada putri-putrinya dengan berkata "Aku adalah seorang wanita, aku adalah kekuatan, aku adalah kelembutan, aku berani dan kuat, aku berani mencintai dan aku mencintai dengan berani, aku adalah ibu dari cinta, aku adalah sebuah keajaiban...". What a great mother!

Mengingatkan saya kembali, bahwasanya ridha serta keselarasan impian, harapan dan do'a kita dengan orang tua, pasangan hidup kita beserta orang-orang yang kita sayangi  akan lebih powerful mengetuk tujuh lapisan langit, melahirkan sebuah keajaiban! Ya, sepasang bidadari. Tinggal satu pertanyaan yang tertinggal, sudahkah saya meminta ridha dan menyelaraskannya?

Well, sangat menyentuh dan mendidik. Banyak yang bilang, lebih bagus 5 CM, buku yang pertama Mas Dhonni. Tapi bagi saya, membaca buku itu sama seperti seorang Juri Chef yang selalu menetralisir indra perasanya dengan air putih setelah ia mecoba suatu hidangan dan kembali memulai memcoba hidangan lainnya. Tidak semua hidangan sempurna, tapi masing-masing selalu menyimpan rasa yang berbeda..., benar kan?

Mau tau ceritanya lebih lanjut? Silahkan baca bukunya. Direkomendasikan untuk semua kalangan, wa bil khusus altlet maupun calon atlet Bulutangkis Indonesia. Selamat membaca sahabat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun