“Diantara hamba-hamba Allah ada orang-orang yang bukan nabi dan bukan syuhada, tetapi para nabi dan syuhada, dan orang-orang lain iri terhadap mereka pada hari kiamat lantaran kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya “Wahai Rasulullah, beritahu kami siapakah mereka itu?” Beliau lalu bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, tanpa ada hubungan keluarga dan harta. Demi Allah, wajah mereka berupa cahaya dan mereka di atas cahaya. Mereka tidak merasakan kesedihan ketika semua orang merasakan kesedihan.” Kemudian beliau membaca ayat “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S Yunus : 62). (Secangkir Kopi Untuk Relawan, Hal. 266). Jika ini adalah do’a yang ditulis pada catatan seorang isteri di akhir buku ini, maka saya yakin, do’a ini pun akan terlantun setelah kita membaca buku ini atau ketika kerap kali kita bertemu dengan sosok-sosok relawan yang berusaha melakukan kerja-kerja kecil untuk tetap mempertahankan harapan dan optmisme ditengah bencana besar yang telah mendera bangsa ini. Wahid Nugroho. Idealis, Cerdas, Pekerja Keras. Mahasiswa tingkat akhir ini menjabat sebagai Ketua BEM di Fakultas Ilmu Sosial Politik-Universitas Gajah Mada. Insting kemanusiaannya yang tinggi, menggerakan hatinya untuk bergabung bersama sebuah LSM menjadi relawan di bumi serambi mekah setelah gempa tektonik 8,5 SR yang berpusat di Samudra India disertai gelombang tsunami menghempas wilayah lepas pantai Aceh dan Sumatera Utara termasuk Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand, pada 26 Desember 2004 silam. Penelitian Skripsinya yang berjudul “Konflik Sebagai Ladang Bisnis Tentara : Studi Kasus Tentang Aceh” pun menguatkan azamnya, menginjakkan kaki ke Aceh. Mengasah hati, membantu sesama. Mengasah mental sebagai akademisi menguak seluk beluk konflik di bumi serambi mekah. Pertemuannya dengan korban-korban tsunami dan para relawan di Aceh bagi sosok ‘pemuda jawa’ ini bagaikan bertemu dengan manusia-manusia mulia. Ya, mereka adalah orang-orang hebat yang tidak pernah hidup dan berpikir dalam lingkup dirinya sendiri, mampu melampaui batas-batas fisik, psikologis dan biologisnya, melebur dalam batas kepedulian terhadap sesama dimana segenap pikiran dan jiwanya tercurahkan. Peristiwa pernyandraan oleh Aktivis GAM dan pertemuannya dengan seorang volunteer ‘bidadari berparas putih’ dari bumi serambi mekah, sukses mengantarkannya pada konflik batin. Tetapi pemuda yang akrab dengan catatan hariannya ini mampu melawan gejala kelemahan jiwa…, yang perlu dilakukan adalah mengembalikannya kepada Sang Pemilik Jiwa. Secangkir Kopi Untuk Relawan. Kepedulian, Cinta dan Idealisme. Begitu kesan saya terhadap novel ini. Karakter utama di novel ini, mampu menyegarkan kembali idealisme-idealisme yang telah layu atau terdistorsi dengan suksesnya oleh virus pesimis dan apatis yang kerap kali menyergap. Jika ada slide cerita yang bertema ‘melankolis’, saya pikir itu fitrah…, yang akhirnya mampu ‘memanusiakan’ novel ini (daripada digebukin sama penulisnya, :D). Buku ini pun menyuguhi, sekilas praktik bisnis di antara hiruk pikuk penanganan konflik di Aceh. Tidak banyak memang dan itu di luar ekspektasi saya. Hanya saja, yang menjadi kekurangan dari novel ini adalah penjelasan bagian-bagian yang merupakan fakta. Jika benar data tersebut merupakan fakta, seperti karakter sosial-budaya masyarakat Aceh, kondisi pacsa gempa-tsunami, letak geografis suatu lokasi maupun kasus praktik bisnis dalam penanganan konflik di Aceh, sebaiknya dilengkapi semacam catatan kaki. Sehingga informasi pun terserap secara integral. Sabahat, buku terbitan Semest Pro-U Media (http://www.proumedia.co.id/) ini bisa menjadi pilihan yang istimewa untuk menemani secangkir kopi di pagi hari atau akhir pekan anda. Selamat membaca! Teriring hormat untuk seluruh relawan di seluruh pelosok bumi ini. Sosok-sosok yang mampu merespon tantangan berat hidup dan menjadikan dirinya sebagai partikel-pertikel solusi dalam kehidupan ini. Penghujung Juni 2011..., di tengah gerimis dan kabut tipis yang menyeliputi Jalan Raya Margonda-Depok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H