"Bapak...! Lepaskan aku, Pak..!! Ingat Pak, ini Yuni. Anakmu...!!" Seorang gadis tanggung lulusan SMA menangis sambil berteriak dan meronta melawan tangan kekar yang mencengkeram kedua tangannya. Gadis itu berhasil dipeluknya. Lelaki itu berusaha mencium Yuni. Aroma arak tajam tercium dari mulutnya. Lelaki itu sedang mabuk berat.
Yuni meronta semakin kuat. Akhirnya, ia terlepas. Ia pun lari. Lelaki itu mengejarnya. Selangkah sampai pintu rumah, lelaki itu berhasil menangkap tangan Yuni. Nafsunya yang tertunda makin menjadi mendapat perlawanan.
"Plak...!" tamparan keras mendarat di pipi kanan Yuni. Pipinya terasa sakit dan panas. Ia terjatuh terjerambab ke belakang, akibat kerasnya tamparan tangan kekar milik lelaki yang diseru Bapak olehnya. Yuni menjadi histeris. Ia merangkak perlahan berusaha menjauh dari lelaki itu. Terhuyung, ia berusaha bangkit. Ia berhasil berdiri.
Lelaki itu mendekatinya. Kali ini tangan kekar itu berusaha menampar lagi pipi kanannya. Namun Yuni bisa menghindari tamparan Bapaknya. Yuni tahu Bapaknya bernafsu ingin memperkosanya.
Menyadari tamparannya luput, lelaki itu makin beringas, matanya nanar dan merah menahan nafsu. Ia mendengus. Lelaki itu berusaha merengkuh dan memeluk Yuni anak gadisnya.
"Jangan, Pak..! Tolong jangan...!" teriak Yuni berusaha menyadarkan Bapaknya sambil meronta.
Yuni secara reflek menghindari pelukan Bapaknya. Akibatnya lelaki itu terjatuh terjerambab ke depan. Wajahnya membentur meja kaca bulat berangka besi yang ada di pojok ruangan itu. Meja kaca itu jatuh pecah berantakan, wajah lelaki itu pun berdarah. Ia mengerang kesakitan. Wajahnya luka sedemikian parah. Kedua matanya tertancap pecahan kaca. Ujung hidungnya terpotong tersayat pecahan kaca yang tajam. Darah mengalir keluar dari kedua telinganya. Wajahnya bersimbah darah. Lehernya tertancap kaki besi yang ditimpanya. Lelaki itu terus mengerang kesakitan, lalu dari mulutnya terdengar suara bak sapi disembelih. Berkelojotan sebentar. Tubuhnya tak bergerak. Kepingan pecahan kaca pun bercampur darah berceceran di lantai tanah.
Yuni pun semakin histeris. Sebentar ia menatap Bapaknya yang terbujur kaku. Yuni lemas begitu matanya menatap darah. Lalu ia pingsan.
Gubuk berdinding bambu itu pun sepi.
Kisah selanjutnya Di Kamar Sepi Bersama Suster Yuni
-------mw-------